Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Six Sigma (Pengertian, Aspek, Metode dan Langkah-langkahnya)

Six sigma adalah strategi bisnis dengan konsep analisis statistik dengan cara peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan dalam persejuta kesempatan untuk setiap transaksi produk (barang atau jasa). Sig sigma dibuat untuk menghilangkan pemborosan, mengurangi biaya karena kualitas yang buruk dan memperbaiki efektivitas semua kegiatan operasi dengan target kesempurnaan.

Six Sigma (Pengertian, Aspek, Metode dan Langkah-langkahnya)

Six Sigma merupakan metode pengendalian dan peningkatan kualitas yang sudah diterapkan oleh perusahaan Motorola dari tahun 1987. Metode ini dikembangkan oleh William B. Smith JR dan Mikel J. Harry pada tahun 1981. Six sigma terdiri dari dua kata yaitu Six yang berarti enam dan sigma yang berarti sebuah simbol atau lambang standar deviasi dalam statistik yang melambangkan kemampuan suatu proses dan ukuran suatu nilai sigma.

Prinsip dasar Six Sigma adalah perbaikan produk dengan melakukan perbaikan pada proses sehingga proses tersebut menghasilkan produk yang sempurna. Pendekatan Six Sigma digunakan untuk mengidentifikasikan hal-hal yang berkaitan dengan penanganan error dan pengerjaan ulang produk akan menghabiskan biaya, waktu, mengurangi peluang mendapatkan pendapatan, mengurangi peluang mendapatkan pendapatan, dan mengurangi kepercayaan pelanggan.

Berikut definisi dan pengertian six sigma dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Miranda dkk (2006), six sigma adalah sebuah metode berteknologi canggih yang digunakan oleh para insinyur dan statistikiawan dalam memperbaiki/mengembangkan proses atau produk. 
  • Menurut Gasperz (2002), six sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan dalam persejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang dan jasa), upaya giat menuju kesempurnaan (zero-deffect-kegagalan nol).
  • Menurut Brue (2002), six sigma adalah konsep statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat atau kerusakan. Mencapai enam sigma berarti proses menghasilkan hanya 3,4 cacat per sejuta peluang. 
  • Menurut Harry dan Scroeder (2000), six sigma adalah strategi yang menggunakan metode sistematis dalam pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya.
  • Menurut Nasution (2015), six sigma adalah strategi bisnis untuk menghilangkan pemborosan, mengurangi biaya karena kualitas yang buruk, dan memperbaiki efektivitas semua kegiatan operasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.

Aspek Dasar Six Sigma 

Six Sigma merupakan metode pemecahan masalah dari akibat cacat dan tingginya biaya yang disebabkan oleh rendahnya kualitas produk maupun proses. Six Sigma dapat menjadi filosofi manajemen yang bertujuan mencapai kualitas yang lebih baik melalui peningkatan kualitas terus menerus (countinous improvement). Menurut Pande dkk (2002), terdapat enam aspek utama yang perlu diperhatikan oleh manajemen yang ingin menerapkan konsep six sigma, yaitu:
  1. Benar-benar mengutamakan pelanggan: seperti kita sadari bersama, pelanggan bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa juga berarti rekan kerja kita, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah, masyarakat umum pengguna jasa, dll.
  2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta: bukan berdasarkan opini, atau pendapat tanpa dasar. 
  3. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan: Six Sigma sangat tergantung kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang bagus untuk melakukan perbaikan. 
  4. Manajemen yang proaktif: peran pemimpin dan manajer sangat penting dalam mengarahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan.
  5. Kolaborasi tanpa batas: kerja sama antar tim yang harus mulus. 
  6. Selalu mengejar kesempurnaan.

Metode Six Sigma 

Metode six sigma dibutuhkan untuk melakukan peningkatan terus menerus melalui pendekatan yang sistematis berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta dengan menggunakan peralatan, pelatihan dan pengukuran, sehingga semua kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi. Menurut Gaspersz (2007), terdapat dua metodologi six sigma yang dapat digunakan, yaitu: DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dan DMADV (Define, Measure, Analyze, Design, Verify). DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada, sedangkan DMADV digunakan untuk menciptakan desain proses baru dan/atau desain produk baru dalam cara sedemikian rupa agar menghasilkan kinerja bebas kesalahan (zero defects/errors).

