Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mobilitas Sosial (Pengertian, Bentuk, Dimensi dan Faktor yang Mempengaruhi)

Mobilitas sosial (social mobility) adalah suatu gerak perpindahan individu, keluarga atau kelompok dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain atau dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata satu ke strata yang lain baik berupa peningkatan atau penurunan status sosial yang dimiliki seperti penghasilan, pekerjaan atau jabatan.

Mobilitas Sosial (Pengertian, Bentuk, Dimensi dan Faktor yang Mempengaruhi)

Mobilitas sosial adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Kata mobilitas berasal dari bahasa latin mobilitas yang berarti mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Kata sosial yang ada pada istilah tersebut mengandung makna gerak yang melibatkan seseorang atau sekelompok warga dalam kelompok sosial.

Mobilitas sosial merupakan perpindahan/gerak sosial yang dilakukan seseorang atau sekelompok masyarakat dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup. Mobilitas yang dilakukan oleh seseorang akan menempatkan seseorang tersebut pada suatu kelas sosial (stratifikasi sosial) yang berbeda dari sebelumnya. Pada stratifikasi sosial terdapat pengkategorian kelas-kelas yang disebut dengan class sistem yang menempatkan mereka masuk pada kelas yang sesuai dengan kondisi yang mereka miliki.

Berikut definisi dan pengertian mobilitas sosial dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Suyanto (2004), mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya baik itu berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan (biasanya) termasuk pula segi penghasilan, yang dapat dialami oleh beberapa individu atau oleh keseluruhan anggota kelompok.
  • Menurut Narwoko dan Suyanto (2010), mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya. 
  • Menurut Mantra dan Pitoyo (1998), mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain. Misalnya, seorang pensiunan pegawai rendahan salah satu departemen beralih pekerjaan menjadi seorang pengusaha dan berhasil dengan gemilang. 
  • Menurut Horton dan Hunt (1999), mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya. 
  • Menurut Sunarto (2004), mobilitas sosial adalah perpindahan individu, keluarga atau kelompok sosial dari lapisan ke lapisan sosial lainnya. Dalam perpindahan yang dilakukan dapat mempengaruhi status sosial yang dimiliki yaitu bisa naik atau turun, atau bahkan tetap pada tingkat yang sama tetapi dalam pekerjaan yang berbeda.

Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial 

Menurut Narwoko dan Suyanto (2010), mobilitas sosial memiliki beberapa jenis atau bentuk, yaitu sebagai berikut:

a. Mobilitas sosial horizontal 

Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang ataupun objek sosial lainnya dalam mobilitas sosial yang horizontal. Mobilitas sosial horizontal bisa terjadi secara sukarela tetapi bisa pula terjadi karena terpaksa karena ancaman kekeringan. Contohnya seorang buruh petani yang pada musim paceklik berpindah pekerjaan menjadi buruh bangunan. Hal ini bisa digolongkan sebagai mobilitas sosial horizontal terpaksa yang artinya, petani tersebut terpaksa pindah ke pekerjaan lain karena memang di desanya tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan dalam sektor pertanian dikarenakan ancaman kekeringan. Contoh mobilitas sosial sukarela yaitu, seorang pegawai bank yang sudah bosan dan jenuh dengan pekerjaannya kemudian berpindah karier menjadi pengusaha atau pekerjaan lainnya.

b. Mobilitas sosial vertikal 

Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Mudah tidaknya seseorang melakukan mobilitas vertikal salah satunya ditentukan oleh kekakuan dan keluwesan struktur sosial di mana orang itu hidup. Sesuai dengan arahnya, karena itu dikenal dua jenis mobilitas vertikal yaitu:
  1. Gerakan sosial yang meningkat (social climbing), yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial yang rendah ke kelas sosial yang lebih tinggi. Contohnya, seorang staf yang dipromosikan naik pangkat menjadi kepala bagian di sebuah perusahaan swasta. 
  2. Gerak sosial yang menurun (social sinking), yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial tertentu ke kelas sosial lain yang lebih rendah posisinya. Contohnya, seorang petani cengkeh yang jatuh miskin karena komoditas yang ditanamnya tidak laku-laku dijual di pasar.

