Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Siswa Berkebutuhan Khusus

Siswa berkebutuhan khusus adalah siswa yang memiliki kelainan atau penyimpangan fisik atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan suatu aktifitas secara selayaknya (UU No.4 / 1997 ; UUSPN No.20/2003). Jadi kelainan yang dimaksud diatas adalah meliputi aspek fisik, mental, dan sosial.
Siswa Berkebutuhan Khusus
Siswa Berkebutuhan Khusus

Jenis Kelainan Siswa Berkebutuhan Khusus 

Setiap siswa berkebutuhan khusus memiliki jenis kelainan tertentu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Di bawah ini akan disebutkan jenis kelainan siswa berkebutuhan khusus tersebut menurut Sutjihati Somantri (2006).
  1. Siswa dengan gangguan penglihatan (tuna netra) 
  2. Siswa dengan gangguan pendengaran (tuna rungu) 
  3. Siswa dengan kelainan anggota tubuh/gerakan (tuna daksa) 
  4. Siswa dengan kemampuan dan kecerdasan luar biasa (anak berbakat) 
  5. Siswa dengan gangguan intelektual (tuna grahita) 
  6. Siswa lambat belajar (slow learner) 
  7. Siswa yang mengalami kesulitan belajar spesifik:
  8. Siswa yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
  9. Siswa yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia) 
  10. Siswa yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia) 
  11. Siswa dengan gangguan interaksi dan komunikasi (autis)
  12. ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) 
  13. Siswa dengan gangguan emosi dan perilaku (tuna laras)
Dari penjelasan di atas tampak bahwa siswa berkebutuhan khusus memiliki jenis kelainan berbeda-beda sesuai, hal tersebut menyebabkan setiap siswa berkebutuhan khusus membutuhkan pelayanan khusus yang berbeda-beda.

Permasalahan Siswa Berkebutuhan Khusus 

Penyimpangan atau gangguan yang terjadi pada setiap orang akan mendatangkan suatu permasalahan tertentu, terutama bagi siswa berkebutuhan khusus, ia mempunyai kelainan tertentu pada dirinya, hal itu akan menimbulkan suatu masalah yang menyangkut kelainan pada siswa.

Secara makro dampak penyimpangan tidak saja berpengaruh terhadap dirinya sendiri, melainkan juga dapat menimbulkan masalah bagi keluarganya dan masyarakat sekitar tempat tinggal siswa luar biasa. Meskipun anak luar biasa memiliki segudang kelemahan, namun mereka adalah warga negara yang sama dibandingkan siswa yang normal, yang pelaksanaan aktualisasi potensinya disesuaikan dengan derajat kelainan atau penyimpangan, pendidikan dan kemampuannya (UU No.4/1997, UUSPN No 20 / 2003).

Dalam sekolah inklusi siswa berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan siswa reguler, permasalahannya akan bisa ditangani secara khusus dari guru reguler maupun guru inklusi dengan melakukan asesmen dalam penerimaan siswa yang baru masuk, penerapan kurikulum dan sarana prasarana modifikasi, serta pengelolaan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa.

Hak-hak Siswa Berkebutuhan Khusus 

Dalam rangka mewujudkan pembanguna nasional, siswa berkebutuhan khusus merupakan bagian integral dari masyarakat Indonesia yang memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban dan peran yang sama (UU No.4/1997, UUSPN No 25 / 1997).

Dengan sekolah inklusi siswa berkebutuhan khusus juga berhak memperoleh perlakuan yang sama dari guru reguler tanpa adanya diskriminatif.

Pendidikan Bagi Siswa Berkebutuhan Khusus 

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, penyandang kelainan fisik dan atau mental maupun keluarbiasaan kemampuan dan intelegensi berhak atas layanan pendidikan khusus. Bagi penyandang cacat telah diundangkan PP No.72 tahun 1991 tentang pendidikan luar biasa, dan dewasa ini telah ada lebih dari 750 lembaga pendidikan PLB dengan jumlah siswa lebih dari 33.000 orang yang tersebar di seluruh Indonesia (Sunardi, 1998). Bagi penyandang cacat yang memperoleh layanan pendidikan khusus, pelaksanaannya di lembaga pendidikan khusus disebut Sekolah Luar Biasa (SLB), yang disebut sebagai sistem pendidikan model segregasi.

Sistem pendidikan model segregasi atau terpisah dengan orang normal semacam ini mengandung beberapa kelemahan, diantaranya (Salim, 1990):
  1. Biaya untuk mendirikan sekolah sangat mahal. 
  2. Umumnya tempat sekolah di kota, sehingga banyak penyandang cacat yang tidak terjangkau oleh sistem pendidikan ini.
  3. Jumlah guru yang dibutuhkan sangat banyak sehingga tidak efisien, demikian juga biaya operasional sekolah, sarana pendidikan, sarana terapi, dan sebagainya. Semua itu membutuhkan biaya yang sangat mahal.
Atas dasar pertimbangan mahalnya biaya pendidikan di sekolah khusus, maka sekarang kecenderungan penyelenggara pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus adalah menerapkan sistem integrasi.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Siswa Berkebutuhan Khusus. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2015/12/siswa-berkebutuhan-khusus.html