Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Sejarah, Komposisi, Pembentukan dan Instalasi Biogas

Biogas adalah gas yang mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi (pembusukan) bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi tanpa oksigen yang ada dalam udara) (Pertiwiningrum, 2016).

Sejarah, Komposisi, Pembentukan dan Instalasi Biogas

Sedangkan menurut Omar (2008), biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik oleh mikroorganisme anaerob. Bahan-bahan organik termasuk diantaranya adalah limbah bahan organik makhluk hidup, (terutama kotoran ternak dan kotoran manusia), tumbuhan eceng gondok, limbah industri tahu, limbah makanan, limbah pertanian, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable dan lain sebagainya atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik.

Biogas merupakan campuran beberapa gas yang terdiri dari gas methan (CH4), karbon dioksida (CO2), uap air, hydrogen sulfide (H2S), Karbon monoksida (CO) dan nitrogen (N2). Biogas sangat potensial untuk dijadikan sebagai sumber energi terbarukan karena kandungan metana (CH4) dan nilai kalornya yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 4.800 – 6.700 kkal/m3 (Harahap, 1980).

Biogas pertama kali digunakan oleh masyarakat Mesir kuno, China kuno dan Roma kuno berupa gas methan yang dibakar untuk menghasilkan panas. Biogas pertama kali ditemukan oleh Robert Boyle dan Stephen hale pada abad ke 16, ketika mereka mendapatkan gas yang dapat terbakar dari sedimen sungai dan danau yang dilakukan gangguan dengan pengadukan. Proses fermentasi untuk menghasilkan gas methan pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta pada tahun 1776. Pada tahun 1806, William Henry melakukan penelitian terhadap gas yang mudah terbakar berasal dari mikrobiologis pembentuk methan. Pada tahun 1859, pertama kali digunakan tangki tanpa adanya oksigen (anaerobic digester) oleh seorang koloni di Bombay, India. Pada tahun 1975, pengguna biogas skala rumah tangga di Tiongkok dan India dijadikan program pemerintah.

Komposisi dan Sifat Biogas 

Biogas memiliki berat 20% lebih ringan dari pada udara, memiliki suhu pembakaran 650-750°C, tidak berbau dan tidak berwarna. Apabila di bakar, biogas akan menghasilkan warna biru. Nilai kalor gas metan sebesar 20 MJ/M3 dengan efisiensi pembakaran sebesar 60% pada kompor biogas konvensional.

Komposisi biogas tergantung bahan baku yang digunakan. Biogas terbaik berasal dari bahan baku kotoran, baik kotoran manusia, ataupun hewan. Biogas yang dihasilkan dari kotoran mengandung gas metan yang lebih tinggi mencapai hingga 70%. Sedangkan bahan baku dari daun atau batang tumbuhan menghasilkan 55% gas metan. Untuk biogas yang dihasilkan dari bahan baku limbah sawit bisa menghasilkan 65-75% gas metan.

Tabel di bawah ini menunjukkan komposisi dan kandungan biogas (Hermawan dkk, 2007):
Komposisi dan kandungan biogas
Sifat-sifat kandungan biogas dapat dijelaskan sebagai berikut:
  • CH4, adalah gas yang dipertimbangkan sebagai bahan bakar yang berguna. Gas ini tidak beracun, tidak berbau, dan lebih ringan dari udara. 
  • CO2, adalah gas inert yang tidak berwarna, tidak berbau, dan lebih berat dari udara. CO2 merupakan gas yang agak beracun. Konsentrasi CO2 yang lebih tinggi dalam biogas menghasilkan biogas dengan nilai kalori yang rendah. 
  • H2S, adalah suatu gas yang tidak berwarna. Karena lebih berat dari udara H2S ekstra berbahaya pada tempat-tempat rendah. Pada konsentrasi rendah gas ini memiliki bau khusus seperti telur busuk. Pada konsentrasi tinggi, akan lebih berbahaya karena tidak berbau. Selain itu H2S juga bersifat korosif yang dapat menyebabkan problem dalam proses pembakaran dari biogas. 
  • Uap air, walaupun merupakan hasil tidak berbahaya, akan menjadi korosif jika berkombinasi dengan NH3, CO2 dan khususnya H2S dari biogas. Maksimum kandungan air dalam biogas dikembangkan karena temperatur gas. Bila biogas berair jenuh meninggalkan digester, dengan pendinginan akan menghasilkan kondensasi air.

