Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pengertian, Fungsi, Tingkatan dan Cara Menumbuhkan Empati

Empati adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengenali, mengerti, mempersepsi, serta merasakan perasaan orang lain yang disertai dengan ungkapan dan tindakan dan mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain.

Pengertian, Fungsi, Tingkatan dan Cara Menumbuhkan Empati

Empati berasal dari bahasa Yunani, yaitu empatheia yang berarti ikut merasakan. Istilah empati pada awalnya digunakan oleh para teoritikus estetika untuk pengalaman subjektif orang lain. Pada tahun 1920 seorang ahli psikologi Amerika, E. B. Tichener untuk pertama kalinya menggunakan istilah mimikri motor untuk istilah empati, yaitu berasal dari peniruan secara fisik atas beban orang lain yang kemudian menimbulkan perasaan serupa dalam diri seseorang.

Terdapat perbedaan antara empati dengan simpati. Empati lebih memusatkan perasaannya pada kondisi orang lain atau lawan bicaranya dan sudah ada tindakan dari orang tersebut kepada lawan bicaranya. Sedangkan simpati lebih memusatkan perhatian pada perasaan diri sendiri bagi orang lain, sementara itu perasaan orang lain atau lawan bicaranya kurang diperhatikan dan tidak ada tindakan yang dilakukan.

Berikut definisi dan pengertian empati dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Budiningsih (2004), empati merupakan kemampuan untuk mengenal, mengerti dan merasakan perasaan orang lain dengan ungkapan verbal dan perilaku, dan mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain. 
  • Menurut Baron dan Byrne (2005), empati merupakan kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. 
  • Menurut Djafri (2014), empati adalah bagian dari kecerdasan emosi berupa kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan salam hubungannya dengan orang lain. 
  • Menurut Umar dan Ali (1992), empati adalah suatu kecenderungan yang dirasakan seseorang untuk merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain andaikan ia berada dalam situasi orang lain.
  • Menurut Goleman (1996), empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang mereka, serta menghargai perbedaan perasaan orang lain tentang berbagai hal.

Fungsi Empati 

Menurut Kartono (dalam Spica, 2008), empati memiliki beberapa fungsi antara lain yaitu sebagai berikut:
  1. Menyesuaikan diri. Seseorang yang tingkat empatinya tinggi ia akan memiliki penyesuaian diri yang baik. Dengan kemampuan empati yang dimilikinya, seseorang dapat memahami sudut pandang yang berbeda. 
  2. Mempererat hubungan dengan orang lain. Jika seseorang berusaha saling menempatkan dirinya dalam kedudukan orang lain (berempati), maka salah paham, ketidak-sepakatan individu dapat dihindari, dengan demikian empati dapat mempererat hubungan dengan orang lain. 
  3. Meningkatkan harga diri. Kemampuan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Seseorang mampu untuk menciptakan hubungan interpersonal yang hangat. Dengan adanya hubungan berkualitas seseorang dapat berinteraksi dan menyatakan identitas diri yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa harga diri seseorang. 
  4. Meningkatkan pemahaman diri. Pemahaman untuk memahami perspektif orang lain membuat seseorang menyadari bahwa orang lain dapat membuat penilaian berdasarkan perilakunya. Hal ini akan, membuat individu lebih menyadari dan memperhatikan pendapat orang lain mengenai dirinya. Melalui proses ini akhirya akan terbentuk suatu konsep diri melalui konsep perbandingan sosial, yaitu dengan mengamati dan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. 
  5. Mendukung munculnya perilaku altruistik. Teori perkembangan kognitif mengemukakan bahwa salah satu dasar untuk mempunyai sikap penerimaan orang lain adalah dimilikinya kemampuan empati. Reaksi empati yang muncul akan membuat seseorang mempunyai gagasan tentang sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu.

