Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pengertian dan Faktor Kematian Perinatal

Kematian perinatal adalah kematian bayi sejak berumur 28 minggu dalam uterus, kematian baru lahir dan sampai kematian yang berumur 7 hari di luar kandungan. Jumlah atau tinggi rendahnya kematian perinatal dapat dipergunakan  untuk melakukan penilaian kemampuan suatu Negara untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, khususnya dalam bidang obstetric (Manuaba, 2007).

Pengertian dan Faktor Kematian Perinatal

Faktor Risiko Terjadinya Kematian Perinatal

Banyak faktor yang terkait dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu kematian bayi endogen dan  kematian bayi eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian eksogen atau kematian post neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pengaruh lingkungan luar.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor sosial ekonomi dan budaya mempengaruhi kelangsungan hidup anak melalui berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor ibu, faktor lingkungan, kekurangan gizi, trauma, dan upaya pencegahan dari individu itu sendiri.Faktor ibu adalah termasuk umur ibu, paritas, dan jarak kehamilan. Faktor lingkungan yaitu berhubungan dengan media penyebaran penyebab penyakit seperti udara, air, makanan, kulit, tanah, serangga, dll. Kekurangan gizi yaitu kekurangan kalori, protein dan kekurangan vitamin dan mineral, sedangkan faktor upaya pencegahan penyakit individu, yaitu imunisasi dan pengobatan (Wahyuni CS, 2009).

a. Umur Ibu 

Umur berhubungan terhadap proses reproduksi, umur ibu yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20 sampai 35 tahun. Sedangkan dibawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan (Wahyuni CS, 2009).

Umur ibu < 20 tahun belum cukup matang dalam menghadapi kehidupan sehingga belum siap secara fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Pada umur tersebut rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik hingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit dan keracunan kehamilan atau gangguan lain karena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Sebaliknya jika umur ibu > 35 tahun, tubuh ibu sudah kurang siap lagi menghadapi kehamilan dan persalinan.

Pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan perkembangan dari organ-organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini akan mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia muda dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan, disertai kejiwaan yang belum bersedia menjadi seorang ibu. Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah antara umur 20-35 tahun karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental juga sudah matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya.

b. Paritas

Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami oleh ibu. Paritas terdiri atas 3 kelompok yaitu: (1) Golongan primipara adalah golongan ibu dengan 0-1 paritas, (2) Golongan multipara adalah golongan ibu dengan paritas 2-5 dan (3) Golongan grande multipara adalah golongan ibu dengan paritas > 5. Kehamilan yang paling optimal adalah kehamilan kedua sampai keempat. Kehamilan pertama dan setelah kehamilan keempat mempunyai risiko yang tinggi. Jadi, persalinan yang paling aman adalah persalinan kedua dan ketiga.

Grande multipara adalah istilah yang digunakan untuk wanita dengan kehamilan lebih dari lima. Kehamilan pada kelompok ini sering disertai penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan antepartum, perdarahan post partum, dan lain-lain. Kehamilan dan persalinan anak kelima atau lebih risiko meningkat karena kehamilan dan persalinan berulang-ulang akan mengakibatkan berkurangnya cadangan zat-zat tambahan, misalnya asam folat, Fe, iodium, vitamin A, vitamin B, dan vitamin D, kelelahan pada tubuh ibu dan alat kandungan.

c. Jarak Antar Kelahiran 

Risiko terhadap kematian ibu dan anak meningkat jika jarak antara dua kehamilan < 2 tahun atau > 4 tahun. Jarak kehamilan yang aman ialah antara 2-4 tahun. Jarak antara dua kehamilan yang < 2 tahun berarti tubuh ibu belum kembali ke keadaan normal akibat kehamilan sebelumnya sehingga tubuh ibu akan memikul beban yang lebih berat. Jarak kelahiran anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena adanya kemungkinan pertumbuhan janin yang kurang baik, mengalami persalinan yang lama atau perdarahan. Sebaliknya jika jarak kehamilan antara dua kehamilan > 4 tahun, di samping usia ibu yang sudah bertambah juga mengakibatkan persalinan berlangsung seperti kehamilan dan persalinan pertama.

d. Umur Kehamilan (Maturitas)

Maturitas adalah kehamilan dihitung dari hari pertama periode menstruasi normal terakhir sampai dengan terjadinya proses kelahiran janin.
Berdasarkan umur kehamilan, persalinan dapat dibedakan atas:
  1. Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 22-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur.
  2. Normal (partus matures) adalah partus pada kehamilan 37-40 minggu (antara 259 hari dan 280 hari), janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
  3. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus normal atau pada kehamilan > 40 minggu.

e. Riwayat Kesehatan Ibu 

Kesehatan dan pertumbuhan janin dihubungkan oleh kesehatan ibu. Bila ibu mempunyai penyakit yang berlangsung lama atau merugikan kehamilannya, maka kesehatan dan kehidupan janin pun terancam.

