Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pengertian, Penyebab dan Pencegahan Stunting

Stunting atau pendek adalah status gizi yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan (pendek) berdasarkan parameter atropetri tinggi badan yaitu Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Hasil pengukuran berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan zat gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

Pengertian, Penyebab dan Pencegahan Stunting

Stunting merupakan dampak dari berbagai faktor seperti berat lahir yang rendah, stimulasi dan pengasuhan anak kurang tepat, asupan nutrisi kurang, dan infeksi berulang serta berbagai faktor lingkungan lainnya. Stunting terjadi dimulai dari janin dalam kandungan serta akan nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan zat gizi pada anak usia dini dapat meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah terserang penyakit, dan akan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa.

Berikut definisi dan pengertian stunting dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Trihono dkk (2015), Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks BB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted). 
  • Menurut Millennium Challenge Account (2014), stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan zat gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. 
  • Menurut WHO (2006), Stunting adalah gangguan pertumbuhan ditinjau berdasarkan parameter antropometri tinggi badan menurut umur merupakan bagian dari kekurangan gizi maupun infeksi kronis yang ditunjukkan dengan z-score <-2 standar deviasi. 
  • Menurut UNICEF (2013), Stunting adalah indicator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) di bawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak lain seumurnya, ini merupakan indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan sosial ekonomi. 
  • Menurut Kemenkes RI (2016), Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada parameter Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), hasil pengukuran antropometri berdasarkan parameter tersebut dibandingkan dengan standar baku WHO untuk menentukan anak tergolong pendek (<-2 SD) atau sangat pendek (<-3 SD). 

Faktor Penyebab Stunting 

Menurut BAPPENAS (2013), stunting pada anak disebabkan oleh banyak faktor, yang terdiri dari faktor langsung maupun tidak langsung. Adapun faktor-faktor penyebab stunting adalah sebagai berikut:

a. Asupan gizi balita 

Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan mengalami tumbuh kembang dan tumbuh kejar. Balita yang mengalami kekurangan gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan asupan yang baik sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai dengan perkembangannya.

b. Penyakit infeksi 

Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung stunting. Anak balita dengan kurang gizi akan lebih mudah terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan, Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat erat hubungannya dengan status mutu pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku sehat.

c. Faktor ibu 

Faktor ibu dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu seperti usia ibu terlalu muda atau terlalu tua, pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, BBLR, IUGR dan persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat, dan hipertensi.

d. Faktor Genetik 

Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan. Melalui genetik yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.

e. Pemberian ASI Eksklusif 

Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi Delayed Initiation, tidak menerapkan ASI eksklusif dan penghentian dini konsumsi ASI. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Menyusui yang berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan terhadap asupan nutrisi penting pada bayi.

f. Ketersediaan pangan 

Ketersediaan pangan yang kurang dapat berakibat pada kurangnya pemenuhan asupan nutrisi dalam keluarga itu sendiri. Rata-rata asupan kalori dan protein anak balita di Indonesia masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dapat mengakibatkan balita perempuan dan balita laki-laki Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm dan 7,3 cm lebih pendek dari pada standar rujukan WHO.

g. Faktor sosial ekonomi 

Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak yang signifikan terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek. Status ekonomi keluarga yang rendah akan mempengaruhi pemilihan makanan yang dikonsumsinya sehingga biasanya menjadi kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan pangan yang berfungsi untuk pertumbuhan anak seperti sumber protein, vitamin, dan mineral, sehingga meningkatkan risiko kurang gizi.

h. Tingkat Pendidikan 

Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi pola asuh dan perawatan anak. Selain itu juga berpengaruh dalam pemilihan dan cara penyajian makanan yang akan dikonsumsi oleh anaknya. Penyediaan bahan dan menu makan yang tepat untuk balita dalam upaya peningkatan status gizi akan dapat terwujud bila ibu mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik. Ibu dengan pendidikan rendah antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga anak dapat berisiko mengalami stunting.

i. Pengetahuan gizi ibu 

Pengetahuan gizi yang rendah dapat menghambat usaha perbaikan gizi yang baik pada keluarga maupun masyarakat sadar gizi artinya tidak hanya mengetahui gizi tetapi harus mengerti dan mau berbuat. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tentang kebutuhan akan zat-zat gizi berpengaruh terhadap jumlah dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang cukup pengetahuan gizinya akan memperhatikan kebutuhan gizi anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

j. Faktor lingkungan 

Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak adekuat, penerapan asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik berisiko mengalami stunting.

Pencegahan Stunting 

Menurut Millennium Challenge Account (2014), stunting dapat dicegah dengan menggunakan beberapa upaya, antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Pemenuhan kebutuhan zat gizi ibu hamil. Ibu hamil perlu mendapatkan makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi), dan terpantau kesehatannya.
  2. ASI ekslusif sampai dengan usia 6 bulan dan setelah usia 6 bulan diberikan makanan pendamping ASI (MP ASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. 
  3. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya strategis untuk mendeteksi terjadinya gangguan pertumbuhan. 
  4. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan akan memicu gangguan saluran pencernaan yang membuat energi untuk pertumbuhan akan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi. Semakin lama menderita infeksi maka resiko stunting akan semakin meningkat.

Daftar Pustaka

  • Trihono, dkk. 2015. Pendek (stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan. 
  • World Health Organization. 2006. WHO Child Growth Standards: length/height for age, weight for age, weight for lenght, weight for height and bodymass index for age. Geneva: Departement of Nutrition for Health and Development.
  • UNICEF. 2013. Improving Child Nutrition: The achievable imperative for global.
  • Kementerian Kesehatan RI. 2016. Situasi Balita Pendek. Jakarta: Pusat Data dan Infomasi KEMENKES RI.
  • Bappenas. 2013. Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK). Jakarta: Bappenas.
  • Millennium Challenge Account. 2014. Sanitasi dan Kebersihan untuk Pertumbuhan Anak yang Sempurna. Jakarta: Proyek Kesehatan & Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stunting (PKGBM).
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Pengertian, Penyebab dan Pencegahan Stunting. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2019/08/pengertian-penyebab-dan-pencegahan-stunting.html