Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Sistem dan Bentuk Perkawinan Adat

Sistem Perkawinan Adat
Ilustrasi Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan YME. Di dalam hukum perkawinan adat dikenal adanya beberapa sistem perkawinan yaitu.
  1. Perkawinan monogami adalah perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita. Bentuk perkawinan ini paling ideal dan sesuai dengan ajaran agama serta Undang-Undang perkawinan.
  2. Perkawinan poligami adalah perkawinan antara seorang pria dengan lebih dari satu wanita ataupun perkawinan antara seorang wanita dengan lebih dari satu pria. Berkaitan dengan poligami ini kita mengenal juga perkawinan poliandri yaitu perkawinan antara seorang wanita dengan lebih dari satu pria.
  3. Perkawinan eksogami adalah perkawinan antara pria dan wanita yang berlainan suku dan ras.
  4. Perkawinan endogamy adalah perkawinan antara pria dan wanita yang berasal dari suku dan ras yang sama.
  5. Perkawinan homogami adalah perkawinan antara pria dan wanita dari lapisan sosial yang sama. Contohnya, pada zaman dulu anak bangsawan cenderung kawin dengan anak orang bangsawan juga.
  6. Perkawinan heterogami adalah perkawinan antara pria dan wanita dari lapisan sosial yang berlainan.
  7. Perkawinan cross cousin adalah perkawinan antara saudara sepupu, yakni anak saudara laki-laki ibu (anak paman) atau anak dari saudara perempuan ayah. 
  8. Perkawinan parallel cousin adalah perkawinan antara anak-anak dari ayah mereka bersaudara atau ibu mereka bersaudara.
  9. Perkawinan Eleutherogami adalah seseorang bebas untuk memilih jodohnya dalam perkawinan, baik itu dari klen sendiri maupun dari klen lainnya.

Bentuk-bentuk perkawinan

a. Bentuk perkawinan menurut susunan kekerabatan

  1. Perkawinan pada susunan kekerabatan patrilineal, si wanita berpindah ke dalam kekerabatan suaminya dan melepaskan diri dari kerabat asal. 
  2. Perkawinan pada susunan kekerabatan matrilineal, meskipun telah terjadi perkawinan, namun suami istri masing-masing tetap berada pada kelompok kerabatnya sendiri, sedangkan anak-anak masuk ke kelompok kekerabatan ibunya. 
  3. Perkawinan pada susunan kekerabatan parental, setelah perkawinan suami istri masuk ke dalam kerabat suami dan kerabat istri. Anak-anak juga masuk dalam kerabat bapaknya dan kerabat ibunya.

b. Bentuk perkawinan anak-anak

Perkawinan ini dilakukan terhadap calon suami dan istri yang belum dewasa, yang biasanya dilaksanakan menurut ketentuan hukum islam, sedang pesta dan upacara menurut hukum adat ditangguhkan. Sebelum upacara perkawinan, suami belum boleh melakukan hubungan suami istri, ditangguhkan sampai mereka dewasa dan dilangsungkan pesta dan upacara menurut hukum adat.

c. Bentuk perkawinan permaduan

Permaduan adalah ikatan perkawinan antara seorang pria dengan dua atau lebih wanita dalam waktu bersamaan. Pada daerah yang mengenal lapisan masyarakat, wanita yang dari lapisan tinggi (sama) dijadikan istri pertama dan wanita yang dari lapisan bawah dijadikan istri (kedua dan seterusnya). Para istri yang dimadu (selir), masing-masing beserta anaknya berdiam dan membentuk rumah berpisah satu sama lain.

d. Bentuk perkawinan ambil anak

Perkawinan ini terjadi pada kekerabatan patrilineal, yaitu pihak laki-laki tidak perlu membayar jujur, dengan maksud mengambil si laki-laki (menantunya) itu ke dalam keluarganya agar keturunannya nanti menjadi penerus silsilah kakeknya. Bentuk perkawinan ini juga bisa terjadi pada masyarakat semendo yang disebut perkawinan semendo ambik anak, dalam rangka penerus silsilah menurut garis perempuan.

e. Bentuk perkawinan mengabdi

Perkawinan ini terjadi sebagai akibat adanya pembayaran perkawinan yang cukup besar, sehingga pihak laki-laki tidak mampu membayarnya. Dalam bentuk ini suami istri sudah mulai berkumpul, sedang pembayaran perkawinan ditunda dengan cara bekerja untuk kepentingan kerabat mertuanya sampai jumlah pembayaran perkawinan terbayar lunas.

f. Bentuk perkawinan meneruskan (sororat)

Adalah suatu perkawinan seorang duda (balu) dengan saudara perempuan mendiang istrinya. Perempuan tersebut meneruskan fungsi istri pertama tanpa suatu pembayaran (jujur). Perkawinan ini disebut kawin turun ranjang atau ngarang wulu (Jawa).

g. Bentuk perkawinan mengganti (leverat)

Adalah perkawinan yang terjadi apabila seorang janda yang menetap di lingkungan kerabat suaminya, kawin dengan laki-laki adik mendiang suaminya. Perkawinan ini sebagai sarana perkawinan jujur, yang di Palembang dan Bengkulu dikenal dengan kawin anggau.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Sistem dan Bentuk Perkawinan Adat. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2013/11/sistem-dan-bentuk-perkawinan-adat.html