Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency)

Kenakalan anak atau remaja adalah tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak atau remaja yang bertentangan dengan norma hukum, agama dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan, sehingga menimbulkan keresahan karena mengganggu dan merugikan orang lain dan lingkungan masyarakat.

Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency)

Kenakalan remaja dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah juvenile delinquency. Kata juvenile berasal dari bahasa Latin yaitu juvenilis delinquere. Kata juvenilis artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda atau sifat-sifat khas pada periode remaja. Sedangkan delinquent artinya terabaikan, mengabaikan, jahat, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana dan dursila (Kartono, 1998).

Masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang bersifat kejiwaan serta dapat menimbulkan gejala negatif, yaitu; keinginan untuk menyendiri (desire for isolation), berkurang kemampuan untuk bekerja (detraction of work), berkurangnya koordinasi fungsi-fungsi tubuh (in coordination), kejemuan (boredom), kegelisahan (restlessness), pertentangan social (social antagonism), pertentangan terhadap kewibawaan orang dewasa (resistance to authority), kurang percaya diri (lack of self confidence), mulai timbul minat pada lawan jenis (preoccupation with sex), kepekaan perasaan susila (excessive modesty), kesukaan berkhayal (day dreamy) (Firdausi, 2010).

Berikut definisi dan pengertian kenakalan remaja dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Amin (2010), kenakalan remaja adalah tingkah laku atau perbuatan yang berlawanan dengan hukum yang berlaku yang dilakukan oleh anak-anak antara umur 10 tahun sampai umur 18 tahun. Perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak di bawah usia 10 tahun dan dibawah usia 18 tahun, dengan sendirinya tidak dikategorikan dalam apa yang disebut kenakalan.
  • Menurut Kartono (2017), kenakalan remaja adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabdian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. 
  • Menurut Gunawan (2011), kenakalan remaja adalah perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh remaja berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapatkan sangsi hukum.
  • Menurut Sumiati (2009), kenakalan remaja adalah suatu perilaku yang dilakukan oleh remaja dengan mengabaikan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma dan hukum yang dilakukan oleh remaja. Perilaku ini dapat merugikan dirinya sendiri dan orang-orang sekitarnya. 
  • Menurut Willis (1995), kenakalan anak dan remaja adalah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan.

Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja 

Menurut Basri (1995), kenakalan remaja terdiri dari beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut:

a. Neurotic delinquency 

Neurotic delinquency merupakan kenakalan seorang remaja ataupun siswa sifatnya pemalu, terlalu perasa, suka menyendiri, gelisah dan mengalami perasaan rendah diri. Mereka mempunyai dorongan yang kuat untuk berbuat suatu kenakalan, seperti: mencuri sendirian dan melakukan tindakan agresif secara tiba-tiba tanpa alasan karena dikuasai oleh khayalan dan fantasinya sendiri.

b. Unsocialized delinquent 

Unsocialized delinquent merupakan suatu sikap kenakalan seorang remaja ataupun siswa yang suka melawan kekuasaan seseorang, rasa permusuhan dan pendendam.hukuman dan pujian tidak berguna bagi mereka tidak pernah merasa bersalah dan tidak pula menyesali perbuatan yang telah dilakukannya. Sering melempar kesalahan dan tanggung jawab kepada orang lain. Untuk mendapatkan keseganan dan ketakutan dari orang lain sering kali melakukan tindakan-tindakan yang penuh keberanian, kehebatan dan di luar dugaan.

c. Pseudo social delinquent 

Pseudo social delinquent merupakan kenakalan remaja atau pemuda yang mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap kelompok atau “geng” sehingga tampaknya patuh, setia dan kesetiakawanan yang baik. Jika melakukan tindakan kenakalan bukan atas dasar kesadaran diri sendiri yang baik tetapi karena didasari anggapan bahwa ia harus melaksanakan sesuatu kewajiban kelompok yang telah digariskan. Kelompok memberikan rasa aman kepada dirinya oleh karena itu ia selalu siap sedia memenuhi kewajiban yang diletakkan atau ditugaskan oleh kelompoknya, meskipun kelompoknya itu tidak dapat diterima dengan baik oleh masyarakat karena tindakan dan kegiatannya sering meresahkan masyarakat.

