Fungsi, Dimensi dan Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas
Daftar Isi
Religiusitas berasal dari kata religion (Inggris) atau religi (Indonesia), dalam bahasa Latin yaitu religio, relegere atau religure yang artinya mengikat. Kata relegare mempunyai pengertian dasar berhati-hati dan berpegang pada norma-norma atau aturan secara ketat (Ghufron, 2012).
Religiusitas adalah suatu kesatuan unsur yang komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang yang beragama (being religious), dan bukan sekadar mengaku mempunyai agama (having religious). Religiusitas meliputi pengetahuan agama, pengalaman agama, perilaku (moralitas) agama, dan sikap sosial keagamaan.
Berikut ini beberapa pengertian dan definisi religiusitas dari beberapa sumber buku:
- Menurut Glock dan Stark (1966), religiusitas adalah adalah tingkat konsepsi seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. Tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh, sehingga terdapat berbagai cara bagi individu untuk menjadi religius.
- Menurut Emha Ainun Najib, religiusitas adalah inti kualitas hidup manusia, dan harus dimaknakan sebagai rasa rindu, rasa ingin bersatu, rasa ingin berada bersama dengan sesuatu yang abstrak (Jabrohim, 2003).
- Menurut Fetzer (1999), religiusitas adalah sesuatu yang lebih menitikberatkan pada masalah perilaku, sosial, dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Doktrin yang dimiliki oleh setiap agama wajib diikuti oleh setiap pengikutnya.
- Menurut Ancok dan Suroso (2001), religiusitas adalah keberagaman yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.
- Menurut Jalaluddin (2001), religiusitas merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Religiusitas merupakan perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada Nash.
Fungsi Religiusitas
Menurut Asyarie (1988), terdapat enam fungsi religiusitas dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:- Fungsi Edukatif. Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Dalam hal ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik.
- Fungsi Penyelamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu alam dunia dan akhirat.
- Fungsi Perdamaian. Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui pemahaman agama.
- Fungsi Pengawasan Sosial. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok.
- Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Para penganut agama yang secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam kesatuan iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh.
- Fungsi Transformatif. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan manusia seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluk kadangkala mampu mengubah kesetiaannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya.
Dimensi Religiusitas
Menurut Glock & Stark (1966), terdapat lima dimensi religiusitas, yaitu sebagai berikut (Ancok & Suroso, 2001):- Dimensi keyakinan, merupakan dimensi ideologis yang memberikan gambaran sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dari agamanya.
- Dimensi peribadatan atau praktek agama, merupakan dimensi ritual, yakni sejauh mana seseorang menjalankan kewajiban-kewajiban ritual agamanya.
- Dimensi pengamalan atau konsekuensi, menunjuk pada seberapa tingkatan seseorang berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain.
- Dimensi pengetahuan, menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, sebagaimana termuat dalam kitab sucinya.
- Dimensi penghayatan, menunjuk pada seberapa jauh tingkat seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius.
Karakteristik Religiusitas
Menurut Husain At Tariqi (2004), religiusitas dapat dilihat dari kriteria atau ciri-ciri berikut ini:- Kemampuan Melakukan Differensiasi. Artinya kemampuan dengan baik dimaksudkan sebagai individu dalam bersikap dan berperilaku terhadap agama secara objektif, kritis, berfikir secara terbuka. Individu yang memiliki sikap religiusitas tinggi yang mampu melakukan diferensiasi, akan mampu menempatkan aspek rasional sebagai salah satu bagian dari kehidupan beragamanya, sehingga pemikiran tentang agama menjadi lebih kompleks dan realistis.
- Berkarakter Dinamis. Apabila individu telah berkarakter dinamis, agama telah mampu mengontrol dan mengarahkan motif-motif dan aktivitasnya. Aktivitas keagamaan semuanya dilakukan demi kepentingan agama itu sendiri.
- Integral. Keberagaman yang matang akan mampu mengintegrasikan atau menyatukan sisi religiusitasnya dengan segenap aspek kehidupan termasuk sosial, ekonomi.
- Sikap Berimbang Antara Kesenangan Dunia Tanpa Melupakan Akhirat. Seorang yang memiliki sikap religiusitas tinggi akan mampu menempatkan diri antara batas kecukupan dan batas kelebihan.
Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas
Menurut Thouless, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi religiusitas, yaitu sebagai berikut (Ramayulis, 2002):- Pengaruh pendidikan atau pengajaran dari berbagai tekanan sosial (faktor sosial) yang mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keagamaan, termasuk pendidikan dan pengajaran orang tua, tradisi-tradisi sosial untuk menyesuaikan dengan berbagai pendapatan sikap yang disepakati oleh lingkungan.
- Berbagai pengalaman yang dialami oleh individu dalam membentuk sikap keagamaan terutama pengalaman mengenai keindahan, keselarasan, dan kebaikan dunia lain (faktor alamiah), adanya konflik moral (faktor moral) dan pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif).
- Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan- kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta, kasih, harga diri, dan ancaman kematian.
- Berbagai proses pemikiran verbal atau proses intelektual. Manusia di ciptakan dengan memiliki berbagai macam potensi. Salah satunya adalah potensi untuk beragama. Potensi beragama ini akan terbentuk, tergantung bagaimana pendidikan yang diperoleh anak. Seiring dengan bertambahnya usia, maka akan muncul berbagai macam pemikiran-pemikiran verbal. Salah satu dari pemikiran verbal ini adalah pemikiran akan agama.
Daftar Pustaka
- Glock, C. dan Stark, R. 1966. Religion and Society In Tension. Chicago: Universityof California.
- Jabrohim. 2003. Tahajjut Cinta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Jalaludin. 2001. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Asyarie, Musa. 1988. Agama Kebudayaan dan Pembangunan menyongsong Era Industrialisasi. Yogyakarta: Kalijaga Press.
- Ancok dan Suroso. 2001. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Husain at tariqi, Abdullah A. 2004. Ekonomi Islam Prinsip, Dasar dan Tujuan. Yogyakarta: Magistra Insania Press.
- Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.