Konflik Kerja (Pengertian, Bentuk, Ciri, Penyebab dan Metode Penyelesaian)
Daftar Isi
Konflik kerja merupakan kondisi dimana terjadi ketidakcocokan antara nilai dan tujuan yang ingin dicapai, baik nilai dan tujuan yang ada dalam diri sendiri maupun dalam hubungan dengan orang lain. Konflik kerja juga bisa disebabkan adanya perbedaan pendapat antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja atau mempunyai status, tujuan, penilaian, atau pandangan yang berbeda.
Berikut definisi dan pengertian konflik kerja dari beberapa sumber buku:
- Menurut Tommy (2010), konflik kerja adalah adanya pertentangan antara seseorang dengan orang lain atau ketidakcocokan kondisi yang dirasakan pegawai karena adanya hambatan komunikasi, perbedaan tujuan dan sikap serta ketergantungan aktivitas kerja.
- Menurut Wahyudi (2011), konflik kerja adalah perselisihan, pertentangan antara dua orang atau dua kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
- Menurut Mangkunegara (2000), konflik kerja adalah pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan dari apa yang diharapkan.
- Menurut Nawawi (2010), konflik kerja adalah ketidaksesuaian dua orang atau lebih anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan nilai dan persepsi.
- Menurut Rivai (2011), konflik kerja adalah ketidaksesuaian diantara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/ perusahaan) yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi.
Bentuk-bentuk Konflik Kerja
Menurut Mangkunegara (2011), terdapat empat bentuk konflik kerja dalam organisasi, yaitu:- Konflik hierarki (hierarchical conflict), yaitu konflik yang terjadi pada tingkatan hierarki organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan pegawai, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manager, dan pengurus dengan pegawai.
- Konflik fungsional (functional conflict), yaitu konflik yang terjadi dari bermacam-macam fungsi departemen dalam organisasi. Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan bagian personalia.
- Konflik staf dengan kepala unit (line staff conflict), yaitu konflik yang terjadi antara pemimpin unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang/otoritas kerja. Contoh: karyawan staf secara tidak formal mengambil wewenang berlebihan.
- Konflik formal-informal (formal-informal conflict), yaitu konflik yang terjadi yang berhubungan dengan norma yang berlaku di organisasi informal dengan organisasi formal. Contoh: pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.
- Konflik intra individu, yaitu konflik yang dihadapi atau dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspektasi dari luar yang berbeda dengan keinginan atau harapannya. Contoh: A sebagai seorang pejabat perusahaan disuruh oleh atasannya menjamu tamu perusahaan ke diskotek untuk minum-minum, padahal ia amat religius dan tak pernah mengunjungi tempat-tempat hiburan seperti diskotek.
- Konflik antar individu, yaitu konflik yang terjadi antara individu yang berada dalam satu kelompok ataupun antara individu yang berada di kelompok yang berbeda. Contoh: Konflik antara X dan Y yang kebetulan bekerja pada bagian yang sama di sebuah perusahaan.
- Konflik antar kelompok, yaitu konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Contoh: Konflik antar kelompok kerja A dan kelompok kerja B di dalam bagian yang sama, atau antara kelompok yang berbeda pada bagian yang berbeda.
- Konflik organisasi, yaitu konflik yang terjadi antara unit-unit organisasi yang dapat bersifat struktural dan fungsional. Contoh yang klasik adalah konflik antara fungsi staf dan fungsi lini, konflik antara bagian produksi dan bagian pemasaran, atau konflik antara atasan dengan bawahan.
Ciri-ciri Konflik Kerja
Menurut Nawawi (2010), adanya konflik kerja dalam suatu perusahaan atau organisasi ditandai dengan adanya ciri-ciri sebagai berikut:- Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antara individu atau kelompok.
- Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi.
- Terdapat pertentangan norma, dan nilai-nilai individu maupun kelompok.
- Adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain untuk memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas.
- Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya kreativitas, inisiatif atau gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi.
