Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Merek

Merek
Ilustrasi Merek
Menurut American Marketing Association (AMA) merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut (Kotler, 2001). Merek merupakan nama dan atau simbol (seperti logo, merek dagang atau desain kemasan) atau kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu perusahaan (Aaker, 1996).

Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing.

Merek dapat dibagi dalam pengertian lainnya (Rangkuti, 2002:2), yaitu:
  1. Brand name (nama merek) adalah merek yang menjadi bagian dari yang dapat diucapkan. Misalnya: Pepsodent, BMW, Toyota, dan sebagainya.
  2. Brand mark (tanda merek) adalah merek yang menjadi sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus. Misalnya: simbol Toyota, gambar tiga berlian Mitsubishi, dll.
  3. Trade mark (tanda merek dagang) adalah merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda merek).
  4. Copyright (hak cipta) adalah hak istimewa yang dilindungi oleh hukum untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.

Tingkatan Merek

Model yang dikemukakan oleh Goodyear untuk memahami proses perkembangan suatu merek diperlukan 6 tahap perkembangan merek (Rangkuti, 2002), yaitu:

Tahap 1:  Produk yang tidak memiliki merek (Unbranded)

Tahap pertama ini menjelaskan bahwa produk dikelola sebagai komoditi sehingga merek hampir tidak diperlukan.  Kondisi ini sangat mendukung apabila permintaan lebih banyak dibanding dengan pasokan, biasanya hal ini terjadi pada situasi perekonomian yang bersifat monopolistik.  Misalnya untuk produk dalam tahap ini adalah beras murah, BBM, minyak goreng murah, ikan asin, garam dan obat generik.

Tahap 2:  Merek yang dipakai sebagai referensi (Brand as Reference)

Tahap kedua ini sudah terjadi sedikit persaingan, meskipun tingkatnya belum begitu ketat. Persaingan ini merangsang produsen untuk membuat diferensiasi terhadap produk yang dihasilkannya. Tujuannya adalah agar produk tersebut memliki perbedaan terhadap produk pesaing. Contohnya sepatu olahraga dengan sepatu kekantor, dan buku tulis bergaris dengan buku gambar.

Tahap 3:  Merek sebagai personaliti (Brand as Personality)

Differensiasi antar merek berdasarkan atribut fungsi menjadi semakin sulit dilakukan, karena hampir sebagian perusahaan melakukan hal yang sama. Untuk membedakan produk yang dihasilkan oleh pesaing, perusahaan melakukan tambahan nilai-nilai personaliti pada masing-masing merek. Contohnya, sabun mandi kesehatan, sabun mandi bayi, dsb.

Tahap 4:  Merek sebagai simbol (Brand as Icon)

Pada tahap ini merek menjadi milik pelanggan. Pelanggan memiliki pengetahuan yang lebih dalam mengenali merek yang ia gunakan. Pada umumnya merek yang masuk pada tahap ini adalah merek yang bersifat internasional dan pelanggan yang menggunakan merek ini dapat mengekspresikan dirinya atau dapat menunjukkan jati dirinya. Contohnya rokok Mallboro.

Tahap 5:  Merek sebagai sebuah perusahaan (Brand as Company)

Merek merupakan wakil perusahaan sehingga merek dapat mewakili sebuah perusahaan, semua direksi dan karyawan memiliki persepsi yang sama tentang merek yang dimilikinya.  Komunikasi yang keluar dari perusahaan telah terintegrasi kesemua lini kegiatan operasional, sehingga informasi mengalir secara lancar, baik dari manajemen ke pelanggan maupun sebaliknya dari pelangan ke manajemen.  Iklan dalam tahap ini memiliki identitas yang sangat kompleks dan lebih bersifat interaktif, sehingga pelanggan dapat dengan mudah menghubungi merek tersebut.  Contoh, microsoft software dimana pelanggan dapat berkomunikasi secara langsung setiap saat melalui internet dengan perusahaan, begitu juga sebaliknya.

Tahap 6:  Merek sebagai kebijakan moral (Brand as Policy)

Tahap yang terakhir ini terdapat suatu kondisi dimana hanya ada beberapa perusahaan saja, yaitu perusahaan yang telah mengoperasikan kegiatannya secara transparan baik mulai dari bahan baku yang digunakan, proses produksi dan operasionalnya sampai produk maupun jasa pelayanan purna jual kepada pelanggan.  Informasi disampaikan secara transparan, jelas dan tidak ada yang ditutup-tutupi secara etika bisnis, sosial, maupun dampak politisnya.  Contoh, iklan body shop.

Kepercayaan Atas Merek

Kepercayaan atas merek terbentuk dari pengalaman masa lalu dan interaksi sebelumnya (Garbarino dan Johnson, 1999), karena pembentukan kepercayaan itu lebih menggambarkan pada proses percobaan seseorang sepanjang waktu.  Oleh sebab itu, kepercayaan atas merek merujuk pada pengetahuan konsumen dan pengalamannya terhadap merek (Balleter dan Aleman, 2005).

Prediksi Atas Merek

Merek yang dapat diprediksi adalah sebuah merek yang mempunyai konsistensi dalam perubahan, dengan begitu seorang konsumen dapat memprediksi perubahan merek tersebut dengan mudah, dan mereka menganggap perubahan tersebut adalah perubahan yang aman dan tidak akan mengurangi kepuasan dalam mengkonsumsi merek tersebut.

Kesukaan Atas Merek

Kesukaan atas merek dapat ditingkatkan dengan membuat sebuah produk agar lebih menarik untuk dilihat, nyaman untuk dirasakan, enak untuk dipegang, dan mudah dalam pemakaiannya. Para pemasar juga dapat meningkatkan kesukaan atas merek dengan mengasosiasikan merek dengan situasi dimana konsumen tersebut memiliki kenangan yang indah dengan merek yang dia pakai.

Kompetensi Merek

Sebuah merek yang kompeten adalah suatu merek yang mempunyai keahlian untuk memecahkan masalah yang dimiliki oleh konsumen dan mencukupi kebutuhan yang diperlukan konsumen tersebut. Keahlian tersebut mengacu pada kemampuan dan karakteristik yang memungkinkan merek tersebut untuk mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian terhadap suatu merek.

Reputasi Merek

Reputasi merek adalah suatu sejarah yang dimiliki suatu merek.  Merek dapat dikatakan baik atau buruk tergantung pada pandangan konsumen yang telah memakainya. Apabila konsumen merasa puas dalam pemakaian suatu merek, maka hal tersebut akan mempengaruhi sebuah reputasi dari merek yang dikonsumsinya.

Daftar Pustaka

  • Aaker, David A,1996, Building Strong Bran, Fourth Edotion, New York, Free Pres.
  • Ballester, E.D. dan Aleman, J.L.M, 2005. “Does Brand Trust Matter to Brand Equity?”, Journal of Product & Brand Manajement, vol 14, no.3.
  • Garbarino, Ellen and Johnson, M.S. 1999. “The Differentroles of satisfaction, trust and commitment in costumer relationship”. Journal of Marketing, vol. 63 No.2, pp.70-87.
  • Kotler, Philip, 2001, Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi & Pengendalian, Jilid 2, Terjemahan Jaka Wasana, Jakarta, Erlangga.
  • Lau, G. T. and Lee, S.H. “Consumers’ Trust in a Brand an the link to band Loyality”. Journal of Marketing. Vol 4.pp341-370.1999.
  • Rangkuti, Freddy, 2002, The Power of  Brands, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Merek. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2013/08/merek.html