Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pengertian dan Jenis Skala Pengukuran dalam Penelitian

Menurut Winarno (2013), pengukuran (measurement) adalah prosedur penetapan angka yang mewakili kuantitas ciri (atribut) yang dimiliki oleh subjek dalam suatu populasi atau sampel. Pengukuran merupakan aturan-aturan pemberian angka untuk berbagai objek sedemikian rupa sehingga angka ini mewakili kualitas atribut.

Pengertian dan Jenis Skala Pengukuran dalam Penelitian

Pengukuran yang baik harus mempunyai sifat isomorphism dengan realitas. Artinya bahwa terdapat kesamaan yang dekat antara realitas yang diteliti dengan nilai yang diperoleh dari pengukuran. Oleh karena itu, suatu instrumen pengukur dipandang baik apabila hasilnya dapat merefleksikan secara tepat realitas dari fenomena yang hendak diukur.

Menurut Muhammad (2005), skala pengukuran adalah penentuan atau penetapan skala atas suatu variabel berdasarkan jenis data yang melekat dalam variabel penelitian. Skala pengukuran merupakan acuan atau pedoman untuk menentukan alat ukur demi memperoleh hasil data kuantitatif. Misalnya alat ukur panjang adalah meter, berat adalah kg, ton, kuintal dan sebagainya.

Pada dasarnya skala pengukuran dapat digunakan dalam berbagai bidang. Dengan menentukan skala pengukuran, maka nilai variabel yang diukur dengan instrumen tertentu dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien dan komunikatif. Sebagai contoh, berat emas 19 gram, berat besi 100 kg, suhu badan orang yang sehat 37 derajat Celsius, IQ seseorang 150.

Komponen dan Proses Pengukuran 

Tujuan pengukuran adalah menerjemahkan karakteristik data empiris ke dalam bentuk yang dapat dianalisis oleh peneliti. Titik fokus pengukuran adalah pemberian angka terhadap data empiris berdasarkan sejumlah aturan/prosedur tertentu. Prosedur ini dinamakan proses pengukuran yaitu investigasi mengenai ciri-ciri yang mendasari kejadian empiris dan memberi angka atas ciri-ciri tersebut.

Adapun komponen yang dibutuhkan dalam setiap pengukuran adalah sebagai berikut: 

  1. Kejadian empiris (empirical events). Kejadian empiris merupakan sejumlah ciri-ciri dari objek, individu, atau kelompok yang dapat diamati. 
  2. Penggunaan angka (the use of number). Komponen ini digunakan untuk memberi arti bagi ciri-ciri yang menjadi pusat perhatian peneliti. Spesifikasi tingkat pengukuran, kemudian, diberikan dengan memberi arti bagi angka tersebut. 
  3. Sejumlah aturan pemetaan (set of mapping rules). Komponen ini merupakan pernyataan yang menjelaskan arti angka terhadap kejadian empiris. Aturan-aturan ini menggambarkan dengan gamblang ciri- ciri apa yang kita ukur. Aturan-aturan pemetaan disusun oleh peneliti untuk tujuan studi.

Proses pengukuran dapat digambarkan sebagai sederet tahap yang saling berkaitan yaitu sebagai berikut: 

  1. Mengisolasi kejadian empiris. Aktivitas ini merupakan konsekuensi langsung dari masalah identifikasi dan formulasi. Intinya kejadian empiris dirangkum dalam bentuk konsep/konstruksi yang berkaitan dengan masalah penelitian. 
  2. Mengembangkan konsep kepentingan. Yang dimaksud dengan konsep dalam hal ini adalah abstraksi ide yang digeneralisasi dari fakta tertentu. 
  3. Mendefinisikan konsep secara konstitutif dan operasional. Definisi konstitutif mendefinisikan konsep dengan konsep lain sehingga melandasi konsep berkepentingan. Jika suatu konsep telah didefinisikan secara konstitutif dan benar, berarti konsep tersebut telah siap untuk dibedakan dengan konsep lain.

