Model Pembelajaran Mastery Learning
Daftar Isi
Mastery learning dikembangkan oleh John B. Caroll (1963) dan Benjamin Bloom (1971). Keduanya mengembangkan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan semua siswa dapat mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Model ini menguraikan faktor-faktor pokok yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, seperti bakat dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tingkat pencapaian.
Model belajar tuntas atau mastery learning terdiri atas lima tahap, yaitu orientasi (orientation), penyajian (presentation), latihan terstruktur (structured practice), latihan terbimbing (guided practice) dan latihan mandiri (independent practice). Tujuan proses belajar mengajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh peserta didik. Ini disebut mastery learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh (Nasution, 2011).
Berikut definisi dan pengertian mastery learning dari beberapa sumber buku:
- Menurut Majid (2013), mastery learning merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran.
- Menurut Usman (1993), mastery learning adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara perseorangan maupun kelompok, dengan kata lain apa yang dipelajari siswa dapat dikuasai sepenuhnya.
- Menurut Jones dan Laura (2003), mastery learning adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mensyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran.
Ciri-ciri Mastery Learning
Menurut Suryosubroto (1997), ciri-ciri model pembelajaran dengan prinsip belajar tuntas atau mastery learning adalah sebagai berikut:- Pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Ini berarti bahwa tujuan dari strategi belajar mengajar adalah agar hampir semua siswa atau semua siswa dapat mencapai tingkat penguasaan tujuan pendidikan. Jadi baik cara belajar mengajar maupun alat evaluasi yang digunakan untuk mengatur keberhasilan siswa harus berhubungan erat dengan tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai.
- Memperhatikan perbedaan individu. Yang dimaksud dengan perbedaan di sini adalah perbedaan siswa dalam hal menerima rangsangan dari luar dan dari dalam dirinya serta laju belajarnya, dalam hal ini pengembangan proses belajar mengajar hendaknya dapat disesuaikan dengan sensitivitas indera siswa. Jadi belajar mengajar yang hanya menggunakan satu metode dan satu macam media tidak dapat memberikan hasil yang diharapkan. Sebaliknya cara mengajar yang menggunakan multi metode dan multi media akan menghasilkan proses belajar yang bermutu dan relevan.
- Evaluasi dilakukan secara kontinu dan didasarkan atas kriteria. Evaluasi dilakukan secara kontinu (continous evaluation) ini diperlukan agar guru dapat menerima umpan balik yang cepat/segera, sering dan sistematis. Jadi evaluasi dilakukan pada awal selama dan pada akhir proses belajar mengajar berlangsung. Evaluasi berdasarkan kriteria mengenal 2 macam bentuk yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
- Menggunakan program perbaikan dan program pengayaan. Program perbaikan dan program pengayaan adalah sebagai akibat dari penggunaan evaluasi yang kontinu dan berdasarkan kriteria serta pandangan terhadap perbedaan kecepatan belajar mengajar siswa dan administrasi sekolah. Program perbaikan ditunjukkan kepada mereka yang belum menguasai tujuan instruksional tertentu, sedangkan program pengayaan diberikan kepada mereka yang telah menguasai unit pelajaran yang diberikan.
- Menggunakan prinsip siswa belajar aktif. Prinsip siswa belajar aktif memungkinkan siswa mendapatkan pengetahuan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sendiri. Cara belajar mengejar demikian mendorong siswa untuk bertanya bila mengalami kesulitan, mencari buku-buku atau sumber-sumber yang lain untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Selain itu prinsip siswa belajar aktif dapat mengembangkan keterampilan kognitif, keterampilan manual kreativitas dan logika berfikir.
- Menggunakan satuan pelajaran yang kecil. Cara belajar mengajar dengan menggunakan prinsip belajar tuntas menuntut pembagian bahan pengajaran menjadi unit yang kecil-kecil. Pembagian unit pelajaran menjadi bagian-bagian kecil ini sangat diperlukan guna dapat memperoleh umpan balik secepat mungkin. Dengan demikian guru dapat melakukan usaha perbaikan sedini mungkin.
Variabel Mastery Learning
Terdapat beberapa variabel yang harus diperhatikan dalam penerapan sistem belajar tuntas atau mastery learning, yaitu:- Bakat siswa (aptitude). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan hasil pelajaran.
- Ketekunan belajar (perseverance). Ketekunan erat kaitannya dengan dorongan yang timbul dalam diri siswa untuk belajar dan mengolah informasi secara efektif dan efisien serta pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah instruksional.
- Kualitas pembelajaran (quality of instruction). Kualitas pembelajaran merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk aktif belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap dalam keadaan siap menerima pelajaran. Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar.
- Kesempatan waktu yang tersedia (time allowed for learning). Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran, bidang studi atau pokok bahasan yang berbeda-beda sesuai dengan bobot bahan pelajaran dan tujuan yang ditetapkan.
Langkah-Langkah Mastery Learning
Menurut Wena (2011), langkah-langkah model pembelajaran tuntas atau mastery learning adalah sebagai berikut:a. Orientasi
Pada tahap orientasi ini dilakukan penetapan suatu kerangka isi pembelajaran. Selama tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, tugas-tugas yang akan dikerjakan dan mengembangkan tanggung jawab siswa. Langkah-langkah penting yang harus dilakukan pada tahap ini yaitu (1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan syarat-syarat kelulusan, (2) menjelaskan materi pembelajaran serta kaitannya dengan pembelajaran terdahulu serta pengalaman sehari-hari siswa, dan (3) guru mendiskusikan langkah-langkah pembelajaran seperti berbagai komponen-komponen isi pembelajaran dan tanggung jawab siswa yang diharapkan selama proses pembelajaran.b. Penyajian
Dalam tahap ini guru menjelaskan konsep-konsep atau keterampilan baru disertai dengan contoh-contoh. Penggunaan media pembelajaran, baik visual maupun audio visual sangat disarankan dalam penyajian materi pembelajaran. Dalam tahap ini perlu dilakukan evaluasi seberapa jauh siswa telah paham dengan materi yang diajarkan. Dengan demikian, siswa tidak akan mengalami kesulitan pada tahap latihan berikutnya.c. Latihan Terstruktur
Dalam tahap ini guru memberikan siswa contoh praktik penyelesaian masalah, berupa langkah-langkah penting secara bertahap. Dalam tahap ini siswa perlu diberi beberapa pertanyaan, kemudian guru memberikan balikan atas jawaban siswa.d. Latihan Terbimbing
Pada tahap ini guru memberikan kesempatan pada siswa untuk latihan menyelesaikan suatu permasalahan, tetapi masih di bawah bimbingan. Melalui kegiatan terbimbing ini memungkinkan guru untuk menilai kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan melihat kesalahan-kesalahannya.e. Latihan Mandiri
Tahap latihan mandiri merupakan inti dari strategi ini. Latihan mandiri dilakukan apabila siswa telah mencapai skor unjuk kerja antara 85%-90% dalam tahap latihan terbimbing. Peran guru dalam tahap ini adalah menilai hasil kerja siswa setelah selesai.Kelebihan dan Kekurangan Mastery Learning
Menurut Mariana (2003), terdapat kelebihan dan kekurangan dalam menggunakan model belajar tuntas atau mastery learning, antara lain adalah sebagai berikut:a. Kelebihan mastery learning
Kelebihan atau keunggulan belajar tuntas (mastery learning) yaitu:- Pembelajaran tuntas lebih efektif daripada pembelajaran yang tidak menganut paham pembelajaran tuntas. Keunggulan pembelajaran tuntas termasuk juga pencapaian siswa dan retensi (daya tahan konsep yang dipelajari) lebih tahan lama.
- Efisiensi belajar siswa secara keseluruhan lebih tinggi pada pembelajaran tuntas daripada pembelajaran yang tidak menerapkan pembelajaran tuntas. Siswa yang tergolong lambat menguasai standar kompetensi secara tuntas dapat belajar hampir sama dengan siswa yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.
- Sikap yang ditimbulkan akibat siswa mengikuti pembelajaran tuntas positif, dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak menganut faham pembelajaran tuntas. Adanya sikap positif dan rasa keingintahuan yang besar terhadap suatu materi subjek yang dipelajarinya. Sikap positif lainnya misalnya adanya rasa percaya diri yang berarti, kemauan belajar secara kooperatif satu dengan yang lainnya, dan sikap yang positif terhadap pembelajaran dengan memberikan perhatian yang besar.
b. Kekurangan mastery learning
Kekurangan atau kelemahan belajar tuntas (mastery learning) yaitu:- Guru-guru yang sudah terlanjur menggunakan teknik lama sulit beradaptasi.
- Memerlukan berbagai fasilitas, dan dana yang cukup besar. Menuntut para guru untuk lebih menguasai materi lebih luas lagi dari standar yang ditetapkan.
- Diberlakukan sistem ujian UAS dan UAN yang menuntut penyelenggaraan program bidang studi pada waktu yang telah ditetapkan dan usaha persiapan siswa untuk menempuh ujian.
Daftar Pustaka
- Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Usman, Moh. User. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Nasution. 2011. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
- Jones dan Laura. 2002. The Impact of Constructivism on Education: Language, Discourse and Meaning. American Communication Journal. Vol.05, Issue.03.
- Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
- Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
- Mariana, M. Alit. 2003. Pembelajaran Remedial. Jakarta: Dirjen Dikdsasmen.