Menurut Sarwono (2013), bentuk-bentuk kenakalan remaja antara lain, yaitu:
  1. Kenakalan yang dapat menimbulkan korban fisik pada orang lain misalnya: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
  2. Kenakalan yang dapat menimbulkan korban materi misalnya: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
  3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain seperti: pelacuran, penyalahgunaan obat, di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini. 
  4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Kartono (2017), kenakalan remaja diklasifikasikan dalam empat bentuk, yaitu:

a. Kenakalan Remaja Terisolir (Delinkuensi Terisolir) 

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari kenakalan remaja. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Kenakalan remaja ini disebabkan karena faktor lingkungan terutama tidak adanya pendidikan kepada anak, sehingga anak cenderung bebas untuk melakukan sesuatu sesuai kehendaknya. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut:
  1. Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.
  2. Kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifat yang memiliki subkultur kriminal.
  3. Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan mengalami banyak frustasi. 
  4. Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal.

b. Kenakalan Remaja Neurotik (Delinkuensi Neurotik) 

Pada umumnya, kenakalan remaja tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya adalah:
  1. Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma, dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja. 
  2. Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan.
  3. Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu. 
  4. Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah. 
  5. Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari lingkungan. 
  6. Motif kejahatannya berbeda-beda. 
  7. Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).

c. Kenakalan remaja psikotik (delinkuensi psikopatik) 

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum, dan segi keamanan, kenakalan remaja ini merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Kenakalan remaja ini pada tahap yang serius karena mengarah ke kriminal, dan sadisme. Kenakalan ini dipicu adanya perilaku turunan atau tingkah laku dari keluarga (orang tua) yang berbuat sadis, sehingga anaknya cenderung untuk meniru. Ciri tingkah laku mereka adalah:
  1. Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga.
  2. Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran. 
  3. Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau, dan tidak dapat diduga. 
  4. Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma subkultur gangnya sendiri.
  5. Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti sosial, dan selalu menentang apa, dan siapapun tanpa sebab.

d. Kenakalan remaja defek moral (delinkuensi defek moral) 

Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Kenakalan remaja defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif, dan sterilitas emosional.

Faktor Penyebab Kenakalan Remaja 

Menurut Ali dan Asrori (2012), kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
  1. Rational Choice. Teori ini mengutamakan faktor individu dari pada faktor lingkungan. Kenakalan remaja yang dilakukannya adalah atas pilihan, interes, motivasi atau kemauannya sendiri. Di Indonesia banyak yang percaya teori ini, misalnya kenakalan remaja dianggap sebagai kurang iman sehingga anak dikirim ke pesantren kilat atau dimasukkan ke sekolah agama. Yang lain menganggap remaja yang nakal kurang disiplin sehingga diberi latihan kemiliteran. 
  2. Sosial Disorganization. Kaum positivisme pada umumnya lebih mengutamakan faktor budaya. Yang menyebabkan kenakalan remaja adalah berkurangnya atau menghilangnya pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat. Orangtua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai pranata kontrol.
  3. Strain. Teori ini dikemukakan oleh Merton. Intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya kemiskinan menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih jalan rebellion melakukan kejahatan atau kenakalan remaja.
  4. Differential Assosiation. Menurut teori ini, kenakalan remaja adalah akibat salah pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaul dengan anak yang nakal juga. Paham ini banyak dianut orangtua di Indonesia, yang sering kali melarang anak-anaknya untuk bergaul dengan teman-teman yang dianggap nakal, dan menyuruh anak-anaknya untuk berteman dengan anak-anak yang pandai dan rajin belajar. 
  5. Labelling. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa anak nakal selalu dianggap atau dicap (diberi label) nakal. Di Indonesia, banyak orang tua (khususnya ibu-ibu) yang ingin berbasa-basi dengan tamunya sehingga ketika anaknya muncul di ruang tamu, ia mengatakan pada tamunya ini loh, mbakyu anak sulung saya. Badannya saja yang tinggi, tetapi nakalnya bukan main. Kalau terlalu sering diberi label seperti itu, maka ia akan menjadi benar-benar nakal.

