Penyesuaian Sosial (Social Adjustment)

Daftar Isi
Penyesuaian sosial (social adjustment) adalah kemampuan seseorang dalam berperilaku untuk dapat menyesuaikan diri dalam kelompok dan lingkungannya yang ditunjukkan dengan sikap dan tingkah laku yang menyenangkan, serta dapat berinteraksi dengan orang lain dan mampu berpartisipasi secara fisik maupun sosial sehingga tercipta hubungan yang harmonis dengan lingkungan.
Penyesuaian Sosial (Social Adjustment)

Penyesuaian sosial merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam dirinya sendiri yang dapat diterima oleh lingkungannya. Penyesuaian sosial sangat penting bagi seseorang untuk menunjang kesuksesan di masa depan dalam menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitarnya.

Keseluruhan proses hidup dan kehidupan individu akan selalu diwarnai oleh hubungan dengan orang lain, baik itu dengan lingkup keluarga, sekolah, maupun masyarakat secara luas, sebagai makhluk sosial, individu selalu membutuhkan pergaulan dalam hidupnya dengan orang lain, pengakuan, dan penerimaan terhadap dirinya dari orang lain.

Berikut definisi dan pengertian penyesuaian sosial dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Schneiders (2008), penyesuaian sosial adalah kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar terhadap realita, situasi, dan hubungan sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat terpenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. 
  • Menurut Mu’tadin (2002), penyesuaian sosial adalah suatu proses saling mempengaruhi antar individu yang menghasilkan suatu pola kebudayaan dan tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang dipatuhi, demi tercapainya penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup. 
  • Menurut Hurlock (2005), penyesuaian sosial merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. 
  • Menurut Handayani (2006), penyesuaian sosial adalah suatu proses yang terus menerus berlangsung dan selalu berubah dalam kaitannya dengan orang lain, peristiwa-peristiwa yang dialami dan kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi kehidupannya seperti teman-temannya, keluarga, perkembangan fisik serta proses penuaan dalam lingkungan. 
  • Menurut Chaplin (1997), penyesuaian sosial adalah penjalinan hubungan secara harmonis atau relasi dengan lingkungan sosial, mempelajari pola tingkah laku yang diperlukan atau mengubah kebiasaan yang ada sedemikian rupa sehingga cocok bagi masyarakat sosial.

Aspek-aspek Penyesuaian Sosial 

Menurut Hurlock (2005), aspek-aspek penyesuaian sosial adalah sebagai berikut:
  1. Penampilan nyata. Over performance yang diperlihatkan individu sesuai norma yang berlaku di dalam kelompoknya, berarti individu dapat memenuhi harapan kelompok dan ia di terima menjadi anggota kelompok tersebut. 
  2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok. Artinya bahwa individu tersebut mampu menyesuaikan diri secara baik dengan setiap kelompok yang dimasukinya, baik teman sebaya maupun orang dewasa. 
  3. Sikap sosial. Artinya individu mampu menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, ikut pula berpartisipasi dan dapat menjalankan perannya dengan baik dalam kegiatan sosial.
  4. Kepuasan pribadi. Ditandai dengan adanya rasa puas dan perasaan bahagia karena dapat ikut ambil bagian dalam aktivitas kelompoknya dan mampu menerima diri sendiri apa adanya dalam situasi sosial.
Sedangkan menurut Schneiders (2008), aspek-aspek penyesuaian sosial adalah sebagai berikut:
  1. Recognition (menghormati dan menerima hak-hak orang lain). Dalam hal ini individu tidak melanggar hak-hak orang lain yang berbeda dengan dirinya, untuk menghindari terjadinya konflik sosial. Ketika kita dapat menghargai dan menghormati hak-hak orang lain maka orang lain akan menghormati dan menghargai hak-hak kita sehingga hubungan sosial antar individu dapat terjalin dengan sehat dan harmonis. 
  2. Participation (melibatkan diri dalam berelasi). Setiap individu harus dapat mengembangkan dan memelihara persahabatan. Seseorang yang tidak mampu membangun relasi dengan orang lain dan lebih menutup diri dari relasi sosial akan menghasilkan penyesuaian diri yang buruk. Individu ini tidak memiliki ketertarikan untuk berpartisipasi dengan aktivitas di lingkungannya serta tidak mampu untuk mengekspresikan diri mereka sendiri, sedangkan bentuk penyesuaian akan dikatakan baik apabila individu tersebut mampu menciptakan relasi yang sehat dengan orang lain, mengembangkan persahabatan, berperan aktif dalam kegiatan sosial, serta menghargai nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. 
  3. Social approval (minat dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain). Hal ini dapat merupakan bentuk penyesuaian diri di masyarakat, dimana individu dapat peka dengan masalah dan kesulitan orang lain di sekelilingnya serta bersedia membantu meringankan masalahnya. Selain itu individu juga harus menunjukan minat terhadap tujuan, harapan dan aspirasi, cara pandang ini juga sesuai dengan tuntutan dalam penyesuaian keagamaan (religious adjustment). 
  4. Altruisme (memiliki sifat rendah hati dan tidak egois). Rasa saling membantu dan mementingkan orang lain merupakan nilai-nilai moral yang aplikasi dari nilai-nilai tersebut merupakan bagian dari penyesuaian moral yang baik yang apabila diterapkan di masyarakat secara wajar dan bermanfaat maka akan membawa pada penyesuaian diri yang kuat. Bentuk dari sifat-sifat tersebut memiliki rasa kemanusiaan, rendah diri, dan kejujuran dimana individu yang memiliki sifat ini akan memiliki kestabilan mental, keadaan emosi yang sehat dan penyesuaian yang baik. 
  5. Conformity (menghormati dan menaati nilai-nilai integritas hukum, tradisi dan kebiasaan). Adanya kesadaran untuk mematuhi dan menghormati peraturan dan tradisi yang berlaku di lingkungan maka ia akan dapat diterima dengan baik di lingkungannya.

