Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pengertian, Kriteria, Ciri dan Kode Etik Jurnalistik

Jurnalistik adalah kegiatan, proses atau teknik mencari, menulis, dan menyebarluaskan informasi, berupa berita (news) atau opini (views) kepada publik melalui media massa, baik media elektronik maupun media cetak.

Pengertian, Kriteria, Ciri dan Kode Etik Jurnalistik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2003), jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit dan menerbitkan berita di surat kabar dan sebagainya, yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran.

Istilah jurnalistik berasal dari bahasa Perancis, yaitu "journ" yang artinya catatan atau laporan harian. Kata jurnalistik dalam bahasa Belanda Journaliestiek, bahasa Inggris Journalism bersumber dari kata journal, yang dalam bahasa Latin yaitu "diurnal" yang berarti harian atau setiap hari

Berikut definisi dan pengertian jurnalistik dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Effendy (1984), jurnalistik adalah mengelola berita sejak dari mendapatkan bahan sampai pada menyebarluaskannya kepada khalayak.
  • Menurut Widjaja (1986), jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peristiwa atau kejadian sehari-hari yang aktual dan faktual dalam waktu secepat-cepatnya.
  • Menurut Sumadiria (2006), jurnalistik merupakan kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
  • Menurut Adinegoro (Amar, 1984), jurnalistik merupakan semacam kepandaian mengarang yang pokoknya member pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. 
  • Menurut Kurniawan (1991), jurnalistik adalah suatu kegiatan dalam komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita atau ulasan mengenai berbagai hal atau peristiwa sehari-hari yang bersifat umum dan hangat, dalam waktu yang secepat-cepatnya.

Kriteria Berita Jurnalistik 

Menurut Sumadiria (2006), terdapat beberapa kriteria sebuah berita dikatakan sebagai produk jurnalistik, yaitu:
  1. Keluarbiasaan (unusualness). Berita adalah sesuatu yang luar biasa. Berita bukanlah sesuatu peristiwa biasa. Semakin besar suatu peristiwa, semakin besar pula nilai berita yang ditimbulkannya. Nilai berita peristiwa luar biasa, paling tidak dapat dilihat dari lima aspek, yakni lokasi peristiwa, waktu peristiwa, jumlah korban, daya kejut peristiwa dan dampak yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut. 
  2. Kebaruan (newness). Berita adalah apa saja yang disebut hasil karya terbaru, seperti sepeda motor baru, mobil baru, rumah baru, gedung baru, wali kota baru, dan lain sebagainya. 
  3. Akibat (impact). Berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif angkutan umum, tarif telepon, dan lain sebagainya. Apa saja yang menimbulkan akibat sangat berarti bagi masyarakat, itulah berita. Semakin besar dampak sosial budaya ekonomi atau politik yang ditimbulkannya, maka semakin besar nilai berita terkandung. 
  4. Aktual (timeliness). Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Berita adalah apa yang terjadi hari ini, apa yang masih belum diketahui tentang apa yang akan terjadi hari ini, atau adanya opini berupa pandangan dan penilaian yang berbeda dengan opini sebelumnya sehingga opini itu mengandung informasi penting dan berarti. 
  5. Kedekatan (proximity). Berita adalah kedekatan. Maksud kedekatan di sini adalah kedekatan geografis dan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada suatu peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat tinggal. Sedangkan kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau berita. 
  6. Informasi (information). Berita adalah informasi. Setiap informasi belum tentu memiliki nilai berita. Informasi yang tidak memiliki nilai berita tidak layak untuk dimuat, disiarkan atau ditayangkan media massa. Hanya informasi yang memberi manfaat kepada khalayak. 
  7. Konflik (conflict). Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur dan sarat dengan dimensi pertentangan. 
  8. Orang penting (prominence). Berita adalah tentang orang-orang penting, ternama, pesohor, selebriti, dan lain sebagainya baik dalam kondisi biasa maupun luar biasa. 
  9. Keterkaitan manusiawi (human interest). Kadang-kadang suatu peristiwa tidak menimbulkan efek berarti pada seseorang, sekelompok orang atau bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat, tetapi lebih menimbulkan getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan dan alam perasaannya. Apa saja yang dinilai mengandung minat insani, menimbulkan ketertarikan manusiawi, mengembangkan hasrat dan naluri ingin tahu merupakan salah satu contoh ketertarikan manusiawi.
  10. Kejutan (surprising). Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, di luar dugaan, tidak direncanakan, di luar perhitungan dan tidak diketahui sebelumnya. Kejutan bisa menunjuk pada ucapan dan perbuatan manusia, bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang terjadi pada lingkungan alam.