Skala Pengukuran Penelitian Kuantitatif 

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika. Skala pengukuran untuk penelitian kuantitatif antara lain adalah sebagai berikut:

a. Skala Nominal 

Menurut Irianto (2015), skala nominal adalah skala yang paling sederhana disusun menurut jenis (kategorinya) atau fungsi bilangan. Dengan kata lain skala nominal yaitu angka yang tidak mempunyai arti hitung. Angka yang diterapkan hanya merupakan simbol/tanda dari objek yang akan dianalisis.

Sebuah data dikatakan memiliki skala nominal, apabila angka-angka dalam rentangan skala pengukuran hanya berfungsi sebagai pengganti nama (label) atau kategori, tidak menunjukkan suatu kuantitas, maka skala pengukurannya disebut nominal. Angka-angka pada skala nominal tidak merupakan urutan dalam suatu kontinum, melainkan menunjukkan kategori-kategori yang terlepas satu dengan yang lain.

Skala nominal adalah tingkatan paling sederhana pada tingkatan pengukuran. Skala ini dipakai untuk menggolongkan objek-objek atau peristiwa ke dalam kelompok yang terpisah berdasar kesamaan atau perbedaan ciri-ciri tertentu dari objek yang diamati. Menurut Zulfikar dan Budiantara (2004), Ciri-ciri data berskala nominal antara lain adalah sebagai berikut: 

  1. Hanya bersifat membedakan, tidak mengurutkan mana kategori yang lebih tinggi, mana kategori yang lebih rendah.
  2. Memiliki kategori yang bersifat homogen, mutually exclusive dan exchaustive. Mutually exclusive dan exchaustive artinya setiap individu harus dapat dikategorikan hanya pada satu kategori saja dan setiap kategori harus mengakomodasi seluruh data.

Dalam kegiatan penelitian, kita bisa saja memberikan angka pada kategori dalam variabel berskala nominal, namun angka yang ada tidak bisa dijadikan dasar untuk menentukan bobot dari kategori karena angka yang ada hanya bisa digunakan untuk membedakan antar kategori. Tidak adanya bobot yang bisa ditunjukkan angka yang digunakan, membuat kita bisa saja mengganti angka yang ada dengan sembarang angka.

Skala nominal adalah pengukuran yang dilakukan untuk membedakan memberikan kategori, memberi nama, atau menghitung fakta-fakta. Skala nominal akan menghasilkan data nominal atau diskrit, yaitu data yang diperoleh dari pengkategorian, pemberian nama, atau penghitungan fakta-fakta. 

Contoh penggunaan skala nominal adalah sebagai berikut: 

  1. Berdasarkan kategori, misalnya responden dibagi berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita. 
  2. Berdasarkan nama, misalnya dari penelitian mengenai minibus di Medan ditemukan data bus menurut jalur/trayek dan diberi nama jalur 1, jalur 2, jalur 3, dan seterusnya. 
  3. Berdasarkan data hitung, misalnya dari data PDB suatu negara ditemukan pangsa sektor pertanian sebesar 52%, sektor manufaktur sebesar 38%, dan sektor jasa sebesar 10%.

Skala nominal disebut juga dengan frequency data atau categorical data. Biasanya menggunakan kode berupa angka yang berguna sebagai label atau simbol kategori untuk membedakan dan tidak memperlihatkan besaran atau tingkatan. Sebagai contoh, jenis kelamin di beri angka sebagai simbol, 0 = laki-laki dan 1 = perempuan. Status pernikahan, 1 = menikah dan 2 = tidak menikah.

b. Skala Ordinal 

Menurut Irianto (2015), skala ordinal adalah skala yang didasarkan pada rangking diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya. Skala ordinal juga dikatakan sebagai suatu skala yang sudah mempunyai daya pembeda, tetapi perbedaan antara angka yang satu dengan angka yang lainnya tidak konsisten (tidak mempunyai interval yang tetap).

Skala ordinal merupakan skala yang melekat pada variabel yang kategorinya selain menunjukkan adanya perbedaan, juga menunjukkan adanya tingkatan yang berbeda. Setiap data ordinal memiliki tingkatan tertentu yang dapat diurutkan mulai dari yang terendah sampai tertinggi atau sebaliknya. Namun demikian, jarak atau rentang antar jenjang yang tidak harus sama. Dibandingkan dengan data nominal, data ordinal memiliki sifat berbeda dalam hal urutan.