c. Mobilitas antar generasi 

Mobilitas antar generasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Suatu studi yang sering menjadi acuan dalam bahasan mengenai mobilitas antar generasi ialah penelitian Blau dan Duncan terhadap mobilitas pekerjaan di Amerika Serikat. Kedua ilmuwan sosial ini menyimpulkan dari data mereka bahwa masyarakat Amerika merupakan masyarakat yang relatif terbuka karena di dalamnya telah terjadi mobilitas sosial antar generasi dan di dalam mobilitas intra generasi pengaruh pendidikan dan pekerjaan individu yang bersangkutan lebih besar daripada pengaruh pendidikan dan pekerjaan orang tua. Dengan kata lain, dalam tiap-tiap generasi telah terjadi peningkatan status anak melebihi status orang tuanya, dan dalam tiap generasi pun telah terjadi peningkatan status anak sehingga melebihi status yang diduduki pada awal karirnya sendiri.

c. Mobilitas intra generasi 

Mobilitas sosial intra generasi adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu generasi yang sama. Mobilitas intra generasi dapat mengacu pada mobilitas sosial yang dialami seseorang dalam masa hidupnya, misalnya dari status asisten dosen menjadi guru besar, atau dari perwira pertama menjadi perwira tinggi.

Dimensi Mobilitas Sosial 

Menurut Pattinasarany (2016), mobilitas sosial terdiri dari beberapa dimensi, yaitu:
  1. Peringkat okupasi. Okupasi merupakan indikator yang bersifat umum dalam stratifikasi sosial. Para peneliti berpendapat pekerjaan merupakan salah satu faktor yang membedakan keyakinan, norma, kebiasaan dan ekspresi emosional seseorang.
  2. Peringkat konsumsi yang merujuk pada gaya hidup. Gaya hidup dan prestise yang kurang lebih sama dapat dikatakan berada dalam kelas konsumsi yang sama. Cara yang paling tepat menghitung indeks konsumsi kelas bukan dilihat dari penghasilan total melainkan dari penghasilan yang dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan prestisius dan bersifat kultural.
  3. Kelas sosial. Seseorang individu dikatakan berada dalam kelas sosial yang sama dengan individu lain jika mereka menerima individu lain itu secara sama dan mempunyai kedekatan hubungan.
  4. Peringkat kekuasaan. Dimensi ini berkaitan dengan hubungan peran berupa hubungan otoritas dan kekuasaan, yang melibatkan posisi subordinat di satu sisi dan super ordinat di sisi lain. Mereka meyakini kekuasaan merupakan kendaraan mobilitas sosial.

Faktor Pendorong dan Penghambat Mobilitas Sosial 

Menurut Suyanto (2004), terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya mobilitas sosial, yaitu sebagai berikut:

a. Faktor Struktural 

Faktor struktural adalah jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Adapun yang termasuk dalam cakupan faktor struktural antara lain struktur pekerjaan dan perbedaan fertilitas (tingkat kelahiran).
  1. Struktur pekerjaan. Masyarakat yang mengandalkan kehidupan ekonominya pada bidang pertanian dan bahan baku, cenderung memperluas lapangan kerja di tingkat bawah dan membatasi di tingkat menengah ke atas. Hal tersebut yang mengakibatkan mobilitas sosial dalam masyarakat agraris cenderung rendah. Sebaliknya, masyarakat yang mengandalkan kehidupan ekonominya pada industri cenderung memperluas lapangan kerja di tingkat menengah dan atas. Itulah sebabnya, mobilitas sosial dalam masyarakat industri cenderung tinggi.
  2. Perbedaan fertilitas. Tingkat kelahiran pada masyarakat berstatus sosial rendah umumnya lebih tinggi dibandingkan tingkat kelahiran pada masyarakat berstatus sosial menengah sampai atas. Kenyataan tersebut dapat kita lihat dari perbedaan mencolok tingkat kelahiran antara Kelurahan dan kota.

b. Faktor Individu 

Faktor individu adalah kualitas orang perorang baik ditinjau dari segi tingkat pendidikan, penampilan, maupun keterampilan pribadi. Cakupan faktor individu antara lain perubahan kemampuan dan orientasi sikap terhadap mobilitas.
  1. Perubahan kemampuan. Pendidikan dan keterampilan akan memengaruhi perubahan kemampuan seseorang. Secara otomatis akan berpengaruh terhadap mobilitas sosial. Misalnya, seorang tukang ojek setelah mengikuti kursus stir mobil maka ia mampu menjadi sopir. Selain itu, seseorang yang mulanya hanya bisa berbahasa lokal setelah mengikuti kursus bahasa asing akan mampu menguasai bahasa yang dikehendaki. Dengan begitu dia akan bisa berkomunikasi menggunakan bahasa asing. 
  2. Orientasi Sikap terhadap mobilitas. Perubahan sikap dapat mendukung dan menghambat terjadinya mobilitas sosial. Contoh sikap yang mendukung mobilitas adalah keinginan untuk maju maupun menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sementara itu, sikap yang menghambat mobilitas antara lain bersikap masa bodoh, tidak peduli dengan lingkungannya, dan pasrah dengan keadaan tanpa mau berusaha.

