Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Procurement (Pengertian, Etika, Prinsip, Proses dan Pelaksanaan)

Procurement atau pengadaan adalah semua proses, aktivitas dan kegiatan dalam mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkan dari pemasok secara logis dan sistematis mengikuti norma dan etika yang berlaku mulai dari penawaran, pembelian, transportasi dan penyimpanan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan penggunanya.

Procurement (Pengertian, Etika, Prinsip, Proses dan Pelaksanaan)

Menurut Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah Procurement atau pengadaan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan kerja perangkat daerah/institusi (K/L/SKPD/I) yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikan seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.

Procurement atau pengadaan barang/jasa merupakan proses untuk mendapatkan barang dan jasa dengan kemungkinan pengeluaran yang terbaik, dalam kualitas dan kuantitas yang tepat, waktu yang tepat, dan pada tempat yang tepat untuk menghasilkan keuntungan atau kegunaan secara langsung bagi pemerintah, perusahaan atau bagi pribadi yang dilakukan melalui sebuah kontrak.

Berikut definisi dan pengertian procurement dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Siahaya (2013), procurement adalah upaya mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan berdasarkan pemikiran logis dan sistematis dan mengikuti norma dan etika yang berlaku yang sesuai dengan metode pengadaan barang dan jasa. 
  • Menurut Turban (2010), procurement adalah semua aktivitas yang melibatkan proses mendapatkan barang-barang dari pemasok, hal ini meliputi pembelian, dan kegiatan logistik ke dalam seperti transportasi, barang masuk dan penyimpanan di gudang sebelum barang tersebut digunakan.
  • Menurut Bastian (2010), procurement adalah perolehan barang, jasa dan pekerjaan publik dengan cara dan waktu tertentu, yang menghasilkan nilai terbaik bagi publik (masyarakat). 
  • Menurut Marbun (2010), procurement adalah pengadaan barang dan jasa adalah upaya mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan dilakukan atas dasar pemikiran yang logis dan sistematis (the system of thought), mengikuti norma dan etika yang berlaku, berdasarkan metode dan proses pengadaan yang baku. 
  • Menurut Novitaningrum (2014), procurement adalah kegiatan untuk mendapatkan barang atau jasa secara transparan, efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya.

Etika dan Prinsip dalam Procurement 

Etika dalam proses pengadaan barang dan jasa (procurement) adalah perilaku yang baik dari semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan barang. Perilaku yang baik adalah perilaku yang saling menghormati terhadap tugas dan fungsi masing-masing pihak, bertindak secara profesional, dan tidak saling mempengaruhi untuk maksud tercela atau untuk kepentingan/keuntungan pribadi atau kelompok dengan merugikan pihak lain.

Menurut Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, etika pengadaan barang dan jasa (procurement) adalah sebagai berikut:
  1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang dan jasa. 
  2. Bekerja secara professional dan mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang dan jasa yang seharusnya dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa. 
  3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan yang tidak sehat. 
  4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak. 
  5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak terkait, langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang dan jasa. 
  6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa. 
  7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang (seperti kolusi) dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara. 
  8. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapa pun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa.
Menurut Hardjowijono dan Muhammad (2008), terdapat beberapa prinsip yang harus dijalankan dalam procurement atau pengadaan barang dan jasa yang sudah dipraktekkan secara internasional, yaitu; efisiensi, efektivitas, persaingan sehat, keterbukaan, transparansi, tidak diskriminasi dan akuntabilitas. Adapun penjelasan atas prinsip-prinsip procurement adalah sebagai berikut:
  1. Efisiensi. Prinsip efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa adalah dengan menggunakan sumber daya yang tersedia diperoleh barang dan jasa dalam jumlah, kualitas yang diharapkan, dan diperoleh dalam waktu yang optimal. 
  2. Efektif. Prinsip efektif dalam pengadaan barang dan jasa adalah dengan sumber daya yang tersedia diperoleh barang dan jasa yang mempunyai nilai manfaat setinggi-tingginya. 
  3. Persaingan sehat. Prinsip persaingan yang sehat dalam pengadaan barang dan jasa adalah adanya persaingan antar calon penyedia barang dan jasa berdasarkan etika dan norma pengadaan yang berlaku, tidak terjadi kecurangan dan praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
  4. Terbuka. Prinsip terbuka dalam pengadaan barang dan jasa adalah memberikan kesempatan kepada semua penyedia barang dan jasa yang kompeten untuk mengikuti pengadaan. 
  5. Transparansi. Prinsip transparansi dalam pengadaan barang dan jasa adalah pemberian informasi yang lengkap tentang aturan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa kepada semua calon penyedia barang dan jasa yang berminat dan masyarakat.
  6. Tidak diskriminatif. Prinsip tidak diskriminatif dalam pengadaan barang dan jasa adalah pemberian perlakuan yang sama kepada semua calon penyedia barang dan jasa yang berminat mengikuti pengadaan barang dan jasa.
  7. Akuntabilitas. Prinsip akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa adalah pertanggungjawaban pelaksanaan pengadaan barang dan jasa kepada para pihak yang terkait dan masyarakat berdasarkan etika, norma, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Proses dan Pelaksanaan Procurement 

Proses procurement tradisional dimulai dari pembeli membutuhkan dan akan membuat permintaan material, setelah itu harus mendapat persetujuan supervisor. Langkah selanjutnya melihat ketersediaan barang, apabila barang tersedia maka akan menyiapkan material, jika barang tidak dapat dipenuhi maka akan membuat permintaan pembelian purchase requisition (PR).

