Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)

Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana elin, 2011). Penyebab pasti Benigna Prostat Hyperplasia belum diketahui,  maka muncul beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigna Prostat Hyperplasia antara lain (Andra & Yessie, 2013:97):
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
  1. Hipotesis Dehidrotestosteron (DHT). Pembesaran prostat diaktifkan oleh testosterone dan DHT.
  2. Faktor usia. Peningkatan usia membuat ketidakseimbangan rasio antara estrogen dan testosterone.
  3. Faktor growth. Peningkatan epidermal growth faktor dan penurunan transforming growth faktor beta menyebabkan hyperplasia stroma dan epite.
  4. Meningkatnya masa hidup sel-sel prostat.

Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut,  oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus (Purnomo, 2011:126).

Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradox. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluksakan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajad & De jong, 2011:900).

Manifestasi Klinik

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigna Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua bagian :

a. Gejala Obstruktif

  1. Hesitancy yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrusor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
  2. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrusor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
  3. Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
  4. Pancaran lemah yaitu kelemahan, kekuatan dan kaliber pancaran destrusor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
  5. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas

b. Gejala Iritasi

  1. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
  2. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (nocturia) dan pada siang hari.
  3. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan colok dubur (Recta Toucher)

Pemeriksaan colok dubur adalah memasukan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin kedalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinilai :
  1. Tonus sfringter ani dan reflek bulbo-kavernosus (BCR)
  2. Mencari kemungkinan adanya masa di dalam rumen rectum.
  3. Menilai keadaan prostat.

b. Laboratorium

  1. Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria.
  2. Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal.

c. Pengukuran derajat berat obstruksi

  1. Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal sisa urin kosong dan batas intervensi sisa urin lebih 100 cc)
  2. Pancaran urin. Syarat: jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-rata 10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik (Wijaya dan Putri, 2013:100).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien BPH meliputi :
  1. Medikamentosa, yaitu terapi pengobatan untuk mengurangi resistensi otot polos prostat. 
  2. Pembedahan adalah penyelesaian masalah hiperplasia prostat yang paling efektif adalah, karena pemberian obat-obatan atau terapi non infasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang lama untuk melihat hasil terapi. Terapi pembedahan yang bisa dikerjakan pada Benigne Prostate Hyperplasia yaitu dengan cara operasi terbuka, reseksi prostat transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP). Pembedahan diindikasikan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, mengalami retensi urin, infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah (Purnomo, 2010:132-133).

Komplikasi

Menurut Aspiani (2015 hal. 395), komplikasi yang terjadi pada pasien pasca operasi Benigna Prostat Hyperplasia adalah :
  1. Impotensi
  2. Hemoragic pasca bedah.
  3. Fistula.
  4. Striktur pasca bedah.
  5. Inkontenensia urian.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Benigna Prostat Hyperplasia (BPH). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2016/04/benigna-prostat-hyperplasia-bph.html