Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kesetaraan Gender - Teori, Peran dan Keadilan

Gender adalah sifat dan karakteristik seseorang yang membedakan laki-laki dan perempuan mencakup pakaian, sikap, kepribadian, peran dan tanggung jawab yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Gender adalah cara pandang atau persepsi manusia terhadap perempuan atau laki-laki yang bukan didasarkan pada perbedaan jenis kelamin secara kodrati biologis.

Kesetaraan Gender - Teori, Peran dan Keadilan

Gender merupakan karakteristik kepribadian, seseorang yang dipengaruhi oleh peran gender yang dimilikinya dan dikelompokkan menjadi empat klasifikasi, yaitu: maskulin, feminim, androgini dan tak tergolongkan (Bem, 1981).

Istilah gender pertama kali dikenalkan di Amerika pada tahun 1960an sebagai bentuk perjuangan secara radikal, konservatif, sekuler maupun agama untuk menyuarakan eksistensi perempuan yang kemudian melahirkan kesadaran gender (Mufidah, 2008).

Berikut definisi dan pengertian gender dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Mosse (2007), gender mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga, dan sebagainya. 
  • Menurut Muhtar (2002), gender adalah jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin. 
  • Menurut Fakih (2008), gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural.
  • Menurut Mufidah (2008), gender adalah pembedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dihasilkan dari konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
  • Menurut Hasples dan Suriyasarn (2005), gender adalah sebuah variabel sosial untuk menganalisa perbedaan laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan peran, tanggung jawab dan kebutuhan serta peluang dan hambatan.

Teori Kesetaraan Gender 

Menurut Sasongko (2009), terdapat beberapa aliran teori yang menjelaskan kesetaraan dan keadilan gender, yaitu: teori nurture, teori nature dan keseimbangan kedua teori tersebut yang dikenal dengan teori equilibrium. Berikut penjelasan ketiga teori kesetaraan gender tersebut:

a. Teori Nurture 

Menurut teori nurture adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu membuat perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki-laki dalam perbedaan kelas. Laki-laki diidentikkan dengan kelas borjuis, dan perempuan sebagai kelas proletar.

b. Teori Nature 

Menurut teori nature adanya pembedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga harus diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi bahwa diantara kedua jenis kelamin tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena memang berbeda secara kodrat alamiahnya.

c. Teori Equilibrium 

Di samping kedua aliran tersebut terdapat kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dengan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki, karena keduanya harus bekerja sama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.

Jenis-jenis Peran Gender 

Menurut Bem (1981), gender diklasifikasikan menjadi empat peran, yaitu: maskulin, feminism, androgini dan tidak tergolongkan. Penjelasan keempat peran gender adalah sebagai berikut:
  1. Tipe maskulin, yaitu manusia yang sifat kelaki-lakiannya di atas ratarata, sifat kewanitaannya kurang dari rata-rata. Ciri-ciri yang berkaitan dengan gender yang lebih umum terdapat pada laki-laki, atau suatu peran atau trait maskulin yang dibentuk oleh budaya. Dengan demikian maskulin adalah sifat dipercaya dan bentuk oleh budaya sebagai ciri-ciri yang ideal bagi laki-laki. 
  2. Tipe feminin, yaitu manusia yang sifat kewanitaannya di atas rata-rata, sifat kelaki-lakiannya kurang dari rata-rata. Ciri-ciri atau trait yang umumnya terdapat pada perempuan daripada laki-laki. Ketika dikombinasikan dengan stereotipikal, maka ia mengacu ada trait yang diyakini lebih berkaitan pada perempuan daripada laki-laki secara kulturi pada budaya atau subkultur tertentu. Berarti, feminin merupakan ciri-ciri atau trait yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ideal bagi perempuan. 
  3. Tipe androgin, yaitu manusia yang sifat kelaki-lakian maupun kewanitaannya di atas rata-rata. selain pemikiran tentang maskulin dan feminitas sebagai berada dalam suatu garis kontinum, dimana lebih pada satu dimensi berarti kurang pada dimensi yang lain, ada yang menyatakan bahwa individu-individu dapat menunjukkan sikap ekspresif dan instrumental. Pemikiran ini memicu perkembangan konsep androgini.
  4. Tipe tidak tergolongkan (undiferentiated), yaitu manusia yang sifat kelaki-lakiaannya maupun kewanitaannya di bawah rata-rata. tingginya kehadiran karakterisitik maskulin dan feminin yang diinginkan pada satu individu pada saat yang bersamaaan. Individu yang androgini adalah seorang laki-laki yang asertif (sifat maskulin) dan mengasihi (sifat feminin), atau seorang perempuan yang dominan (sifat maskulin) dan sensitif terdapat perasaaan orang lain (sifat feminin).