DMAIC digunakan pada saat sebuah perusahaan sudah memiliki sebuah produk jadi atau produk yang masih dalam tahap proses, namun belum mencapai spesifikasi yang dibutuhkan oleh pelanggan. DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang terdiri dari lima tahap, yaitu:
  1. Define. Mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. 
  2. Measure. Mengukur kinerja proses pada saat sekarang (baseline measurements) agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Lakukan pemetaan proses dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan indikator kinerja kunci (key performance indicator = KPI). 
  3. Analyze. Menganalisis hubungan sebab-akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan. 
  4. Improve. Mengoptimisasikan proses menggunakan analisis-analisis seperti Design of Experiments (DOE), dan lain-lain, untuk mengetahui dan mengendalikan kondisi optimum proses. 
  5. Control. Melakukan pengendalian terhadap proses secara terus-menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju Six Sigma.
DMADV adalah strategi perancangan proses baru dengan memanfaatkan perangkat-perangkat kerja dan metode-metode terbaik di dalam perencanaan produk maupun proses, baik itu proses pengembangan produk, desain atau redesain proses pelayanan, atau proses bisnis internal. Tahap-tahap dalam proses DMADV adalah sebagai berikut:
  1. Define. Mendefinisikan secara formal sasaran dari aktivitas desain proses baru dan / atau desain produk baru yang secara konsisten berkaitan langsung dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. 
  2. Measure. Mengindentifikasi critical-to-qualities (CTQs), kapabilitas produk (product capabilities), kapabilitas proses (process capabilities), evaluasi resiko, dll. 
  3. Analyze. Mengembangkan dan mendesain alternatif-alternatif, menciptakan high-level design, dan mengevaluasi kapabilitas desain agar mampu memilih desain terbaik. 
  4. Design. Mengembangkan desain secara terperinci (develop detail design), optimisasi desain (optimize design), dan rencana untuk verifikasi desain. Pada tahap ini mungkin membutuhkan simulasi. 
  5. Verify. Memverifikasi desain, setup pilot runs, implementasi proses baru (untuk desain proses baru) atau produk baru (untuk desain produk baru), kemudian menyerahkan kepada pemilik proses.

Langkah-langkah Six Sigma 

a. Define 

Define merupakan fase awal dalam Six Sigma. Pada Fase ini, tim akan mendefinisikan keinginan dan kebutuhan konsumen, serta membuat perencanaan penyelesaian proyek. Pada fase ini tim harus selalu berhubungan dengan sponsor atau Champion untuk memastikan proyek ini tetap sejalan dengan tujuan bisnis, prioritasnya serta ekspektasinya. Menurut Nasution (2015), tujuan define adalah untuk mengidentifikasi produk atau proses yang akan diperbaiki dam menentukan sumber-sumber apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek. Sebelum menentukan dan melangkah ke proses define, terlebih dahulu menentukan potential project yang layak dilakukan.

Menurut Pande (2002), pada tahap define terdapat dua hal yang perlu dilakukan, yaitu:
  1. Mendefinisikan proses inti perusahaan. Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai departemen atau fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan, informasi) kepada para pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma pertama-tama yang dilakukan adalah mempertimbangkan dan menjelaskan tujuan dari suatu proses inti akan dievaluasi.
  2. Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan pelanggan. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemain paling penting didalam semua proses, yakni pelanggan, pelanggan bisa internal maupun eksternal adalah tugas Black Belt dan tim untuk menentukan dengan baik apa yang diinginkan pelanggan eksternal. Pekerjaan ini membuat suara pelanggan (voice to customer – VOC) menjadi hal yang menantang. Dalam hal mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan adalah memahami dan membedakan diantara dua kategori persayaratan kritis, yaitu persyaratan output dan persyaratan pelayanan.

b. Measure 

Measure atau pengukuran adalah langkah transisi kunci dalam sebuah proyek Six Sigma. Dalam langkah ini tim akan memformulasikan ulang permasalahan serta memulai pencarian akar masalah. Menurut Soemohadiwidjojo (2017), tujuan dari langkah measure adalah mencari peluang untuk perbaikan/peningkatan kinerja dan menetapkan ukuran yang akan dijadikan basis pengukuran peningkatan kinerja setelah project Six Sigma diimplementasikan. Saat memulai tahap measure, mula-mula yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi proses-proses internal yang krusial yang mempengaruhi CTQ. Adapun tools yang dapat digunakan pada fase ini adalah diagram pareto, Gage R & R, dan Measurement System Analysis. Pada tahap ini juga menghitung nilai dari DPO (Defect Per Opportunity) dan juga DPMO (Defect Per Million Opportunity), serta tingkat sigma pada perusahaan.

Menurut Gaspersz (2002), terdapat tiga hal pokok yang dilakukan dalam tahap measure atau pengukuran, yaitu:

1. Menentukan karakteristik kualitas kunci 
CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-persyaratan output dan pelayanan. Dalam buku lain menyebutkan bahwa karakteristik kualitas sama dengan jumlah kesempatan penyebab cacat (opportunities to failure).

