Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Hujan dan Alat Pengukur Curah Hujan

Hujan adalah sebuah peristiwa presipitasi (jatuhnya cairan dari atmosfer yang berwujud cair maupun beku ke permukaan bumi) berwujud cairan. Hujan biasanya terjadi karena pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hujan merupakan hydrometeor yang jatuh berupa partikel-partikel air yang mempunyai diameter 0.5 mm atau lebih. Hydrometeor yang jatuh ke tanah disebut hujan sedangkan yang tidak sampai tanah disebut Virga (Tjasyono, 2006).

Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan horizontal. Curah hujan 1 mm adalah jumlah air hujan yang jatuh di permukaan per satuan luas (m2) dengan volume sebanyak 1 liter tanpa ada yang menguap, meresap atau mengalir (Aldrian dkk, 2011).

Jenis-jenis Hujan 

Berdasarkan faktor penyebab terjadinya hujan, terdapat empat jenis hujan, yaitu sebagai berikut:

a. Hujan Orografi 

Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik dan kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angin hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada di belakangnya. Curah hujan berbeda menurut ketinggiannya, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.

b. Hujan Konvektif 

Hujan ini merupakan hujan yang paling umum terjadi di daerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik ke atas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai Guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang sempit. Badai Guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan.

c. Hujan Frontal 

Hujan ini terjadi karena adanya front panas, awan yang terbentuk biasa tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin, awan yang terjadi biasanya tipe cumulus dan cumulonimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.

d. Hujan Siklon Tropis 

Siklon tropis hanya dapat timbul di daerah tropis antara lintang 0º - 10º lintang utara dan selatan tidak berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklus tropis dapat timbul di lautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya.

Berdasarkan ukuran butiran hujan, terdapat empat jenis hujan, yaitu sebagai berikut:
  1. Hujan gerimis (drizzle), adalah hujan dengan diameter butirannya kurang dari 0,5 mm. 
  2. Hujan salju (snow), adalah kristal-kristal es yang temperatur udaranya berada di bawah titik beku (0ºC).
  3. Hujan batu es, adalah hujan curahan batu es yang turun di dalam cuaca panas awan yang temperaturnya di bawah titik beku (0ºC). 
  4. Hujan deras (rain), adalah hujan dengan curah hujan yang turun dari awan dengan nilai temperatur di atas titik beku berdiameter butiran ± 7 mm.
Berdasarkan intensitas jumlah hujan per satuan waktu tertentu selama hujan berlangsung, hujan dibagi menjadi lima jenis, yaitu:
  1. Hujan Sangat lemah, yaitu hujan dengan curah hujan < 0.02 mm/menit. 
  2. Hujan Lemah, yaitu hujan dengan curah hujan 0.02 - 0.05 mm/menit.
  3. Hujan Sedang, yaitu hujan dengan curah hujan 0.05 - 0.25 mm/menit.
  4. Hujan Deras, yaitu hujan dengan curah hujan 0.25 - 1 mm/menit.
  5. Hujan Sangat deras, yaitu hujan dengan curah hujan >1 mm/menit.

Proses Terjadinya Hujan 

Proses terjadinya hujan merupakan siklus yang berputar sepanjang waktu. Proses terbentuknya hujan adalah sebagai berikut:
  1. Seluruh wilayah pada permukaan perairan bumi seperti sungai, danau, laut akan menguap ke udara karena panas matahari. 
  2. Uap air kemudian naik terus ke atas kemudian menyatu dengan udara.
  3. Suhu udara yang semakin tinggi akan membuat uap air itu melakukan kondensasi atau menjadi embun, yang menghasilkan titik-titik air yang berbentuk kecil.
  4. Suhu yang semakin tinggi membuat butiran uap yang menjadi embun tersebut semakin banyak jumlahnya, yang kemudian berkumpul membentuk awan.
  5. Awan kemudian terus berwarna menjadi kelabu dan gelap yang dikarenakan butiran airnya sudah terkumpul dalam jumlah banyak.
  6. Lalu suhu yang sangat dingin dan semakin berat, membuat butiran-butiran tersebut akan jatuh ke bumi yang dinamakan hujan.

Alat Pengukur Curah Hujan 

Alat pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs) yang disebut ombrometer. Pengukur hujan adalah instrumen yang digunakan untuk mendapatkan dan mengukur jumlah curah hujan pada satuan waktu tertentu. Curah hujan dari pengukuran alat dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut penakar.

Terdapat beberapa jenis alat pengukur hujan, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Penakar Curah Hujan tipe Observatorium (Obs) 

Penakar Hujan Observatorium
Alat ini lebih dikenal dengan dengan nama Penakar Hujan Observatorium (OBS) atau Penakar Hujan Manual, sedang di kalangan pertanian dan pengairan biasa disebut ombrometer. Sebuah alat yang digunakan untuk menakar atau mengukur hujan harian. Sebuah penakar hujan Obsevatorium mewakili luasan area datar sampai radius 5 km.

b. Penakar Curah Hujan tipe Hellman 

Penakar Hujan Hellman
Alat ini merupakan penakar hujan otomatis dengan tipe siphon. Bila air hujan terukur setinggi 10 mm, siphon bekerja mengeluarkan air dari tabung penampungan dengan cepat, kemudian siap mengukur lagi dan kemudian seterusnya. Di dalam penampung terdapat pelampung yang dihubungkan dengan jarum pena penunjuk yang secara mekanis membuat garis pada kertas pias posisi dari tinggi air hujan yang tertampung.

c. Penakar Curah Hujan tipe Tipping Bucket 

Penakar Hujan Tipping Bucket
Merupakan penakar hujan otomatis menggunakan prinsip menampung air hujan pada bejana yang berjungkit. Bila air mengisi bejana penampung yang setara dengan tinggi hujan 0,5 mm akan berjungkit dan air dikeluarkan. Terdapat dua buah bejana yang saling bergantian menampung air hujan. Tiap gerakan bejana berjungkit secara mekanis tercapat pada pias atau menggerakkan counter (penghitung). Jumlah hitungan dikalikan dengan 0,5 mm adalah tinggi hujan yang terjadi.

d. Penakar Curah Hujan tipe Tilting Siphon 

Penakar Hujan Tilting Siphon
Merupakan penakar hujan otomatis menggunakan prinsip menampung air hujan dalam tabung penampung. Bila penampung penuh, tabung menjadi miring dan siphon mulai bekerja megeluarkan air dari dalam tabung. Setiap pergerakan air dalam tabung penampung tercatat pada pias sama seperti alat penakar hujan otomatis lainnya.

Daftar Pustaka

  • Tjasyono, Bayong HK. 2006. Klimatologi. Bandung: ITB Press. 
  • Aldrian, E., Mimin dan Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara.
  • Afiandhie, Hafnie. 2012. Perancangan Alat Ukur untuk Menghitung Tingkat Curah Hujan dengan Menggunakan Pengiriman Data Wireless. Bandung: UNIKOM. 
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Hujan dan Alat Pengukur Curah Hujan. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2018/11/hujan-dan-alat-pengukur-curah-hujan.html