c. Status Sosial 

Setiap manusia dilahirkan dalam status sosial yang dimiliki oleh orang tuanya. Ketidakpuasan seseorang atas status yang diwariskan oleh orangtuanya, karena orang pada dasarnya tidak dapat memilih oleh siapa ia dilahirkan, dapat menjadi dorongan untuk berupaya keras memperoleh status atau kedudukan yang lebih baik dari status atau kedudukan orangtuanya.

d. Faktor keadaan ekonomi 

Keadaan ekonomi dapat menjadi pendorong terjadinya mobilitas manusia. Keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya yang dialami oleh masyarakat di daerah minus, mendorong mereka untuk berurbanisasi ke kota-kota besar dengan harapan memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih baik.

e. Faktor situasi politik 

Situasi politik yang tidak menentu, biasanya juga berakibat pada jaminan keamanan yang juga tidak menentu, dapat mendorong orang untuk meninggalkan tempat itu menuju ke tempat lain.

f. Faktor kependudukan (demografi) 

Bertambahnya jumlah dan kepadatan penduduk yang berimplikasi pada sempitnya permukiman, kualitas lingkungan yang buruk, kesempatan kerja yang menyempit, kemiskinan, dan sebagainya, dapat mendorong orang untuk melakukan migrasi ke tempat lain.

g. Faktor keinginan melihat daerah lain 

Hal ini tampak pada fenomena tourisme, orang mengunjungi daerah atau tempat tertentu dengan tujuan sekedar melihat sehingga menambah pengalaman atau bersifat rekreasional.

Sedangkan faktor penghambat terjadinya mobilitas sosial adalah sebagai berikut:
  1. Faktor kemiskinan. Kemiskinan dapat membatasi kesempatan bagi seseorang untuk berkembang dan mencapai suatu sosial tertentu. Contohnya, seorang anak memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya karena kedua orangtuanya tidak bisa membiayai, sehingga dia tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan status sosialnya. 
  2. Faktor diskriminasi kelas. Diskriminasi kelas dalam sistem kelas terbuka dapat menghalangi mobilitas ke atas. Hal ini terbukti dengan adanya pembatasan suatu organisasi tertentu dengan berbagai syarat dan ketentuan, sehingga hanya sedikit orang yang mampu mendapatkannya. Contoh, jumlah anggota DPR yang dibatasi hanya 500 orang, sehingga hanya 500 orang yang mendapat kesempatan untuk menaikkan status sosialnya menjadi anggota DPR.
  3. Faktor perbedaan ras dan agama. Perbedaan ras dapat menghambat mobilitas sosial. Perbedaan kelas rasial, seperti yang terjadi di Afrika Selatan di masa lalu, dimana ras berkulit putih berkuasa dan tidak memberi kesempatan kepada mereka yang berkulit hitam untuk dapat duduk bersama-sama di pemerintahan sebagai penguasa. Sistem ini disebut Apharteid dan dianggap berakhir ketika Nelson Mandela, seorang kulit hitam, terpilih menjadi presiden Afrika Selatan. Sedangkan sistem kasta merupakan contoh faktor agama yang dapat menghambat terjadinya mobilitas sosial.

Daftar Pustaka

  • Suyanto, Bagong. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media Group.
  • Narwoko, J.D., dan Suyanto, Bagong. 2010. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media Group.
  • Mantra, I.B., dan Pitoyo, A.J. 1998. Kumpulan Beberapa Teori Penduduk Buku I. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. 
  • Horton, B.P., dan Chester L.H. 1999. Sosiologi. Jakarta: Erlangga.
  • Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
  • Pattinasarany, Indera Ratna Irawati. 2016. Stratifikasi dan Mobilitas Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Mobilitas Sosial (Pengertian, Bentuk, Dimensi dan Faktor yang Mempengaruhi). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/03/mobilitas-sosial.html