Tindakan Penanggulangan Kenakalan Remaja 

Menurut Kartono (1998), terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk penanggulangan kenakalan remaja, antara lain yaitu sebagai berikut:
  1. Menghilangkan semua sebab-sebab timbulnya kenakalan remaja, baik yang berupa pribadi, sosial ekonomi dan kultural. 
  2. Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat/asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja. 
  3. Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan sosial yang baik. 
  4. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin. 
  5. Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk membiasakan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi.
  6. Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan anak remaja delinkuen itu bagi pasaran kerja dan hidup di tengah masyarakat. 
  7. Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan. 
  8. Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan lainnya. Memberikan pengobatan medis dan terapi psikoanalitis bagi mereka yang menderita gangguan kejiwaan.
Sedangkan menurut Mu'awanah (2012), terdapat dua tindakan untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja, yaitu:

a. Tindakan represif 

Tindakan represif adalah tindakan untuk menindas dan menahan kenakalan remaja seringan mungkin atau menghalangi timbulnya peristiwa kenakalan remaja yang lebih hebat, tindakan tersebut berupa hukuman yang diterapkan agar remaja yang melakukan tindakan kenakalan tidak mengulangi perbuatannya. Usaha represif ini dilakukan ketika remaja melakukan kenakalan, sehingga upaya represif ini langsung diberikan ketika remaja telah melakukan kenakalan kembali. Untuk menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap tindakan pelanggaran.

Hal-hal yang berkaitan dengan tindakan hukuman terhadap pelanggar yang dilakukan remaja diantaranya adalah:
  1. Di rumah dan dalam lingkungan keluarga, remaja harus menaati peraturan dan tata cara yang berlaku. Di samping peraturan tentu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orang tua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Hal ini perlu diperhatikan bahwa pelaksanaan tata tertib dan tata cara keluarga harus dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sangsi yang sama. 
  2. Di masyarakat, pelaksanaan hukuman terletak pada kesepakatan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Bisa menggunakan adat istiadat yang sudah menjadi hukum di masyarakat. Jika remaja melakukan kesalahan dan dipandang salah oleh adat maka harus dikenai sangsi sebagai upaya represif.

b. Tindakan kuratif dan Rehabilitasi 

Usaha kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan remaja ialah usaha pencegahan terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya kenakalan itu tidak menyebar luas dan merugikan masyarakat. Tindakan kuratif dan rehabilitasi, dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku kenakalan remaja itu dengan memberikan bimbingan lagi.Bimbingan diulangi melalui pembinaan secara khusus.

Berikut tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak nakal:
  1. Menghilangkan semua sebab musabab timbulnya kenakalan remaja, baik yang berupa pribadi, keluarga, sosial ekonomi, dan kultural. 
  2. Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat atau asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja. 
  3. Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik atau ke tengah lingkungan sosial yang baik. 
  4. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib, dan berdisiplin. 5) Memanfaatkan waktu senggang di tempat latihan, untuk membiaskan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan berdisiplin. 
  5. Remaja dikembalikan kepada orang tua atau walinya. 
  6. Remaja dijadikan anak negara.
  7. Dijatuhi hukuman seperti biasa, hanya dikurangi sepertiganya.

Daftar Pustaka

  • Kartono, Kartini. 1998. Patologi sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali.
  • Kartono, Kartini. 2017.  Kenakalan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Amin, S.M. 2010. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: AMZAH.
  • Basri, Hasan. 1995.  Remaja Berkualitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
  • Gunawan, Arif. 2011. Remaja dan Permasalahannya. Yogyakarta: Hanggar Kreator.
  • Sumiati, dkk. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja & Konseling. Jakarta: Trans Info Media.
  • Willis, Sofyan. S. 1995. Remaja dan Masalahnya. Bandung: AlfaBeta.
  • Sarwono, W.S. 2013. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad. 2012. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Mu’awanah, Elfi. 2012. Bimbingan konseling Islam. Yogyakarta: Teras.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2019/08/kenakalan-remaja-juvenile-delinquency.html