Sebuah data dikatakan memiliki skala ordinal, apabila angka-angka dalam rentangan skala pengukuran tidak hanya menunjukkan kategori-kategori tertentu, tetapi juga menunjukkan hubungan kuantitas tertentu, yakni berupa tingkatan (gradasi). Apabila diperoleh data tersebut, maka skala pengukurannya disebut ordinal. Menurut Winarno (2013), skala ordinal salah satu cirinya adalah adanya tingkatan, yaitu sebagai berikut: 

  1. Sekelompok subjek disusun berturut-turut mulai dari yang paling tinggi (besar, kuat, baik) sampai kepada yang paling rendah (kecil, lemah, jelek) dalam hal atribut yang diukur. 
  2. Angka-angka tidak menunjukkan seberapa besar (kuantitas) dalam arti absolut (titik nol tidak mutlak). 
  3. Tidak ada kepastian tentang sama atau tidaknya jarak-jarak (perbedaan-perbedaan) antara angka-angka yang berurutan.

Contoh skala ordinal adalah sebagai berikut: 

1. Tingkat pendidikan: 

  • Taman Kanak-kanak (TK) = 1 
  • Sekolah Dasar (SD) = 2 
  • Sekolah Menengah Pertama (SMP) = 3 
  • Sekolah Menengah Atas (SMA) = 4 
  • Diploma = 5 
  • Sarjana = 6

2. Tingkat kecantikan wanita: 

  • Sangat cantik = 4 
  • Cantik = 3 
  • ukup Cantik = 2 
  • Kurang Cantik = 1

Skala ordinal sering dipergunakan dalam pengukuran variabel-variabel sikap, pendapat, minat, preferensi, dan sebagainya yang sukar diukur secara absolut. Lebar rentangan yang menunjukkan rangking (ordinal) ini dapat dibuat selebar jumlah subjek, dapat pula dibatasi ke dalam beberapa rangking seperti: 1 = kurang, 2 = sedang, 3 = lebih; atau 1= sangat kurang, 2 = kurang, 3 = sedang, 4 = lebih, 5 = sangat lebih. Dibandingkan dengan data nominal, data ordinal memiliki sifat berbeda dalam hal urutan. Terhadap data ordinal berlaku perbandingan dengan menggunakan fungsi pembeda yaitu > dan <. Walaupun data ordinal dapat disusun dalam suatu urutan, namun belum dapat dilakukan operasi matematika ( +, – , x , : ).

c. Skala Interval 

Menurut Irianto (2015), skala interval adalah skala yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data yang lain dan mempunyai bobot yang sama. Skala interval juga dikatakan sebagai suatu skala yang mempunyai rentangan konstan antara tingkat satu dengan yang aslinya, tidak mempunyai angka 0 mutlak.

Pada skala interval perbedaan antara satu kategori dengan kategori yang lain dapat kita ketahui. Skala interval tidak memiliki nilai nol absolut. Contohnya: pada temperatur, nilai 0 derajat Celsius tidak berarti bahwa tidak ada temperatur, nol derajat Celsius berarti titik beku air dan merupakan suatu nilai. Pada skala interval ini kita juga dapat mengatakan bahwa suhu 100 derajat Celsius berati lebih panas dua kali lipat dari suhu 50 derajat Celsius.

Sebuah data dikatakan memiliki skala interval, apabila angka-angka dalam skala pengukuran tidak hanya menunjukkan hubungan kuantitatif dalam bentuk gradasi (rangking), tetapi juga menunjukkan bahwa jarak atau perbedaan kuantitas antar dua angka yang berurutan selalu sama, maka skala pengukurannya disebut interval. 

Menurut Winarno (2013), ciri-ciri skala interval adalah sebagai berikut: 

  1. Angka-angka rangking (rank-order) ditetapkan berdasarkan atribut yang diukur. 
  2. Jarak atau perbedaan kuantitas antar angka-angka yang berurutan selalu sama. 
  3. Tidak ada kepastian tentang kuantitas absolut, sehingga tidak diketahui dimana letak angka nol absolut (angka nol yang menunjukkan kekosongan sama sekali akan atribut yang diukur).