Proses Pembentukan Biogas 

Proses pembentukan biogas melalui beberapa proses yang berlangsung dalam ruang anaerob atau tanpa oksigen. Secara umum terdapat tiga proses utama pembentukan biogas, yaitu proses hidrolisis, pengasaman (asidifikasi) dan metanogenesis. Adapun perincian proses pembentukan biogas adalah sebagai berikut (Wahyuni, 2013):

a. Hidrolisis (Tahap Pelarutan) 

Hidrolisis merupakan tahap awal dari proses fermentasi. Tahap ini merupakan penguraian bahan organik dengan senyawa kompleks yang memiliki sifat mudah larut seperti lemak, protein, dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tahap ini juga dapat diartikan sebagai perubahan struktur dari bentuk polimer menjadi bentuk monomer. Senyawa yang dihasilkan dari proses hidrolisis diantaranya senyawa asam organik, glukosa, etanol, CO2 dan senyawa hidrokarbon lainnya. Senyawa ini akan dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas fermentasi.

b. Pengasaman (Asidifikasi) 

Senyawa-senyawa yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan dijadikan sumber energi bagi mikroorganisme untuk tahap selanjutnya, yaitu pengasaman atau asidifikasi. Pada tahap ini bakteri akan menghasilkan senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat beserta produk sampingan berupa alkohol, CO2, hydrogen, dan zat amonia.

c. Metanogenesis 

Bakteri metanogen seperti methanococus, methanosarcina, dan methano bactherium akan mengubah produk lanjutan dari tahap pengasaman menjadi gas metan, karbondioksida, dan air yang merupakan kamponen penyusun biogas.

Syarat Pembuatan Biogas 

Prinsip terjadinya biogas adalah fermentasi anaerob bahan organik yang di lakukan oleh mikroganisme sehingga menghasilkan gas yang mudah terbakar (flammable). Adapun syarat pembuatan biogas adalah sebagai berikut:
  1. Kondisi Anaerob atau Kedap Udara. Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme anaerob. Karena itu, instalasi pengolah biogas harus kedap udara.
  2. Ada bahan pengisian. Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, sisa dapur dan sampah organik. Bahan baku isian harus terhindar dari bahan anorganik seperti pasir, batu, plastik, dan beling. 
  3. Derajat Keasaman (pH). Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme. Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,8-7,8. Pada tahap awal fermentasi bahan organik akan terbentuk asam (asam organik yang akan menurunkan pH). 
  4. Imbangan C/N. Imbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang terkandung dalam aktivitas bahan organik sangat menentukan kehidupan mikroorganisme. Imbangan C/N yang optimum bagi mikroorganisme perombak adalah 25-30. Kotoran sapi mempunyai kandungan C/N sebesar 18. 
  5. Temperatur. Produksi biogas akan menurun secara cepat akibat perubahan temperatur yang mendadak di dalam digester. Upaya yang praktis untuk menstabilkan temperatur adalah dengan memberikan penutup diatas digester. Hal ini bertujuan supaya digester tidak terkena sinar matahari secaralangsung. 
  6. Starter. Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik hingga menjadi biogas. Starter merupakan mikroorganisme perombak yang berupa lumpur aktif organik atau cairan isi rumen. Starter juga ada yang dijual secara komersial.Namun pada proses pembuatan biogas kotoran kambing tidak menggunakan starter. Sehingga membutuhkan waktu fermentasi yang lebih lama.

Instalasi Biogas 

Bangunan utama dari instalasi biogas adalah digester yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Terdapat dua tipe digester yaitu tipe batch dan tipe kontinyu. Pada tipe batch, bahan dimasukkan sekali dalam pengoperasian digester dan apabila produksi gas menurun maka bahan yang telah diproses diganti dengan bahan yang baru. Sedangkan tipe digester kontinyu adalah tipe biodigester yang dirancang dimana bahan dimasukkan secara kontinyu setiap hari sesuai dengan ketersediaan bahan baku.

Terdapat enam bagian utama dari sebuah digester, yaitu: inlet (tangki pencampur) sebagai tempat kotoran hewan masuk, reaktor (ruang pencernaan anaerob), penampung gas (ruang penyimpanan), outlet (ruang pemisah), sistem pengangkut gas dan lubang kompos kotoran yang telah hilang gasnya/bio-slurry. Secara detail dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Instalasi dan komponen biogas
Prinsip kerja instalasi biogas dimulai dari proses pencampuran kotoran dan air (dicampur dalam saluran masuk atau ruang pencampur) yang kemudian mengalir melalui saluran pipa menuju digester. Pencampur menghasilkan gas melalui proses pencernakan di reaktor dan gas yang telah dihasilkan kemudian disimpan dalam penampung gas (bagian atas kubah). Slurry mengalir keluar dari digester menuju outlet dan menjadi bio-slurry mengalir ke lubang slurry melalui overflow. Kemudian gas dialirkan ke dapur melalui saluran pipa.

Daftar Pustaka

  • Pertiwiningrum, Ambar. 2016. Instalasi Biogas. Yogyakarta: Kolom Cetak.
  • Omar R., Nasir I.M., Mohd G., dan Idris A. 2012. Anaerobic Digestion of Cattle Manure: Influence of Inoculum Concentration. Malaysia: Universiti Putra Malaysia.
  • Harahap, F., dkk. 1980. Teknologi Gas Bio. Bandung: ITB Press. 
  • Hermawan, Beni dkk. 2007. Pemanfaatan Sampah Organik sebagai Sumber Biogas Untuk Mengatasi Krisis Energi Dalam Negeri. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
  • Wahyuni, Sri. 2013. Panduan Praktis Biogas. Jakarta: Penebar Swadaya.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Sejarah, Komposisi, Pembentukan dan Instalasi Biogas. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2019/01/sejarah-komposisi-pembentukan-dan-instalasi-biogas.html