Ciri dan Aspek-aspek Empati

Menurut Goleman (1996), terdapat beberapa ciri-ciri adanya empati pada seseorang, yaitu:
  1. Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik, artinya individu mampu memberi perhatian dan menjadi pendengar yang baik dari segala permasalahan yang di ungkapkan orang lain kepadanya. 
  2. Menerima sudut pandang orang lain, artinya individu mampu memandang permasalahan dari titik pandang orang lain sehingga akan menimbulkan toleransi dan kemampuan menerima perbedaan.
  3. Peka terhadap perasaan orang lain, artinya individu mampu membaca perasaan orang lain dari isyarat verbal dan non verbal seperti nada bicara, ekspresi wajah, gerak-gerik dan bahasa tubuh lainnya. 
Menurut Asih (2010), aspek-aspek empati adalah sebagai berikut:
  1. Kehangatan. Kehangatan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap hangat terhadap orang lain. 
  2. Kelembutan. Kelembutan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap maupun bertutur kata lemah lembut terhadap orang lain. 
  3. Peduli. Peduli merupakan suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk memberikan perhatian terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya. 
  4. Kasihan. Kasihan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap iba atau belas asih terhadap orang lain.
Sedangkan menurut Nashori (2008), terdapat empat aspek empati yaitu sebagai berikut:
  1. Perspective taking, yaitu kecenderungan seseorang untuk mengambil sudut pandang orang lain secara spontan. Perspective Taking secara psikologis dan sosial penting bagi keharmonisan interaksi antar individu. Perspective taking dapat menurunkan stereotype dan pandangan buruk terhadap kelompok lain secara lebih efektif dibandingkan dengan melakukan penekanan terhadap stereotype.
  2. Fantasy, merupakan kecenderungan seseorang untuk mengubah diri ke dalam perasaan dan tindakan dari karakter-karakter khayalan yang terdapat pada buku-buku, layar kaca, bioskop, maupun dalam permainan-permainan. Aspek ini akan melihat kecenderungan individu menempatkan diri dan hanyut dalam perasaan dan tindakan aktor. 
  3. Empathic Concern, merupakan orientasi seseorang terhadap orang lain berupa perasaan simpati, kasihan dan peduli terhadap orang lain yang ditimpa kemalangan. Empathic Concern sebagai cermin dari perasaan kehangatan dan simpati, erat kaitannya dengan kepekaan dan kepedulian terhadap orang lain.
  4. Personal distress, merupakan orientasi seseorang terhadap dirinya sendiri yang meliputi perasaan cemas dan gelisah pada situasi interpersonal. Kegelisahan dalam hubungan interpersonal menyebabkan individu melarikan diri dari situasi tersebut untuk mereduksi ketegangan, sehingga seseorang dengan personal distress yang tinggi akan memiliki empati yang rendah.

Perkembangan dan Tingkatan Empati 

Menurut Shapiro (1997), perkembangan empati dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu sebagai berikut:

a. Empati emosi 

Bayi berusia nol sampai satu tahun akan mencoba melihat bayi lain yang sedang menangis dan sering sampai ikut menangis. Psikolog perkembangan, Hoffman, menyebut empati ini sebagai empati global karena ketidak-mampuan anak-anak untuk membedakan antar diri sendiri dan dunianya sehingga menafsirkan rasa tertekan bayi lain sebagai rasa tertekannya sendiri.

b. Empati egosentrik 

Pada tahap kedua ini, anak yang berusia antara satu sampai dua tahun dapat melihat dengan jelas bahwa kesusahan orang lain bukan kesusahannya sendiri. Sebagian anak balita (anak di bawah umur lima tahun) secara naluriah akan mencoba meringankan beban penderitaan orang lain. Namun, karena perkembangan kognitifnya belum matang, anak-anak seusia ini tidak begitu yakin dengan apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya mengalami kebingungan dalam berempati.

c. Empati kognitif 

Empati kognitif, dimulai pada anak usia enam tahun dengan tanda ia mulai mampu memandang sesuatu dengan perspektif orang lain. Empati ini, memungkinkan seorang anak untuk mengetahui kapan ia bisa mendekati teman yang sedang sedih dan kapan ia harus membiarkannya sendiri. Empati kognitif tidak memerlukan komunikasi emosi, misalnya; menangis, karena dalam usia ini seorang anak sudah dapat mengembangkan acuan atau model tentang bagaimana perasaan seseorang dalam situasi yang menyusahkan, baik itu diperlihatkan atau tidak.

d. Empati abstrak 

Menjelang berakhirnya masa anak-anak antara usia sepuluh sampai dua belas tahun, anak-anak mengembangkan emosi tidak hanya kepada orang yang dikenal atau dilihatnya secara langsung, tetapi juga terhadap kelompok orang yang belum pernah dia jumpai sebelumnya.