Ciri Bahasa Jurnalistik 

Menurut Sumadiria (2006), bahasa jurnalistik memiliki bentuk yang berbeda dengan tulisan atau bahasa pada umumnya. Adapun ciri-ciri bahasa jurnalistrik adalah sebagai berikut:
  1. Sederhana. Sederhana berarti selalu mengutamakan atau memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya. 
  2. Singkat. Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat sederhana. 
  3. Padat. Padat berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. 
  4. Lugas. Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi. 
  5. Jelas. Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelas di sini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya, dan jelas sasaran atau maksudnya. 
  6. Jernih. Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak memiliki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan.
  7. Menarik. Artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur, terjaga seketika. 
  8. Demokratis. Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal sehingga sama sekali tidak dikenal pendekatan feodal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan keraton.
  9. Populis. Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca. 
  10. Logis. Artinya, apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraf jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense).
  11. Gramatikal. Berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku.
  12. Menghindari kata tutur. Kata tutur adalah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Contoh: bilang, dibilangin, bikin, kayaknya, mangkanya, kelar, jontor, dll..
  13. Menghindari kata dan istilah asing. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan. Menurut teori komunikasi, media massa anonim dan heterogen, tidak saling mengenal dan benar-benar majemuk. 
  14. Pilihan kata (diksi) yang tepat. Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif, tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektivitas. Artinya, setiap kata yang dipilih memang tepat dan akurat, sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak. 
  15. Mengutamakan kalimat aktif. Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai pembaca daripada kalimat pasif. Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas pemahaman, sedangkan kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan mengaburkan pemahaman. 
  16. Menghindari kata atau istilah teknis. Karena ditujukan untuk umum, bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Bagaimanapun, kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa, tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Selain tidak efektif, itu juga mengandung unsur pemerkosaan. 
  17. Tunduk kepada kaidah etika. Salah satu fungsi utama pers adalah mendidik. Fungsi ini bukan saja harus tercermin pada materi isi berita, laporan gambar, dan artikel-artikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya.

Kode Etik Jurnalistik 

Dalam rangka menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, seorang wartawan membutuhkan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Berdasarkan hal tersebut ditetapkan kode etik jurnalistik, yaitu sebagai berikut (Margianto dan Syaefullah, 2006):
  • Pasal 1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk. 
  • Pasal 2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. 
  • Pasal 3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
  • Pasal 4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. 
  • Pasal 5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. 
  • Pasal 6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
  • Pasal 7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. 
  • Pasal 8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. 
  • Pasal 9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. 
  • Pasal 10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. 
  • Pasal 11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Daftar Pustaka

  • Sumadiria, Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
  • Amar, M.Djen. 1984. Hukum Komunikasi Jurnalistik. Bandung: Alumni.
  • Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Effendy, Onong U. 1984. Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung: Alumni.
  • Kurniawan, Junaedhie. 1991. Ensiklopedi Pers Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Margianto, Heru dan Syaefullah, Asep. 2006. Media Online: Pembaca, Laba dan Etika. Divisi Penyiaran dan Media Baru AJI Indonesia.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Pengertian, Kriteria, Ciri dan Kode Etik Jurnalistik. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2019/01/pengertian-kriteria-ciri-dan-kode-etik-jurnalistik.html