Ketidakadilan Gender 

Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender terdapat dalam berbagai wilayah kehidupan, yaitu dalam wilayah negara, masyarakat, organisasi atau tempat kerja, keluarga dan diri sendiri.

Menurut Sasongko (2009), bentuk-bentuk ketidak-adilan akibat diskriminasi gender antara lain sebagai berikut:
  1. Marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) perempuan yang mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat di negara berkembang seperti penggusuran dari kampung halaman, eksploitasi, banyak perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan pada petani laki-laki.
  2. Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Ada pandangan yang menempatkan kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. 
  3. Stereotype merupakan pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negatif secara umum selalu melahirkan ketidak-adilan pada salah satu jenis kelamin tertentu. 
  4. Kekerasan (violence), artinya suatu serangan fisik maupun serangan non fisik yang dialami perempuan maupun laki-laki sehingga yang mengalami akan terusik batinnya. 
  5. Beban kerja (double burden), yaitu sebagai suatu bentuk diskriminasi dan ketidak-adilan gender dimana beberapa beban kegiatan diemban lebih banyak oleh salah satu jenis kelamin.

Kesetaraan Gender 

Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, seimbang dan harmonis. Kesetaraan gender mengupayakan bagaimana laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan untuk merealisasikan hak-hak dan potensinya untuk memberikan kontribusi pada perkembangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya, serta sama-sama dapat menikmati hasil dari perkembangan itu.

Bentuk keadilan dan kesetaraan gender dapat dilakukan dengan hal-hal berikut ini:
  1. Menerima dan memandang secara wajar perbedaan pada laki-laki dan perempuan, karena adanya penghormatan pada perbedaan termasuk wujud dari ketidakadilan gender. 
  2. Mendiskusikan bagaimana cara merombak struktur masyarakat yang membedakan peran dan relasi antara laki-laki dan perempuan, serta berupa menyeimbangkannya. 
  3. Meneliti kemampuan dan bakat masing-masing warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, untuk terlibat dalam pembangunan masyarakat, memecahkan problem-problemnya dan mempersiapkan masa depannya. 
  4. Memperjuangkan secara terus menerus hak asasi manusia, dimana gender merupakan salah satu dari bagiannya yang tak terpisahkan.
  5. Mengupayakan perkembangan dan penegakan demokrasi dan pemerintahan yang baik dalam semua institusi masyarakat, dengan melibatkan perempuan dalam semua levelnya.
  6. Pendidikan merupakan kunci bagi keadilan gender, karena pendidikan merupakan tempat masyarakat mentransfer norma-norma, pengetahuan, dan kemampuan mereka.

Daftar Pustaka

  • Bem, S. L. 1981. Gender Schema Theory: A cognitive Account of Sex Typing. Psychological Review.
  • Mufidah. 2008. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN Malang Press.
  • Mosse, Julia Cleves. 2007. Gender & Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Muhtar, Yanti. 2002. Pendidikan Berperspektif Keadilan Gender. Jakarta: Depdiknas.
  • Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: INSIST Press.
  • Haspels, Nelien dan Suriyasarn, Busakorn. 2005. Meningkatkan Kesetaraan Gender dalam Aksi Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak. Jakarta: Perburuhan Internasional.
  • Sasongko, Sundari S. 2009. Konsep dan Teori Gender. Jakarta: BKKBN.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Kesetaraan Gender - Teori, Peran dan Keadilan. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2019/04/kesetaraan-gender-teori-peran-dan-keadilan.html