Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Tujuan, Jenis, Syarat dan Rukun Zakat

Zakat adalah suatu ibadah umat Islam yang dilaksanakan dengan cara memberikan sejumlah kepemilikan harta setelah kadarnya terpenuhi kepada orang yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Menurut istilah bahasa (etimologi), kata zakat berasal dari kata zaka yang artinya tumbuh, berkah, bersih dan berkembang.

Tujuan, Jenis, Syarat dan Rukun Zakat
Zakat merupakan rukun islam keempat yang diwajibkan kepada setiap umat muslim yang sudah dianggap mampu mengeluarkannya, karena dengan mengeluarkan harta untuk berzakat kita dapat membersihkan harta agar kembali kepada hakekatnya yaitu kesucian.

Berikut beberapa pengertian dan definisi zakat dari beberapa sumber:
  • Menurut Asy-Syaukani, zakat adalah pemberian sebagian harta yang telah mencapai nishab kepada orang fakir dan sebagainya dan tidak mempunyai sifat yang dapat dicegah syara’ untuk mentasharufkan kepadanya (Ash-Shiddiqy, 2009). 
  • Menurut Rofiq (2004), zakat adalah ibadah dan kewajiban sosial bagi para aghniya’ (hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal (nishab) dan rentang waktu setahun (haul).
  • Menurut Inayah (2003), zakat merupakan harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang kepada masyarakat umum atas individu yang bersifat mengikat, final, tanpa mendapatkan imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta. 
  • Menurut Hafidhuddin (2002), zakat merupakan bagian dari harta dengan persyaratan tertentu berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist, yang allah wajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada orang atau pihak yang berhak menerimanya. 

Tujuan dan Manfaat Zakat 

Menurut Zuhri (2012), zakat adalah ibadah maliah ijtima’iyah yang mempunyai sasaran sosial untuk membangun satu sistem ekonomi yang mempunyai tujuan kesejahteraan dunia dan akhirat. Adapun beberapa tujuan zakat adalah sebagai berikut:
  1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan.
  2. Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh orang yang berutang, ibnu sabil, dan mustahiq lainnya. 
  3. Membina tali persaudaraan sesama umat Islam. 
  4. Menghilangkan sifat kikir dari pemilik harta. 
  5. Membersihkan sifat dengki dan iri hati dari orang-orang miskin.
Adapun manfaat dan hikmah pelaksanaan zakat adalah sebagai berikut (Al-Zuhayly, 1995):
  1. Zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pendosa dan pencuri.
  2. Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka untuk bekerja dengan semangat, ketika mereka mampu melakukannya dan bisa mendorong mereka meraih kehidupan yang layak.
  3. Zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil. Dan juga melatih seorang mukmin untuk bersifat pemberi dan dermawan.
  4. Zakat diartikan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta yang telah dititipkan kepada seseorang.

Jenis-jenis Zakat 

Zakat dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat maal (harta). Penjelasan keduanya adalah sebagai berikut:

a. Zakat Fitrah 

Zakat fitrah itu adalah zakat diri atau pribadi dari setiap muslim yang dikeluarkan menjelang hari raya Idul Fitri. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua hijriah yaitu pada bulan ramadhan diwajibkan untuk mensucikan diri dari orang yang berpuasa dari perbuatan dosa, Zakat fitrah itu diberikan kepada orang miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka agar tidak sampai meminta-minta pada saat hari raya (Hasan, 2006).

b. Zakat Maal 

Zakat maal adalah zakat yang boleh dikeluarkan pada waktu yang tidak tertentu, mencakup hasil perniagaan, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi) yang masing-masing memiliki perhitungan sendiri-sendiri yang dikeluarkan dari harta atau kekayaan serta penghasilan yang dimiliki oleh seorang muslim yang telah mencapai nishab dan haulnya. Perhitungan zakat maal menurut nishab, kadar, dan haul yang dikeluarkan ditetapkan berdasarkan hukum agama (Nurhayati dan Wasilah, 2011).

Syarat dan Rukun Zakat 

Zakat memiliki beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut kesepakatan para ulama syarat wajib zakat ialah merdeka, muslim, kepemilikan harta yang penuh bukan dari utang, mencapai nisab, mencapai hawl dan harta yang dizakati melebihi kebutuhan pokok.

Syarat sah dalam pelaksanaan zakat adalah niat dan Tamlik (pemindahan kepemilikan harta kepada pemiliknya). Niat dilaksanakan ketika dilakukan penyerahan zakat kepada pihak yang berhak menerimanya, apabila penyerahan tersebut tidak disertai dengan niat maka dinyatakan tidak sah, karena zakat merupakan ibadah sedangkan salah satu syarat dari ibadah adalah adanya niat.

Rukun zakat merupakan sebagian dari nisab (harta) dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir dan menyerahkan kepadanya, ataupun harta tersebut diserahkan kepada wakilnya yakni imam atau orang uang bertugas untuk memungut zakat (amil).

Penerima Zakat 

Menurut Qardawi (2004), terdapat delapan asnaf atau golongan yang berhak menerima zakat (Mustahik) yaitu sebagai berikut:
  1. Fakir ialah orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. 
  2. Miskin ialah orang yang memiliki penghasilan atau pekerjaan namun tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri maupun keluarga yang ditanggungnya. 
  3. Amil ialah pengurus zakat baik yang diangkat oleh pemerintah atau masyarakat dalam melaksanakan penghimpunan zakat dan menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan.
  4. Muallaf ialah orang yang baru memelum agama Islam yang diberikan zakat untuk memantapkan hati dan keimanan mereka untuk tetap memeluk agama Islam. 
  5. Hamba sahaya ialah orang yang diberikan zakat untuk membebaskan diri mereka dari perbudakan.
  6. Gharim ialah orang yang memiliki utang pribadi yang bukan untuk keperluan maksiat dan tidak memiliki harta untuk melunasinya.
  7. Fisabilillah ialah orang yang melakukan suatu kegiatan yang berada di jalan Allah, seperti kegiatan dakwah dan sejenisnya.
  8. Ibnu sabil ialah orang yang berada dalam perjalanan (Musafir) yang mengalami kesusahan atau kehabisan bekal dalam perjalanan tersebut.

Daftar Pustaka

  • Ash-Shiddiqy, Teuku Muhammad Hasby. 2009. Pedoman Zakat. Semarang: Pustaka Rizki Putra. 
  • Rofiq, Ahmad. 2004. Fiqh Kontekastual: dari Normatif ke Pemaknaan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 
  • Hafidhudhin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani. 
  • Inayah, Gazi. 2003. Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak. Yogyakarta: TiaraWacana. 
  • Zuhri, Saifudin. 2012. Zakat di Era Reformasi (Tata Kelola Baru). Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
  • Al-Zuhayly, Wahbah. 1995. Zakat (Kajian Berbagai Mazhab). Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • Hasan, K.N. Sofyan. 2006. Pengantar Zakat dan Wakaf. Surabaya: Al-Ikhlas.
  • Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2011. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. 
  • Qardawi, Yusuf. 2004. Hukum Zakat. Bogor: Pustaka Linier Antar Nusantara.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Tujuan, Jenis, Syarat dan Rukun Zakat. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2018/11/tujuan-jenis-syarat-dan-rukun-zakat.html