Permintaan pembelian harus mendapat persetujuan sebelum melakukan pemilihan pemasok. Jika disetujui, maka bagian pembelian akan memilih pemasok dengan quotation yang diminta dan akan membuat purchase order yang paling sesuai antara penawaran yang diberikan oleh pemasok.

Purchase order tersebut akan digunakan saat melakukan penerimaan barang, jika barang tidak sesuai akan melakukan pengembalian kepada pemasok dan apabila sudah sesuai akan menerima invoice. Sebelum melakukan proses pembayaran, harus melakukan pencocokan antara purchase order, penerimaan barang dan invoice yang diberikan.

Dalam proses pengadaan barang dan jasa (procurement), terdapat beberapa model pelelangan yang dapat dipilih, yaitu sebagai berikut:
  1. Pelelangan umum. Adalah metode pemilihan penyedia barang atau jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media masa dan papan pengumuman resmi.
  2. Pelelangan terbatas. Dilaksanakan apabila jumlah penyedia barang atau jasa yang mampu melaksanakan diyakini terbatas.
  3. Pemilihan langsung. Adalah pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawar, sekurang-kurangnya tiga penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi.
  4. Penunjukan langsung. Metode ini dapat dilaksanakan dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus terhadap satu penyedia barang/jasa.
  5. Swakelola. Adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri dengan menggunakan tenaga dan alat sendiri atau upah borongan tenaga. 
Menurut Achlaq (2011), proses procurement tidak terlepas dari tugas dan tanggung jawab dari bagian pengadaan barang adalah menyediakan barang maupun jasa dengan harga yang murah, berkualitas dan terkirim tepat waktu. Adapun tugas dan tanggung jawab pelaksana procurement adalah sebagai berikut:
  1. Merancang hubungan yang tepat dengan pemasok. Hubungan dengan pemasok bisa bersifat kemitraan jangka panjang maupun hubungan transaksional jangka pendek. 
  2. Memilih pemasok atau suplier. Kegiatan memilih pemasok bisa memakan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit. Kesulitan akan lebih tinggi kalau pemasok yang akan dipilih berada di mancanegara. Pemasok yang berpotensi untuk menjalin hubungan jangka panjang, proses pemilihan ini bisa melibatkan evaluasi awal, mengundang mereka untuk presentasi, kunjungan lapangan dan sebagainya. Pemilihan pemasok harus sejalan dengan strategi supply chain. 
  3. Memilih dan mengimplentasikan teknologi yang cocok. Kegiatan pengadaan selalu membutuhkan bantuan teknologi. Teknologi yang lebih tradisional dan lumrah digunakan adalah telepon dan fax. Saat ini banyak perusahaan yang menggunakan electronic procurement (eprocurement) yaitu aplikasi internet untuk kegiatan pengadaan. 
  4. Memelihara data item yang dibutuhkan dan data pemasok. Bagian pengadaan harus memiliki data yang lengkap tentang item-item yang dibutuhkan maupun data tentang pemasok mereka. Beberapa data pemasok yang penting untuk dimiliki adalah nama dan alamat masing-masing dari pemasok, item apa yang mereka pasok, harga per unit, pengiriman, kinerja masa lalu, serta kualifikasi pemasok termasuk juga kualifikasi seperti ISO. 
  5. Melakukan proses pembelian. Proses pembelian bisa dilakukan dengan beberapa cara, misalnya pembelian rutin dan pembelian dengan melalui tender atau lelang. Pembelian rutin dan pembelian dengan tender melewati proses-proses yang berbeda. 
  6. Mengevaluasi kinerja pemasok-pemasok. Hasil penilaian ini digunakan sebagai masukan bagi pemasok untuk meningkatkan kinerja mereka. Kinerja yang digunakan untuk menilai pemasok seharusnya mencerminkan strategi supplay chain dan jenis barang yang dibeli.

Daftar Pustaka

  • Siahaya, Willem. 2013. Sukses Supply Chain Management Akses Demand Chain Management. Jakarta: In Media.
  • Turban. 2010. Behavioural Intention of Using e-Procurement. New Jersey: Prentince Hall.
  • Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik, Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
  • Marbun, Rocky. 2010. Tanya Jawab Seputar Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Visimedia.
  • Novitaningrum, B.D. 2014. Akuntabilitas dan Transparansi Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah Melalui Elektronik Procurement (Best Practice di Pemerintah Kota Surabaya). Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik, Vol.2, No.1.
  • Hardjowijono, B. dan Muhammad, H. 2008. Prinsip-Prinsip Dasar Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Jakarta: Salemba Empat.
  • Achlaq, M.M. 2011. Tugas dan Tanggung Jawab Pengadaan Barang. Surabaya: Universitas Narotama.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Procurement (Pengertian, Etika, Prinsip, Proses dan Pelaksanaan). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/02/procurement-pengertian-etika-prinsip-proses-dan-pelaksanaan.html