Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Botani Tanaman Terung

Tanaman terung (Solanum melongena L.) diklasifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, Sub-divisio Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum dan Spesies Solanum melongena L. (Rukmana, 2003). Terung merupakan salah satu golongan sayuran buah yang banyak digemari karena selain rasanya enak untuk dijadikan berbagai sayur dan lalapan, juga mengandung gizi cukup tinggi dan komposisinya lengkap.

Botani Tanaman Terung
Tanaman Terung
Terung memiliki sedikit perbedaan konsistensi dan rasa tergantung varietasnya. Secara umum terung memiliki konsitensi yang menyerupai spons dan memiliki rasa pahit tetapi terung yang telah mengalami proses penyilangan memiliki kedekatan dengan tanaman kentang, tomat dan paprika.
Tanaman terung tergolong tanaman yang mengahsilkan biji (spermatophyta), dan biji yang dihasilkan berkeping dua sehingga diklasifikasikan dalam kelas dicotyledonae. Tanaman terung dapat diperbanyak secara generatif, yaitu dengan menanam bijinya (Samadi, 2001).

Menurut Soetasad et al., (2003) batang tanaman terung dibedakan menjadi dua macam, yaitu batang utama (batang primer) dan percabangan (batang sekunder). Batang utama merupakan penyangga berdirinya tanaman, sedangkan percabangan adalah bagian tanaman yang akan mengeluarkan bunga. Daun terung termasuk daun bertangkai yang terdiri atas tangkai daun  (petiolus) dan helaian daun (lamina). Tangkai daun berbentuk silindris dengan sisi agak pipih dan menebal di bagian pangkal, panjangnya berkisar 5-8 cm. Helaian daun terdiri atas ibu tulang, tulang cabang, dan urat-urat daun. Ibu tulang daun merupakan perpanjangan dari tangkai daun yang semakin mengecil ke arah pucuk daun. Lebar helaian daun 7-9 cm atau lebih sesuai varietasnya. Panjang daun antara 12-20 cm, bangun daun berupa belah ketupat hingga oval, bagian ujung daun tumpul, pangkal daun meruncing, dan sisi bertoreh (Soetasad et al., 2003). Letak daun terung berselang seling dan permukaan daunnya tertutup oleh bulu-bulu halus. Jumlah daun adalah 8 helai – 15 helai dalam tiap satu batangnya.

Bunga terung berbentuk bintang, berwarna biru atau lembayung cerah sampai warna yang lebih gelap. Bunga terung tidak mekar secara serempak dan penyerbukan bunga dapat terjadi secara silang atau menyerbuk sendiri (Rukmana, 2003). Perhiasan bunga yang dimiliki adalah kelopak bunga, mahkota buga, dan tangkai bunga. Pada saat mekar, diameter bunga rata-rata 2,5-3 cm, letaknya menggantung. Mahkota bunga berjumlah 5-8 buah dan akan gugur sewaktu buah berkembang. Benang sari berjumlah 5-6 buah. Kedudukan putik umumnya lebih tinggi dari pada benang sari, walaupun ada yang tingginya sama (Imdad dan Nawangsih, 1995). Bunga terung termasuk ke dalam bunga banci atau bunga berkelamin dua karena dalam satu bunga terdapat benang sari dan putik (Soetasad et al., 2003). Menurut Samadi (2001), bunga terung akan muncul pertama kali setelah berumur sekitar 28 HST.

Buah terung sangat beragam, baik dari bentuk dan ukuran maupun warna kulitnya. Dari segi bentuk buah, ada yang bulat, bulat panjang, dan setengah bulat. Ukuran buahnya antara kecil, sedang sampai besar. Sedangkan warna kulit buah umumnya ungu tua, ungu muda, hijau, hijau keputih-putihan, putih dan putih keungu-unguan. Buah terung menghasilkan biji-biji yang ukurannya kecil-kecil berbentuk pipih dan berwarna coklat muda. Biji ini merupakan alat reproduksi atau perbanyakan tanaman secara generatif.  Biji- biji terung terdapat bebas dalam selubung lunak yang terlindungi oleh daging buah. Buah terung merupakan buah sejati tunggal dan berdaging tebal, lunak dan berair Daun kelopak melekat pada dasar buah, dan berwarna hijau atau keunguan. Buah menggantung tiap tangkai buah. Umumnya pada satu tangkai terdapat satu buah terung. Namun, ada pula yang lebih dari satu. Buah terung bentuknya beraneka ragam sesuai dengan varietasnya (Soetasad et al., 2003). Pemanenan buah terung pertama kali adalah pada saat terung berumur sekitar 49 HST (Samadi, 2001).

