Tujuan, Prinsip dan Produk Bank Syariah

Daftar Isi
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Tujuan, Prinsip dan Produk Bank Syariah

Menurut Undang-Undang no.21 tahun 2008 pasal 1 ayat 7, bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahannya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Bank syariah pertama didirikan di Pakistan dan Malaysia pada tahun 1940-an. Pada tahun 1963 berdiri Islamic Rural Bank di Mesir. Selanjutnya mulai bermunculan bank syariah dari beberapa negara, antara lain Di Uni Emirat Arab pada tahun 1975 bernama Dubai Islamic Bank, di Kuwait pada tahun 1977 bernama Kuwait Finance House dan di Siprus pada tahun 1983 berdiri Faisal Islamic Bank of Kibris. Sedangkan bank syariah pertama di Indonesia berdiri pada tahun 1992 bernama Bank Muamalat Indonesia.

Berikut definisi dan pengertian bank syariah dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Firdaus dkk (2005), bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. 
  • Menurut Susanto (2008), bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. 
  • Menurut Sudarsono (2012), bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit atau pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaraan uang yang pengoperasiannya,disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariah. 
  • Menurut Ascarya (2007), bank syariah adalah bank dengan pola bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya,baik dalam produk pendanaan, pembiayaan, maupun dalam produk-produk lainnya.

Tujuan Bank Syariah 

Menurut Sudarsono (2012), tujuan bank syariah adalah sebagai berikut:
  1. Mengarahkan Kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islam,khususnya Muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktik-praktek riba atau jenis usaha lainnya yang mengandung unsur Gharar (tipuan). 
  2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.
  3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif menuju terciptanya kemandirian usaha. 
  4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan,yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. 
  5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi. 
  6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank Non Syariah.

Prinsip-prinsip Bank Syariah 

Prinsip syariah yang diterapkan oleh bank syariah adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah) prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah) atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah muntahhiyah bittamlik). Menurut Kasmir (2002), prinsip operasional perbankan syariah berdasarkan hal-hal berikut:
  1. Prinsip keadilan. Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama antara bank dan nasabah. 
  2. Prinsip kemitraan. Bank syariah menempatkan nasabah penyimpanan dana, nasabah pengguna dana, maupun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat dengan mitra usaha. 
  3. Prinsip keterbukaan. Melalui laporan keuangan bank yang terbuka secara kesinambungan, nasabah dapat mengetahui tingkat keamanan dana dan kualitas manajemen bank. 
  4. Universalitas. Bank dalam mendukung operasionalnya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan agama dalam masyarakat dengan prinsip islam sebagai rahmatal lil'alamiin.
Adapun menurut Yusdani (2005), bank Syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Prinsip keadilan. Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama antara bank dengan nasabah. 
  2. Prinsip Kesederajatan. Bank Syariah Menempatkan posisi nasabah penyimpanan dana, pengguna dana, maupun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank. 
  3. Prinsip Ketentraman. Produk bank Syariah telah sesuai dengan prinsip dan kaidah muamalah Islam. antara lain tidak ada unsur riba serta penerapan zakat harta.

Produk-produk Bank Syariah 

Produk perbankan syariah terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana dan produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabah.

Produk Penyaluran Dana 

Produk penyaluran dana kepada nasabah pada pembiayaan syariah terdiri dari empat jenis, yaitu (Karim, 2004):

a. Prinsip Jual Beli (Ba'i) 

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan pemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Prinsip jual beli terdiri dari (Suwikyo, 2010):
  1. Pembiayaan Murabahah. Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). 
  2. Pembiayaan Salam. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. 
  3. Pembiayaan Istishna’. Produk istishna’ menyerupai produk salam, namun dalam istishna’ pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Skim istishna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

b. Prinsip Sewa (Ijarah) 

Menurut Karim (2004), Al Ijarah berasal dari kata Al Ajru yang berarti Al ‘Iwadhu (ganti). Menurut pengertian Syara’, Al Ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Pemilik yang menyewakan manfaat disebut Mu’ajjir (orang yang menyewakan), pihak lain yang memberikan sewa disebut Musta’jir (orang yang menyewa), suatu yang diakadkan untuk diambil manfaatnya disebut Ma’jur (sewaan) dan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat disebut Ajran atau Ujrah (upah).

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.

Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah ijarah muntahhiyah bittamlik (IMBT, sewa yang diikuti perpindahan kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) 

Syirkah berarti ikhtilath (percampuran). Para fuqaha mendefinisikan sebagai akad antara orang Arab yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. Penyaluran dana dalam bank konvensional, kita kenal dengan istilah kredit atau pinjaman. Sedangkan dalam bank syariah untuk penyaluran dananya kita kenal dengan istilah pembiayaan. Jika dalam bank konvensional keuntungan bank diperoleh dari bunga yang dibebankan, maka dalam istilah bank syariah tidak ada istilah bunga, akan tetapi bank syariah menerapkan sistem bagi hasil. Prinsip bagi hasil dalam bank syariah yang diterapkan dalam pembiayaan dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu (Supriyadi, 2011):
  1. Al-mudharabah. Al-mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak, dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelola yang bertanggung jawab.
  2. Al-musyarakah. Al-musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
  3. Al-muzara’ah. Al-muzara’ah merupakan kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang platation atas dasar bagi hasil panen. 
  4. Al-musaqah. Al-musaqah adalah bagian dari Al-muzara’ah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri.

c. Akad Pelengkap 

Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah saat pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Akad pelengkap terdiri dari lima macam, yaitu (Karim, 2004):
  1. Hiwalah (Alih Utang-Piutang). Tujuan fasilitas Hiwalah adalah untuk membantu suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya.
  2. Rahn (Gadai). Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
  3. Qard (Pinjaman Uang). Qard adalah pinjaman uang. Aplikasi qard dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu: pertama, sebagai pinjaman talangan haji, kedua, sebagai pinjaman tunai (cash advanced), ketiga, sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, keempat, sebagai pinjaman kepada pengurus bank.
  4. Wakalah (Perwakilan). Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkasi dan transfer uang. 
  5. Kafalah (Garansi Bank). Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.

Produk penghimpun dana 

Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro wadi’ah, tabungan mudharabah, tabungan wadi‘ah dan deposito mudharabah. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.

a. Prinsip Wadi’ah 

Ketentuan umum dari prinsip wadi'ah adalah sebagai berikut:
  1. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberi bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka. 
  2. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card. 
  3. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

b. Prinsip Mudharabah

Penghimpunan dana menggunakan prinsip mudharabah terdiri dari:
  1. Mudharabah Mutlaqah. Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharaba dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. 
  2. Mudharabah Muqayyadah. Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.

Jasa Perbankan Lainnya 

Adapun produk perbankan syariah yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabah adalah sebagai berikut:
  1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing). Pada prinsipnya, jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini penyerahannya harus dilaksanakan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini. 
  2. Ijarah (sewa). Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen. Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut. 
  3. Pengiriman uang (Transfer) antar bank dan kliring. Jasa transfer dan kliring sudah biasa di industri perbankan. Jasa ini mempermudah transaksi yang dilakukan oleh pengguna (nasabah maupun bukan dengan bank lain. Atas jasa ini, bank mengenakan biaya tertentu sesuai ketentuan pihak bank sendiri. 
  4. Penggunaan ATM bersama dengan bank lain. Penggunaan ATM bersama dengan bank lain akan memudahkan baik nasabah bank tersebut maupun nasabah bank lain dalam melakukan transaksi-transaksi keuangan. Imbalan yang diterima bank biasanya berupa biaya pertransaksi.
  5. Pembayaran dan pembelian beberapa produk via bank. Ketersedian layanan yang memudahkan nasabah dalam berbagai kegiatan merupakan salah satu daya tarik bank. Saat ini, banyak bank yang telah bekerja sama dengan pihak lain dalam memberikan kemudahan pembayaran dan pembelian produk-produk tertentu, seperti pembayaran telepon, pajak, listrik, biaya sekolah, pembelian voucher telepon pra bayar, premi asuransi dan angsuran pinjaman/utang. Dari transaksi ini, bank memperoleh keuntungan berupa tambahan fee tertentu sesuai kesepakatan bank dengan pihak lain tersebut.
  6. Rahn (Gadai). Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.

Daftar Pustaka

  • Firdaus, Muhammad NH, dkk. 2005. Konsep & Implentasi Bank Syariah. Jakarta: Renaisan.
  • Susanto, Burhanudin. 2008. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta.
  • Sudarsono, Heri. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.
  • Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta. Raja Grafindo. 
  • Kasmir. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Yusdani. 2005. Perbankan Syariah Berbasis Floating Market. Millah. Vol. IV, No.2 Januari 2005.
  • Karim, Adiwarman A. 2004. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo.
  • Suwikyo, Dwi. 2010. Jasa-Jasa Perbankan Syariah. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
  • Supriyadi, Ahmad. 2011. Bank Syariah Studi Perbankan Syariah dengan Pendekatan Hukum. Kudus: STAIN Kudus.
  • Zuhri, Moh. 1993. Terjemah Fiqh Empat Madzab. Semarang: Asy-Syifa.