Wanita dengan penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan anemia merupakan faktor yang memperbesar terjadinya kelahiran mati. Diabetes melitus pada ibu dapat mengakibatkan bayi mempunyai berat badan melebihi usia kehamilan (makrosomia), karena kadar gula darah dalam tubuh ibu sangat tinggi sehingga mempengaruhi pertumbuhan janin. Janin akan tumbuh dengan cepat melebihi usia kehamilan. Diabetes mellitus pada bayi juga dapat mengakibatkan hipoglikemia (kekurangan gula darah), karena ketika di dalam tubuh ibu, janin menyesuaikan jumlah insulin dengan tubuh ibunya tetapi setelah lahir jumlah insulin yang telah terbentuk tidak sesuai dengan kadar gula darah dalam tubuh bayi (kadar insulin yang berlebihan) sehingga bayi dapat mengalami hipoglikemia, hipokalsemia, dan immaturitas.

Hipertensi pada ibu dapat mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat dalam kandungan atau Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan karena hipertensi pada ibu akan menyebabkan terjadinya perkapuran di dalam plasenta, sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen dari plasenta. Dengan adanya perkapuran pada plasenta, makan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang.

f. Anemia Ibu

Anemia atau kurang darah adalah rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dalam sel-sel darah merah, yaitu kurang dari 11 gr%. Tanda-tanda ibu menderita anemia seperti perasaan lesu, sering mengantuk, selaput bagian dalam kelopak mata, bibir, dan kuku pucat serta penglihatan berkunang-kunang.

Wanita yang berat badannya 55 kilogram, memerlukan tambahan zat besi untuk pembentukan hemoglobin sejumlah 500 miligram, untuk pembentukan janin 290 miligram dan untuk plasenta 25 miligram serta untuk darah yang keluar pada saat melahirkan diperkirakan total kebutuhan zat besi wanita hamil selama Sembilan bulan kehamilan adalah 1.000 miligram.

g. Pendidikan Ibu

Ibu yang berpendidikan rendah (kurang dari SMP) mempunyai risiko sebesar 2,2 kali untuk terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Latar belakang pendidikan ibu mempengaruhi sikapnya dalam memilih pelayanan kesehatan dan pola konsumsi makan yang berhubungan juga dengan peningkatan berat badan ibu semasa hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi kondisi perinatal.

h. Kondisi Kehamilan

Bayi dari ibu yang pada saat hamilnya mengalami keluhan mempunyai risiko 2,4 kali untuk terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu yang pada saat hamilnya tidak mengalami keluhan. Komplikasi kehamilan sebenarnya dapat dicegah minimal dapat diminimalisir walau 15-20% kehamilan normal bisa berubah menjadi komplikasi pada saat persalinan. Salah satu cara yang efektif untuk memantau adanya komplikasi adalah deteksi dini kehamilan berisiko tinggi, dengan cara melakukan pemeriksaan yang teratur dan berkualitas. Di puskesmas deteksi dini risiko tinggi kehamilan ini sudah menjadi program, walau masih dengan cara sederhana yaitu masih dalam tahap seleksi awal, secara biomedis, namun manfaatnya masih bisa dirasakan. Karena pada dasarnya semua kehamilan adalah berisiko tinggi maka deteksi dini atau kewaspadaan tinggi ini hendaknya dilakukan pada semua kehamilan, tidak hanya kehamilan berisiko saja.

i. Riwayat Kehamilan

Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan perdarahan, abortus, partus prematuritas, kematian janin dalam kandungan, preeklampsia/eklampsia, Ketuban Pecah Dini (KPD), kehamilan muda, kelainan letak pada hamil tua, hamil dengan tumor (mioma atau kista ovari) serta semua persalinan tidak normal yang pernah dialami ibu merupakan risiko tinggi untuk persalinan berikutnya. Keadaan-keadaan tersebut perlu diwaspadai karena kemungkinan ibu akan mendapatkan kesulitan dalam kehamilan dan saat akan melahirkan.

j. Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan

Pemeriksaan kehamilan hendaknya di mulai seawal mungkin yaitu segera setelah tidak haid selama 2 bulan berturut-turut. Tujuannya jika tidak ada kelainan pada kehamilan cukup waktu untuk menanganinya sebelum persalinan.

Pelayanan antenatal (Antenatal Care (ANC)) mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan factor-faktor lain seperti umur dan paritas. Dengan melakukan pemeriksaan kehamilan akan mempunyai kematian perinatal lebih rendah daripada ibu dengan umur atau paritas yang optimal.

d. Penyakit atau Kelainan Bawaan pada Janin

Morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) perinatal mempunyai kaitan sangat erat dengan kehidupan janin dalam kandungan dan waktu persalinan. Secara umum, penyebab morbiditas dan mortalitas janin antara lain anoksia dan hipoksia, infeksi, trauma lahir, dan cacat bawaan.

e. Penyakit Infeksi

Infeksi terjadi melalui kuman yang menulari janin dengan cara kontak langsung dengan daerah-daerah yang sudah dicemari kuman, misalnya:
  1. Pada keadaan ketuban pecah dini, kuman dari vagina masuk ke dalam rongga amnion.
  2. Partus lama dan sering dilakukan pemeriksaan vagina yang tidak memperhatikan teknik aseptik dan antiseptik memungkinkan masuknya kuman ke rongga vagina dan kemudian ke dalam rongga amnion.
  3. Pada ibu yang menderita gonore, kuman menulari janin pada saat janin melalui jalan lahir.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Pengertian dan Faktor Kematian Perinatal. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2016/04/pengertian-dan-faktor-kematian-perinatal.html