Terung termasuk ke dalam golongan tanaman indeterminate, yang artinya kuncup-kuncup bunga terbentuk di sepanjang ujung-ujung batang atau ketiak daun sehingga pucuk terminal tetap terus tumbuh secara vegetatif sampai hampir pertumbuhan akhir. Hal ini menyebabkan terung lebih banyak memproduksi pertumbuhan vegetatif dibandingkan tanaman yang bertipe determinate (Hardjadi, 1996).

Menurut Rukmana (2003), tanaman terung memiliki akar tunggang dan cabang-cabang akar yang dapat menembus kedalaman tanah sekitar 80-100 cm. Akar-akar yang tumbah mendatar dapat menyebar pada radius 40-80 cm dari pangkal batang, tergantung dari umur tanaman dan kesuburan tanah.

Syarat Tumbuh Tanaman Terung

Tanaman terung secara umum memiliki daya adaptasi yang sangat luas sehingga dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah (Samadi, 2001). Tanaman terung dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah termasuk jenis tanah Ultisol. Tetapi keadaan tanah yang paling baik untuk tanaman terung adalah jenis lempung berpasir (sandy loam), subur, kaya akan bahan organik, aerasi, dan drainasenya baik serta pada pH 5-6 (Soetasad et al., 2003). Tanaman terung dapat tumbuh dan berproduksi baik di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian ± 1.000 meter dari permukaan laut (Rukmana, 2003). Namun terung yang tumbuh pada ketinggian tempat lebih dari 800 meter di atas permukaan laut pertumbuhannya akan lambat dan hasilnya akan berkurang (Siemonsma dan Piluek, 1994). Menurut Samadi (2001) intensitas cahaya sangat berpengaruh terhadap kualitas buah, terutama pada penampakan kulit buahnya. Pada pencahayaan yang cukup, warna kulit buah terung akan tampak merata dan lebih mengkilap.

Temperatur berperan dalam menentukan masa berbunga terung dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara kesuluruhan (Soetasad et al., 2003). Keadaan cuaca dan iklim tanaman terung selama pertumbuhannya menghendaki cuaca yang panas serta iklim yang kering, dengan Kondisi suhu udara antara 220C – 300C. Tanaman terung sangat cocok bila ditanam pada musim kemarau. Sebab, pada keadaan cuaca yang panas, akan merangsang dan mempercepat proses pembungaan maupun pembuahan. Namun suhu udara yang lebih tinggi (diatas 320C), pembungaan dan pembuahan terung akan terganggu, yakni bunga dan buah berguguran (Rukmana, 2003). Pada suhu yang rendah, tanaman juga akan berkembang lebih lambat baik dalam fase pembentukan buah maupun masa panennya (Soetasad et al., 2003).

Daftar Pustaka

  • Hardjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
  • Imdad, H. P dan A.A. Nawangsih. 1995. Sayuran Jepang. Penebar Swadaya, Jakarta.
  • Rukmana, R., 2000. Usaha Tani Jahe. Kanisius, Yogyakarta.
  • Samadi, B. 2001. Budidaya Terung Hibrida. Kanisius, Yogyakarta.
  • Siemonsma, J.S. dan K. Piluek. 1994. Plant Resources of South East Asia Vegetables. Prosea Foundation. Bogor.
  • Soetasad, Muryanti dan Sunarjono. 2003. Budidaya Terung Lokal dan Terung Jepang. Penebar Swadaya. Jakarta.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Botani Tanaman Terung. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2015/02/botani-tanaman-terung.html