Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pengertian, Jenis, Penyebab dan Tahapan Konflik

Konflik berasal dari kata bahasa latin con berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial di antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Pengertian, Jenis, Penyebab dan Tahapan Konflik
Ilustrasi Konflik
Berikut ini beberapa pengertian Konflik dari beberapa sumber buku:
  1. Menurut Winardi (1994:1), konflik adalah adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau pun organisasi-organisasi.
  2. Menurut Alo Liliweri (1997:128), konflik adalah bentuk perasaan yang tidak beres yang melanda hubungan antara satu bagian dengan bagian lain, satu orang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lain.
  3. Menurut Ramlan Surbakti (1992:149), konflik yaitu benturan, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, indivudu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah.
  4. Menurut Eep Saeffullah Fatah (1994:46-47) konflik adalah Suatu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, paham atau kepentingan di antara dua pihak atau lebih. Pertentangan ini dapat berbentuk non fisik, bisa juga berkembang menjadi benturan fisik, bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent) ataupun berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-violent).
  5. Menurut Wirawan (2010:1-2), konflik adalah perbedaan persepsi mengenai kepentingan terjadi ketika tidak terlihat adanya alternatif. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi. yang dapat memuaskan aspirasi kedua belah pihak.
  6. Menurut Joyce L. Hocker (1995:1), konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola prilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Dalam kehidupan manusia, konflik adalah suatu hal yang tidak dapat dielakkan dan sifatnya persuasif/menyeluruh.Ia dapat muncul dalam diri individu (Intrapersonal Conflict) ataupun antar individu (interpersonal conflict) baik itu dalam konteks kelompok, organisasi, komunitas, ataupun bangsa.

Jenis-jenis Konflik 

a. Konflik Sederhana

Konflik dengan jenis ini masih pada taraf emosi dan muncul dari perasaan berbeda yang dimiliki oleh individu. Terdapat empat jenis konflik sederhana, yaitu: 
  1. Konflik personal versus diri sendiri adalah konflik yang terjadi karena apa yang dipikirkan atau yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan.
  2. Konflik personal versus personal adalah konflik antar personal yang bersumber dari perbedaan karakter masing-masing personal.
  3. Konflik personal versus Masyarakat adalah konflik yang terjadi antara individu dan Masyarakat yang bersumber dari perbedaan keyakinan suatu kelompok atau keyakinan Masyarakat atau perbedaan hukum.
  4. Konflik personal versus alam adalah konflik yang terjadi antara keberadaan personal dan tekanan alam.

b. Konflik berdasarkan Sifat

Jenis konflik dapat juga dilihat dari sifat gerak-dinamika konflik. Berdasarkan sifatnya, konflik dapat dibedakan menjadi:
  1. Adanya keyakinan bahwa setiap konflik mempunyai struktur tertentu, dan struktur itu umumnya bersifat laten yang mempunyai karakteristik, sifat, atau modus operan yang relatif hampir sama dan berulang-ulang. 
  2. Konflik yang bersifat manifes, konflik laten yang menjadi konflik yang nyata (manifes). 
  3. Kadang–kadang sifat konflik itu tidak laten juga tidak manifes. Melainkan datang sebagai sebuah peristiwa yang luar biasa karena tidak ada catatan modus operan di sebelumnya.

c. Konflik Berdasarkan Jenis Peristiwa dan Proses

Konflik dapat dibedakan berdasarkan jenis peristiwa dan proses, yaitu: 
  1. Konflik biasa adalah konflik yang terjadi karena hanya karena adanya kesalahpahaman akibat distorsi informasi. Melibatkan hubungan antar personal yang sejawat, awalnya didorong oleh faktor emosi. 
  2. Konflik luar biasa adalah konflik yang tidak berstruktur karena sebelumnya kita tidak mempunyai catatan mengenai modus operan.
  3. Konflik Zero-Sum (game) adalah bentuk konflik yang hasilnya adalah satu pihak menang dan pihak lain kalah (win-lose).
  4. Konflik merusak adalah konflik yang dari proses sampai hasilnya merusak sistem relasi sosial. 
  5. Konflik yang dapat dipecahkan adalah konflik subtantif karena dapat dipecahkan melalui sebuah keputusan bersama.

d. Konflik Berdasarkan Posisi Pelaku Konflik 

Konflik dapat dibedakan berdasarkan posisi pelaku konflik yang berkonflik, yaitu (Wirawan; 2010: 116):
  1. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara elite dan massa (rakyat). Elit yang dimaksud adalah aparat militer, pusat pemerintah ataupun kelompok bisnis. Hal yang menonjol dalam konflik vertikal adalah terjadinya kekerasan yang biasa dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyat.
  2. Konflik horizontal, adalah konflik terjadi di kalangan massa atau rakyat sendiri, antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang relatif sama. Artinya, konflik tersebut terjadi antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan relatif sederajat, tidak ada yang lebih tinggi dan rendah.