Cara Menumbuhkan Empati 

Menurut Goleman (1996), terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan empati, yaitu:
  1. Understanding others, yaitu cepat menangkap perasaan orang lain (respect), mampu merasakan dan membaca perasaan orang lain. 
  2. Service orientation, yaitu memberikan pelayanan yang dibutuhkan orang lain, artinya mampu memberikan tindakan terhadap permasalahan yang sedang terjadi. 
  3. Developing others, yaitu memberikan masukan positif atau membangun, artinya dapat memberikan solusi. 
  4. Leveraging diversity, yaitu mengambil manfaat dari perbedaan bukan konflik, mampu mengambil manfaat dari permasalahan yang terjadi.
Sedangkan menurut Safaria (2005), langkah-langkah yang dilakukan untuk menumbuhkan rasa empati adalah sebagai berikut:
  1. Merekam semua emosi pribadi. Setiap orang pernah mengalami perasaan positif maupun negatif, misalnya sedih, senang, bahagia, marah, kecewa dan lain sebagainya. Pengalaman-pengalaman tersebut apabila kita catat atau rekam akan membantu kita memahami perasaan yang sama saat kondisi tertentu menjumpai kita kembali.
  2. Memperhatikan lingkungan luar (orang lain). Memperhatikan lingkungan luar atau orang lain akan memberikan banyak informasi tentang kondisi orang di sekitar kita. Informasi ini sangat penting untuk dijadikan panduan dalam mengambil pilihan perilaku tertentu. 
  3. Mendengarkan curhat orang lain. Mendengarkan adalah sebuah kemampuan penting yang sering dibutuhkan untuk memahami masalah atau mendapatkan pemahaman yang lebih jelas terhadap permasalahan yang sedang dihadapi orang lain. 
  4. Membayangkan apa yang sedang dirasakan orang lain dan akibatnya untuk diri kita. Membayangkan sebuah kejadian yang dialami orang lain akan menarik diri kita ke dalam sebuah situasi yang hampir sama dengan yang dialami orang tersebut. Refleksi keadaan orang lain dapat membuat kita merasakan apa yang sedang dialami orang tersebut dan mampu membangkitkan suasana emosional. 
  5. Melakukan bantuan secepatnya. memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan dapat membangkitkan kemampuan empati. Respon yang cepat terhadap situasi di lingkungan sekitar yang membutuhkan bantuan akan melatih kemampuan kita untuk empati.

Daftar Pustaka

  • Asri, Budiningsih. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta
  • Baron, R.A. dan Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. 
  • Djafri,N. 2014. Manajemen Kecerdasan Emosi untuk Kepala sekolah. Gorontalo: Ideas Publishing.
  • Umar, M. dan Ali, A.  1992. Psikologi Umum. Surabaya: Bina Ilmu.
  • Goleman, D. 1996. Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Shapiro, L.E. 1997. Mengajarkan Emosional Intelegensi Pada Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Spica, Bima. 2008. Skripsi: Perilaku Prososial Mahasiswa ditinjau dari Empati dan Dukungan Sosial Teman Sebaya. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
  • Nashori, Fuaad. 2008. Psikologi Sosial Islami. Jakarta: Refika Aditama.
  • Safaria. 2005. Interpersonal Intelligence: Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak. Yogyakarta: Amara Books.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Pengertian, Fungsi, Tingkatan dan Cara Menumbuhkan Empati. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2019/06/pengertian-fungsi-tingkatan-dan-cara-menumbuhkan-empati.html