Ciri yang menonjol dalam skala interval adalah kesamaan jarak (interval) antar titik atau angka (kategori) dalam skala. Misalnya, perbedaan bilangan 90 dan 100 dan perbedaan bilangan 120 dan 130 dalam skala IQ menunjukkan perbedaan kuantitas inteligensi yang sama. Apabila seorang peneliti mengembangkan sebuah skala sikap dan prosedur penerapannya dengan cara tertentu sehingga dapat diyakini bahwa perbedaan (interval) antar angka yang berurutan menunjukkan perbedaan kuantitas sikap yang sama, maka skala tersebut dapat dianggap interval.

Contoh variabel yang berskala interval adalah jarak tempuh dengan kategori 0 sampai 25 km, 25 sampai 50 km, dan 50 sampai 75 km. Contoh variabel lain adalah lamanya penerbangan dengan kategori 1 sampai 2 jam, kategori 2 sampai 3 jam. Kategori yang ada dalam kedua variabel tersebut, jelas menunjukkan adanya bobot yang berbeda sehingga kita bisa katakan bahwa kendaraan yang memiliki jarak tempuh 0 sampai 25 km memiliki jarak tempuh yang lebih sedikit, dibanding kendaraan dengan jarak tempuh 25 sampai 50 km. Namun demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa kendaraan dengan jarak tempuh 25 sampai 50 km memiliki jarak tempuh dua kali dibanding kendaraan dengan jarak tempuh 0 sampai 25 km.

d. Skala Rasio 

Menurut Irianto (2015), Skala rasio adalah skala pengukuran yang mempunyai nilai nol mutlak dan mempunyai jarak yang sama. Misalnya umur seseorang dan ukuran timbangan berat badan badan seseorang keduanya tidak memiliki angka nol negatif. Artinya seseorang tidak dapat berumur di bawah nol tahun dan seseorang harus memiliki timbangan di atas nol pula.

Skala rasio adalah tingkat skala yang tertinggi karena menyatakan kuantitas yang absolut dan hasil pengukurannya dapat dipergunakan untuk semua keperluan analisis dalam penelitian dengan menggunakan semua prosedur statistik. 

Menurut Winarno (2013), skala rasio memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 

  1. Angka-angka yang menunjukkan rangking (rank-order) telah ditentukan sebelumnya berdasarkan atribut yang diukur. 
  2. Interval (jarak) antar angka-angka yang berurutan menunjukkan jarak yang sama. 
  3. Mempunyai nilai nol absolut, artinya jarak antara tiap angka dalam skala dengan titik nol absolut dapat diketahui, secara eksplisit atau secara rasional.

Contoh variabel yang berskala rasio adalah penghasilan, dengan kategori 5 juta, 10 juta, dan 15 juta. Contoh lain berat badan dengan kategori 32 kg, 64 kg, dan 75 kg. Jika kita perhatikan kategori dari variabel berskala rasio, kita bisa perbandingkan antara kategori satu dengan yang lain. Orang yang berat badannya 64 adalah dua kali berat badan orang yang beratnya 32. Demikian pula, orang yang penghasilannya 10 juta adalah dua kalinya dari orang yang penghasilannya 5 juta. Kita bisa memperbandingkan nilai yang ada karena kedua kategori tersebut dimulai dari titik nol yang sama.

Skala rasio merupakan skala yang melekat pada variabel yang kategorinya selain menunjukkan adanya perbedaan, juga menunjukkan adanya tingkatan yang berbeda, menunjukkan adanya rentang nilai, serta bisa diperbandingkan. Data rasio adalah data yang menghimpun semua sifat yang dimiliki oleh data nominal, data ordinal, serta data interval. Data rasio adalah data yang berbentuk angka dalam arti yang sesungguhnya karena dilengkapi dengan titik Nol absolut (mutlak) sehingga dapat diterapkannya semua bentuk operasi matematik ( + , – , x, : ).

Skala Pengukuran dalam Penelitian 

Terdapat berbagai skala pengukuran yang biasa dipergunakan dalam penelitian Administrasi, Pendidikan, Ekonomi, Bisnis ataupun Sosial, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Skala Likert 

Menurut Djaali dan Muljono (2007), skala likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena sosial. Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan menjadi indikator-indikator yang dapat diukur.

Indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.

Contoh pilihan jawaban pada instrumen yang menggunakan skala Likert seperti terlihat pada tabel di bawah ini:

Item jawaban skala Likert

Instrumen penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda. Contoh item pertanyaan dan pembobotan dalam skala Likert dengan bentuk checklist adalah sebagai berikut:

Contoh Instrumen dengan Skala Likert

Keterangan Pembobotan: 

  • SS (Sangat Setuju) = skor 5 
  • ST (Setuju) = skor 4 
  • RG (Ragu-ragu) = skor 3 
  • TS (Tidak Setuju) = skor 2 
  • STS (Sangat Tidak Setuju) = skor 1

b. Skala Guttman 

Skala Guttman adalah skala kumulatif disebut juga sebagai skala scalogram yang sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut atribut universal. Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu "ya atau tidak", "benar atau salah", "pernah atau tidak pernah", "positif atau negatif", "Setuju atau tidak setuju", dan lain-lain.

Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala Likert terdapat 3,4,5,6,7 interval, dari kata "sangat setuju" sampai "sangat tidak setuju", maka pada skala Guttman hanya ada dua interval yaitu "setuju" dan "tidak setuju". Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.

Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Misal untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0. Contoh instrumen yang menggunakan skala Guttman dapat dilihat pada gambar tabel di bawah ini:

Contoh Instrumen dengan Skala Guttman

c. Skala Semantic Defferential 

Skala Semantic Defferensial dikembangkan oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban "sangat positifnya" terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang "sangat negatif" terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.

Skala ini berbeda dengan skala Likert yang menggunakan cecklist atau pilihan ganda, pada skala ini responden langsung diberi pilihan bobot hal yang dimaksud dari yang positif sampai negatif. Responden bisa memberikan jawaban dengan mencentang atau memberi tingkatan jawaban. Jawaban responden terletak pada rentang jawaban positif sampai dengan negatif. Hal ini tergantung pada persepsi responden kepada yang dinilai. Gambar di bawah ini adalah contoh instrumen yang menggunakan skala Semantic Defferensial.

Contoh Instrumen dengan Skala Semantic Defferential

d. Skala Rating 

Skala model rating scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang tersedia. Dengan demikian skala rating lebih luwes, fleksibel dan tidak terbatas dalam mengukur sikap saja, namun untuk mengukur persepsi atau penilaian responden terhadap sebuah fenomena lainnya. Seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lain-lain.

Dengan skala rating, data mentah yang didapatkan berbentuk angka, selanjutnya ditafsirkan dalam pemahaman kualitatif. Jawaban responden senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah atau tidak pernah. Yang penting bagi penyusun instrumen dengan rating scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap item instrumen. Orang tertentu memilih jawaban angka 2, tetapi angka 2 oleh orang tertentu belum tentu sama maknanya dengan orang lain yang juga memilih jawaban dengan angka 2. Contoh instrumen dengan menggunakan skala rating dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Contoh Instrumen dengan Skala Rating Scale

Daftar Pustaka

  • Winarno. 2013. Metodologi Penelitian dalam Pendidikan Jasmani. Malang: UM Press.
  • Muhammad. 2005. Metode penelitian Ekonomi Islam. Yogyakarta: UPFEUMY.
  • Irianto, Agus. 2015. Statistik (Konsep Dasar, Aplikasi dan Pengembangannya). Jakarta : Kencana.
  • Zulfikar dan Budiantara, I. Nyoman. 2014. Manajemen Riset dengan Pendekatan Komputasi Statistika. Yogyakarta: Deepublish.
  • Djaali dan Muljono, Pudji. 2007. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Pengertian dan Jenis Skala Pengukuran dalam Penelitian. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/11/pengertian-dan-jenis-skala-pengukuran.html