Penyebab Konflik

Menurut Hugh Miall dkk (2000:80-91) terdapat enam teori penyebab konflik, yakni:
  1. Teori hubungan masyarakat. Dalam teori hubungan masyarakat ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidak percayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. 
  2. Teori negosiasi prinsip. Dalam teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. 
  3. Teori kebutuhan manusia. Teori ini berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia-fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. 
  4. Teori identitas. Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. 
  5. Teori kesalahpahaman antarbudaya. Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda. 
  6. Teori transformasi konflik. Teori ini berasumsi konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sedangkan menurut Wiese dan Becker (dalam Soekamto, 2006:91), penyebab konflik di-latar-belakangi adanya berbedaan dan pertentangan sebagai berikut: 
  1. Perbedaan antara individu-individu. Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka. 
  2. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut. 
  3. Perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan antara individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan. 
  4. Perubahan sosial. Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu dapat mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Sebab-sebab terjadinya konflik antara lain (Diana Francis, 2006:29): 
  1. Komunikasi. Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti dan informasi yang tidak lengkap. 
  2. Struktur. Pertarungan kekuasaan antara pemilik kepentingan atau sistem yang bertentangan, persaingan untuk merebutkan sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
  3. Pribadi. Ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi dengan perilaku yang diperankan mereka, dan perubahan dalam nilai-nilai persepsi.

Tahapan Terjadinya Konflik

Terdapat lima tahapan proses terjadinya konflik, yaitu:

1. Prakonflik

Ini merupakan periode dimana terdapat suatu ketidak sesuaian sasaran diantara dua belah pihak atau lebih, sehingga timbullah sebuah konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun satu pihak atau lebih mengetahui potensi terjadinya konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain pada tahap ini.

2. Konfrotasi

Pada tahap ini konflik terjadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah. Mungkin para pendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi atau perilaku konfrontatif. Pertikaian atau kekerasan pada tingkat rendah lainnya terjadi diantara kedua belah pihak. Masing–masing pihak mungkin mengumpulkan sumber daya dan kekuatan dan mencari sekutu dengan harapan dapat meningkatkan konfrontasi dan kekerasan. Hubungan diantara kedua belah pihak menjadi sangat tegang, mengarah pada polarisasi antara para pendukung di masing-masing pihak.

3. Krisis

Ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan kekerasan terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang, ketika kedua belah pihak jatuh korban dan saling membunuh. Komunikasi normal diantara kedua belah pihak kemungkinan terputus. Pernyataan–pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak-pihak lainnya.

4. Akibat

Suatu konflik pasti akan meninggalkan akibat. Satu pihak mungkin menaklukkan pihak lain, atau mungkin melakukan gencatan senjata. Satu pihak mungkin menyerah dengan sendirinya, atau menyerah atas desakan pihak lain. Kedua belah pihak mungkin setuju untuk bernegosiasi dengan atau tanpa perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga yang mungkin lebih berkuasa memaksa dua belah pihak untuk menghentikan pertikaian. Apapun keadaannya, tingkat ketegangan, konfrontasi dan kekerasan pada tahap ini agak menurun, dengan kemungkinan adanya penyelesaian.

5. Pasca konflik

Situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai macam konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah pada situasi normal diantara kedua belah pihak. Namun isu-isu dan masalah–masalah yang timbul karena sasaran mereka yang saling bertentangan tidak diatasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi prakonflik.

Daftar Pustaka

  • Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), Cetakan Pertama. Bandung: Mandar Maju.
  • Liliweri Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
  • Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widya Sarana.
  • Eep Saefulloh Fatah. 1994. Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
  • Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori. Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika.
  • Wilmot, William W. & Joyce L. Hocker. 1995. Interpersonal Conflict, Third Edition. Iowa: Wm.C.Brown Publishers.
  • Hugh Miall, Oliver Ramsbotham, dan Tom Woodhouse. 2000. Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Soekamto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Diana Francis. 2006. Teori Dasar Tranformasi Konflik Sosial. Alihbahasa Hindrik Muntu, Yossi Suparyo. Yogyakarta: Quills.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Pengertian, Jenis, Penyebab dan Tahapan Konflik. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2017/08/pengertian-jenis-penyebab-dan-tahapan-konflik.html