Faktor Penyebab Konflik Kerja
Menurut Wexley dan Yuki (2005), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik kerja, yaitu:a. Ketergantungan tugas
Jika dua individu atau kelompok tergantung satu sama lain dengan cara sedemikian rupa untuk keberhasilan pelaksanaan tugasnya, maka konflik kerja mungkin terjadi jika keduanya mempunyai tujuan-tujuan atau prioritas-prioritas yang berbeda.b. Kekaburan batas-batas bidang kerja
Konflik kerja mungkin sekali terjadi bilamana batasan-batasan bidang kerja tidak jelas yang dikarenakan adanya tumpang asuh (overlapping) tanggung jawab atau ketimpangan dalam tanggungjawab dan satu pihak berusaha untuk melakukan lebih banyak pengendalian atas perilaku-perilaku yang disukainya atau mengalihkan menyerahkan bagiannya dalam pelaksanaan aktivitas-aktivitas yang tidak disukainya.c. Persaingan terhadap sumber-sumber
Salah satu sumber konflik kerja penting adalah persaingan terhadap sumber-sumber seperti dana anggaran, ruang, pengadaan bahan, personalia, serta pelayanan pendukung. Semakin langka pengadaan sumber-sumber yang relatif banyak diperlukan oleh pihak-pihak tandingannya dan semakin penting sumber-sumber tersebut bagi mereka, semakin besar kemungkinan konflik kerja akan berkembang.d. Masalah status
Konflik status disebabkan oleh persepsi atas ketidakadilan dalam hal penugasan kerja, kondisi-kondisi kerja. Jika seorang individu atau perusahaan percaya bahwa mereka menerima keuntungan-keuntungan atau kesempatan-kesempatan yang lebih sedikit daripada yang sepatutnya ia dapat, maka frustasi dan kebencian dapat berkembang menjadi konflik kerja.e. Rintangan-rintangan komunikasi
Tidak memadainya komunikasi dapat mendukung berkembangnya konflik semua (psudo-conflict) bayang merintangi persetujuan antara dua kelompok yang posisinya saling melengkapi. Tidak adanya sarana-sarana komunikasi yang memadai dapat menghambat usaha-usaha untuk mencapai koordinasi dua kelompok yang tugas pekerjaannya bergantungan. Kesulitan-kesulitan bahasa serta selektivitas dalam menginterpretasikan informasi dapat terjadi kesalahan konsepsi dan mendorong timbulnya saling tidak percaya.f. Sifat-sifat individu
Kemungkinan terjadi konflik kerja sebagian ditentukan oleh sifat kepribadian masing-masing pihak. Dalam suatu tinjauan riset tawar-menawar (bargaining), menyimpulkan bahwa perilaku konflik mudah terjadi bila satu pihak sangat dogmatis dan otoriter serta rendah harga dirinya.Metode Penyelesaian Konflik Kerja
Konflik apabila dapat dikelola dengan baik dapat menjadi kekuatan untuk mendatangkan perubahan dan kemajuan dalam organisasi. Menurut Rivai (2011), terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengelola dan menyelesaikan konflik, yaitu:a. Metode stimulasi konflik
Metode ini digunakan untuk menimbulkan rangsangan anggota, karena anggota pasif yang disebabkan oleh situasi dimana konflik terlalu rendah. Metode ini digunakan untuk merangsang konflik yang produktif. Metode stimulasi konflik ini meliputi:- Pemasukan atau penempatan orang luar kedalam kelompok.
- Penyusunan kembali organisasi.
- Penawaran bonus, pembayaran insentif, dan penghargaan untuk mendorong persaingan.
- Pemilihan manajer-manajer yang tepat.
- Perlakuan yang beda dengan kebiasaan.
b. Metode pengurangan konflik
Metode ini mengurangi antagonisme (permusuhan) yang ditimbulkan oleh konflik. Metode ini mengelola tingkat konflik melalui pendinginan suasana, tetapi tidak menangani masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik. Metode ini ada dua. Pertama, mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima kedua kelompok. Metode kedua, mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan untuk menghadapi ancaman atau musuh yang sama.c. Metode Penyelesain Konflik
Terdapat tiga metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif.1. Dominasi atau penekanan
Dominasi atau penekanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
- Kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan atau otokratik.
- Penenangan (smoting), merupakan cara yang lebih diplomatis.
- Penghindaran (avoidance), dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas.
- Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.
Manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak yang bertikai. Bentuk-bentuk kompromi meliputi:
- Pemisahan (separation), dimana pihak-pihak yang bertikai dipisahkan sampai mereka mencapai persetujuan.
- Perwasitan (arbitrasi), dimana pihak ketiga (biasanya manajer) diminta memberi pendapat.
- Kembali ke peraturan-peraturan yang berlaku, dimana kemacetan dikembalikan pada ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan menyetujui bahwa peraturan-peraturan yang memutuskan penyesuaian konflik.
- Penyuapan (bribing), salah satu pihak menerima kompensasi dalam pertukaran untuk tercapainya penyelesaian konflik.
- Pemecahan masalah integratif (secara menyeluruh). Konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama melalui teknik-teknik pemecahan masalah. Disamping penekanan konflik atau pencarian kompromi, kedua belah pihak secara terbuka mencoba menemukan penyelesaian yang dapat diterima semua pihak.
Ada tiga metode penyelesaian integratif, yaitu:
- Konsensus. Kedua pihak bertemu bersama untuk mencari penyelesaian terbaik masalah mereka dan bukan mencari kemenangan satu pihak.
- Konfrontasi. Kedua belah pihak menyatakan pendapatnya secara langsung satu sama lain, dan dengan kepemimpinan yang terampil serta kesediaan untuk menerima penyelesaian, suatu penyelesaian konflik yang rasional sering dapat ditemukan.
- Penggunaan tujuan-tujuan lebih tinggi. Seorang manajer tidak mampu mengatasi sendiri konflik yang timbul, maka manajer bisa menggunakan tenaga eksternal sebagai penengah atau mediator. Hal ini karena manajemen tidak selamanya dapat menggunakan kekuasaan untuk memaksakan atau mengatasi konflik yang ada.
Daftar Pustaka
- Tommy, Y.D. 2010. Skripsi: Pengaruh Konflik Kerja terhadap Burnout pada pegawai Bagian Produksi UD. Abadi Lestari Bojonegoro. Malang: Universitas Negeri Malang.
- Wahyudi, Bambang. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Sulita.
- Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Nawawi, Hadari. 2010. Perencanaan Sumber Daya Manusia Untuk Organisasi Profit yang Kompetitif. Yogyakarta: UGM Press.
- Rivai, Veithzal. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, dari Teori ke Praktik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Nimran, Umar. 1997. Perilaku Organisasi. Surabaya: Citra Media.
- Wexley, K.N., dan Yuki, G.A. 2005. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Bina Aksara.