Indikator Penyesuaian Sosial 

Menurut Mahmud (1990), terdapat beberapa indikator yang menunjukkan seseorang memiliki tingkat penyesuaian sosial dengan baik, yaitu sebagai berikut:
  1. Berpartisipasi di dalam masyarakat. Aktivitas sosial itu sama pentingnya dengan aktivitas individual, orang yang berada dalam satu kelompok akan lupa dengan masalah-masalah yang dialaminya dan menemukan kepuasan karena saling bertukar pikiran, bekerja-sama dan sebagainya. 
  2. Memiliki hubungan yang penuh kepercayaan dengan orang lain. Satu diantara cara-cara terbaik untuk mengurangi ketegangan adalah membicarakan kesulitan-kesulitan sendiri dengan seorang karib, dengan demikian dia bebas mengungkapkan perasaan malu dan takutnya. 
  3. Bersikap Objektif. Orang yang bersikap objektif tidak menutup mata terhadap kenyataan, keinginan-keinginannya, tidak membutakannya, karena itu dia dapat memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang ada di sekitarnya untuk memuaskan dorongan-dorongannya dengan baik. 
  4. Mengerti dan memahami. Orang yang well-adjustted berusaha bersikap objektif bukan saja terhadap dirinya sendiri, tetapi juga terhadap lingkungannya.
  5. Tidak bersikap serius. Orang yang well-adjusted dapat menertawakan dirinya sendiri, dapat melihat hal-hal yang aneh pada tingkah lakunya. 
  6. Hidup pada saat sekarang. Untuk penyesuaian yang baik orang perlu sekali hidup di dalam dan dengan situasi sebagaimana adanya serta mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam situasi-situasi tersebut. Mencemasi masa depan dan menyesali masa lalu tidak akan membantu seseorang memecahkan persoalan yang dihadapinya.
Sedangkan menurut Sundari (2005), seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang positif apabila dapat menunjukkan ciri-ciri berikut ini:
  1. Tidak adanya ketegangan emosi. Bila individu menghadapi masalah, emosinya tetap tenang, tidak panik, sehingga dalam memecahkan masalah dengan menggunakan rasio dan dapat mengendalikan emosinya. 
  2. Dalam memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan rasional, mengarah pada masalah yang dihadapi secara langsung dan mampu menerima segala akibatnya.
  3. Dalam memecahkan masalah bersikap realistis dan objektif. Bila seseorang menghadapi masalah segera dihadapi secara apa adanya, tidak ditunda-tunda. Apapun yang terjadi dihadapi secara wajar tidak menjadi frustrasi, konflik maupun kecemasan. 
  4. Mampu mempelajari ilmu pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi, sehingga dengan pengetahuan itu dapat digunakan menanggulangi timbulnya masalah. 
  5. Dalam menghadapi masalah butuh kesanggupan membandingkan pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, yang mana pengalaman-pengalaman ini memberikan sumbangan dalam membantu memecahkan masalah.

Daftar Pustaka

  • Schneider, A.A. 2008. Personal Adjustment and Mental Health. New York: Holtt 
  • Mahmud. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta: BPFE.
  • Mu’tadin, Z. 2002. Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja. www.e-psikologi.com
  • Hurlock, E.B. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Gelora Aksara Pratama.
  • Hurlock, E.B. 2005. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
  • Handayani, W. 2006. Psikologi keluarga. Jakarta: Pustaka Utama.
  • Chaplin, J.P. 1997. Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Grafindo Persada.
  • Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta.