Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Nilai dan Metode Pembentukan Karakter Religius

Karakter religius adalah suatu penghayatan ajaran agama yang dianutnya dan telah melekat pada diri seseorang dan memunculkan sikap atau perilaku dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak yang dapat membedakan dengan karakter orang lain.

Nilai dan Metode Pembentukan Karakter Religius

Pendidikan agama dan pendidikan karakter adalah dua hal yang saling berhubungan. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasikan berasal dari empat sumber yaitu, agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.

Salah satu strategi atau metode yang dipergunakan dalam pendidikan untuk membentuk karakter religius adalah dengan pembentukan kebiasaan yang baik dan meninggalkan yang buruk melalui bimbingan, latihan dan kerja keras. Pembentukan kebiasaan tersebut akan menjadi sebuah karakter seseorang. Maka karakter yang kuat biasanya dibentuk oleh penanaman nilai yang menekankan tentang baik dan buruk. Nilai ini dibangun melalui penghayatan dan pengalaman.

Nilai-nilai Religius 

Menurut Sahlan (2009), nilai-nilai religius yang nampak pada diri seseorang dapat ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Kejujuran. Rahasia untuk meraih sukses menurut mereka adalah dengan selalu dengan berkata jujur. Mereka menyadari, justru ketidak jujuran kepada orang lain pada akhirnya akan mengakibatkan diri mereka sendiri terjebak dalam kesulitan yang berlarut-larut.
  2. Keadilan. Salah satu skill seseorang yang religius adalah mampu bersikap adil kepada semua pihak, bahkan saat ia terdesak sekalipun. 
  3. Bermanfaat bagi orang lain. Hal ini merupakan salah satu bentuk sikap religius yang tampak dari diri seseorang. Sebagaimana sabda Nabi SAW: Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain. 
  4. Rendah hati. Sikap rendah hati merupakan sikap tidak sombong mau mendengarkan pendapat orang lain dan tidak memaksakan gagasan dan kehendaknya.
  5. Bekerja efisien. Mereka mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaan saat itu, dan begitu juga saat mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Namun mampu memusatkan perhatian mereka saat belajar dan bekerja. 
  6. Visi ke depan. Mereka mampu mengajak orang ke dalam angan-angannya. Kemudian menjabarkan begitu terinci, cara untuk menuju kesana. 
  7. Disiplin tinggi. Mereka sangatlah disiplin. Kedisiplinan mereka tumbuh dari semangat penuh gairah dan kesadaran, bukan berangkat dari keharusan dan keterpaksaan. 
  8. Keseimbangan. Seseorang yang memiliki sifat religius sangat menjaga keseimbangan hidupnya, khususnya empat aspek inti dalam kehidupannya, yaitu keintiman, pekerjaan, komunitas dan spiritualitas.
Sedangkan menurut Maimun dan Fitri (2010), nilai-nilai religius (keberagamaan) adalah sebagai berikut:
  1. Nilai Ibadah. Secara etimologi ibadah artinya adalah mengabdi (menghamba). Menghambakan diri atau mengabdikan diri kepada Allah merupakan inti dari nilai ajaran Islam. Suatu nilai ibadah terletak pada dua hal yaitu: sikap batin (yang mengakui dirinya sebagai hamba Allah) dan perwujudannya dalam bentuk ucapan dan tindakan. 
  2. Nilai Jihad (Ruhul Jihad). Ruhul Jihad adalah jiwa yang mendorong manusia untuk bekerja atau berjuang dengan sungguh-sungguh. Seperti halnya mencari ilmu merupakan salah satu manifestasi dari sikap jihadunnafis yaitu memerangi kebodohan dan kemalasan. 
  3. Nilai Amanah dan Ikhlas. Secara etimologi kata amanah akar kata yang sama dengan iman, yaitu percaya. Kata amanah berarti dapat dipercaya. 
  4. Nilai Akhlak dan Kedisiplinan. Akhlak secara bahasa berarti budi pekerti, tingkah laku. Dalam dunia pendidikan tingkah laku mempunyai keterkaitan dengan disiplin. 
  5. Nilai Keteladanan. Nilai keteladanan tercermin dari perilaku para guru. Keteladanan merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya dalam penanaman nilai-nilai.

Metode Pembentukan Karakter Religius 

Metode pembentukan karakter religius terdiri dari lima, yaitu metode keteladanan, metode pembiasaan, metode nasihat, metode perhatian/pengawasan dan metode hukuman (Ulwah, 2013).

a. Metode Keteladanan 

Keteladanan dalam pendidikan adalah cara yang paling efektif dan berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental dan rasa sosialnya. Anak akan meniru baik akhlaknya, perkataannya, perbuatannya dan akan senantiasa tertanam dalam diri anak. Secara psikologis seorang anak itu memang senang untuk meniru, tidak hanya hal baik saja yang ditiru oleh anak bahkan terkadang anak juga meniru yang buruk.

Dalam mendidik anak tanpa adanya keteladanan, pendidikan apapun tidak berguna bagi anak dan nasihat apapun tidak berpengaruh untuknya. Mudah bagi pendidik untuk memberikan satu pelajaran kepada anak, namun sangat sulit bagi anak untuk mengikutinya ketika orang yang memberikan pelajaran tersebut tidak mempraktikkan apa yang diajarkannya.

b. Metode Pembiasaan 

Pembiasaan adalah sebuah cara yang dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang.

Pendidikan hanya akan menjadi angan-angan belaka, apabila sikap ataupun perilaku yang ada tidak diikuti dan didukung dengan adanya praktik dan pembiasaan pada diri. Pembiasaan mendorong dan memberikan ruang kepada anak didik pada teori-teori yang membutuhkan aplikasi langsung, sehingga teori yang pada mulanya berat menjadi lebih ringan bagi anak didik bila seringkali dilaksanakan.

c. Metode Nasihat

Nasihat merupakan metode yang efektif dalam membentuk keimanan anak, mempersiapkan akhlak, mental dan sosialnya, hal ini dikarenakan nasihat memiliki pengaruh yang besar untuk membuat anak mengerti tentang hakikat sesuatu dan memberinya kesadaran tentang prinsip-prinsip Islam.

Fungsi nasihat adalah untuk menunjukkan kebaikan dan keburukan, karena tidak semua orang bisa menangkap nilai kebaikan dan keburukan.Metode nasihat akan berjalan baik pada anak jika seseorang yang memberi nasihat juga melaksanakan apa yang dinasihatkan yang dibarengi dengan teladan atau uswah. Bila tersedia teladan yang baik maka nasihat akan berpengaruh terhadap jiwanya dan akan menjadi suatu yang sangat besar manfaatnya dalam pendidikan rohani.

d. Metode Perhatian/Pengawasan 

Maksud dari pendidikan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh, mengikuti perkembangan anak dan mengawasinya dalam membentuk akidah, akhlak, mengawasi kesiapan mental, rasa sosialnya dan juga terus mengecek keadaannya dalam pendidikan fisik maupun intelektualnya.

Metode perhatian dapat membentuk manusia secara utuh yang mendorong untuk menunaikan tanggung jawab dan kewajibannya secara sempurna.Metode ini merupakan salah satu asas yang kuat dalam membentuk muslim yang hakiki sebagai dasar untuk membangun pondasi Islam yang kokoh.

e. Metode Hukuman 

Metode hukuman merupakan suatu cara yang dapat digunakan oleh guru dalam mendidik anak apabila metode-metode yang lain tidak mampu membuat anak berubah menjadi lebih baik. Dalam menghukum anak, tidak hanya menggunakan pukulan saja, akan tetapi bisa menggunakan sesuatu yang bersifat mendidik.

Daftar Pustaka

  • Sahlan, Asmaun. 2009. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah. Malang: UIN-Maliki Press.
  • Maimun, Agus dan Fitri, A. Zainul. 2010. Madrasah Unggulan Lembaga Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif. Malang: UIN-Maliki Press.
  • Ulwah, A. Nashih. 2013. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Khatulistiwa Press.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Nilai dan Metode Pembentukan Karakter Religius. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2019/09/nilai-dan-metode-pembentukan-karakter-religius.html