Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Stroke Non Hemoragik

Stroke
Stroke
Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular (Aliah dkk, 2003).

Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi (Lumbantobing, 2001):
  1. Stroke pendarahan atau stroke hemoragik 
  2. Stroke iskemik atau stroke non hemoragik 
Non hemoragik Stroke atau yang disebut juga strok iskemik didefinisikan secara patologis sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak kuat (Hadinoto, 2006).

Penyebab Stroke Non Hemoragik

Stroke Non Hemoragik dapat disebabkan oleh (Aliah, 2003):

1. Trombus 

Oklusi vaskuler hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit dan lekosit. Trombus yang lepas dan menyangkut di pembuluh darah lebih distal disebut embolus.

2. Emboli 

Emboli merupakan 5-15 % dari penyebab stroke. Emboli berasal dari trombus yang rapuh atau kristal kolesterol dalam a. karotis dan a. vertebralis yang sklerotik, bila terlepas dan mengikuti aliran darah akan menimbulkan emboli arteri intrakranium, yang akhirnya menyebabkan iskemia otak.

Adanya kelainan katup jantung baik kogenital maupun karena infeksi, atrial fibrilasi merupakan faktor resiko terjadinya embolisasi. Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara, tumor, metastase, bakteri atau benda asing.

Epidemiologi Stroke Non Hemoragik

Usia merupakan faktor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia. Di Oxfordshire, selama tahun 1981 – 1986, tingkat insiden (kasus baru per tahun) stroke pada kelompok usia 45 – 54 tahu adalah 57 kasus per 100.000 penduduk dibanding 1987 kasus per 100.000 penduduk pada kelompok usia 85 tahun ke atas (Lumbantobing, 2001). Sedangkan di Aucland, Selandia Baru, insiden stroke pada kelompok usia 55 – 64 tahun adalah 20 per 10.000 penduduk. Pada kelompok usia di atas 85 tahun dijumpai insiden stroke dari 184 per 10.000 di Rochester, Minnesota, dan 397 per 10.000 penduduk di Soderham, Swedia.

Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada laki-laki dan 201 per 100.000 pada perempuan. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada laki-laki dan 189 per 100.000 pada perempuan. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada laki-laki dan 233 per 100.000 pada perempuan. Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada laki-laki dan 196 per 100.000 pada perempuan.

Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahu 12,9%, usia 45 – 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8%, dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2%.

Terapi Stroke Non Hemoragik

a. Pengobatan Umum 

Untuk pengobatan umum stroke dipakai patokan 5 B yaitu:
  1. Breathing. Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang. 
  2. Brain. Edema otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yag timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
  3. Blood. Tekanan Darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang ini akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
  4. Bowel. Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila pelu diberikan nasogastric tube.
  5. Bladder. Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urinae. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.

b. Pengobatan Spesifik 

Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak semaksimal mungkin. Untuk daerah yang mengalami infark kita tidak bisa berbuat banyak. Yang penting adalah menyelamatkan daerah disekitar infark yang disebut daerah penumbra.

Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi kembali.

Daftar Pustaka

  • Aliah A, Kuswara F.F, Limoa RA, Wuysang. (2003) Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
  • Hadinoto S, Setiawan, Soetedjo. (2006) Stroke Non hemoragis. Dalam: Pengelolaan Mutakhir Stroke, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
  • Lumbantobing, SM. (2001) Stroke. Dalam: Neurogeriatri. FKUI, Jakarta.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Stroke Non Hemoragik. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2013/07/stroke-non-hemoragik.html