2. Mengembangkan rencana pengumpulan data 
Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu:
  1. Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi karakterstik kualitas output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran ini adalah mengidentifikasi setiap perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses. 
  2. Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan suatu proses dibandingkan dengan karakteristik kualitas yang diinginkan pelanggan. 
  3. Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya suatu produk atau jasa itu memenuhi kebutuhan spesifik dari pelanggan. Jadi pada tingkat ini adalah mengukur kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk dan/atau jasa yang diserahkan kepada pelanggan.
  4. Pengukuran baseline kinerja. Peningkatan kualitas six sigma yang telah ditetapkan akan berfokus pada upayaupaya yang giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol (zero defects) sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Maka sebelum peningkatan kualitas six sigma dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja sekarang atau dalam terminologi Six Sigma disebut sebagai baseline kinerja.

c. Analyze 

Langkah ketiga yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas dengan metode Six Sigma adalah Analyze. Menurut Soemohadiwidjojo (2017), analyze bertujuan untuk pencarian dan analisis terhadap hal-hal mendasar (root cause) yang menyebabkan terjadinya variasi pada sistem atau proses yang berpotensi menimbulkan defect. Dari hasil analisis tersebut, selanjutnya dilakukan penyusunan prioritas penyelesaian masalah sesuai dengan kontribusi permasalahan terhadap kepuasan pelanggan dan profitabilitas organisasi. Adapun tools yang dapat digunakan adalah fishbone diagram, pareto diagram dan FMEA.

Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas. Terdapat tiga hal yang perlu dilakukan pada tahap ini, yaitu:

1. Eksplorasi
Pada tahap eksplorasi terdapat beberapa prinsip yang dapat digunakan, yaitu:
  1. Mengetahui apa yang anda perlu tahu. Mengaculah pada project charter dan problem statement untuk memutuskan apa saja data-data yang diperlukan saat analisis.
  2. Mempunyai hipotesis. Hipotesis atas penyebab masalah membantu kita memfokuskan jenis data yang akan dianalisis.
  3. Banyak bertanya mengenai frekuensi, akibat dan tipe gejala yang berkaitan dengan masalah.
2. Membuat hipotesis
Pada tahap ini, tim proyek mendiskusikan (brainstorming) mengenai kemungkinan-kemungkinan penyebab masalah berdasarkan eksplorasi yang telah dilakukan. Hasil Brainstorming ini yang nantinya dijadikan hipotesis sementara atas penyebab mana yang akan dituntaskan.

3. Verifikasi penyebab
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memverifikasi penyebab, yaitu analisa logika, statistik dan eksperimental. Teknik dasar statistik untuk menentukan hubungan sebab akibat ada dua, yaitu: mengetahui korelasi antara potensi penyebab (X’s) dan output (Y) dan stratifikasi data untuk melihat pola di dalamnya.

d. Improve 

Langkah keempat yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas dengan metode six sigma adalah improve. Tujuan fase improve adalah untuk mencari dan mengimplementasikan solusi yang akan mengeliminasi penyebab masalah, menurunkan variasi proses dan mencegah terulang lagi terjadinya kejadian yang sama.

Pada tahap ini dilakukan pemberian usulan perbaikan atau rencana tindakan yang akan dilakukan setelah mengetahui sumber dan akar penyebab masalah-masalah yang ada. Pengembangan rencana tindakan merupakan salah satu aktivitas yang penting dalam melaksanakan peningkatan mutu melalui metode six sigma, oleh sebab itu setiap rencana tindakan harus memberikan alasan kegunaan mengapa rencana tindakan tersebut penting untuk dilakukan, bagaimana mengimplemetasikan rencana tindakan tersebut, dimana rencana tindakan tersebut akan diimplementasikan, siapa yang akan menjadi penanggung jawab dari rencana tindakan tersebut apabila diterapkan, dan berapa besar biaya yang akan dibutuhkan untuk melaksanakan rencana tindakan tersebut, serta manfaat positif apakah yang dapat diterima oleh perusahaan dengan mengimplementasikan rencana tindakan tersebut.

e. Control 

Tahap kelima yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dengan metode six sigma adalah control. Tujuan fase control adalah memastikan bahwa pelaksanaan implementasi, pengukuran performa proses dan dokumentasi hasil dapat berjalan secara lancar dan efektif, juga untuk mengantisipasi perlunya penyesuaian operasi terhadap perubahan customer requirements. Tanpa adanya control, process improvement dapat kembali ke keadaan semula.

Hasil dari tahap improve harus diterapkan dalam kurun waktu tertentu untuk dapat dilihat pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses.

Menurut pande (2002), hal-hal yang perlu dilakukan dalam tahap control adalah:
  1. Dokumentasi terhadap improvement. Dokumentasi terhadap Improvement diperlukan sebagai guidelines pelaksanaan. Pembuatan dokumentasi sebaiknya melibatkan pihak operasional yang menjalankan solusi yang telah di tetapkan. Selain dokumentasi sebaiknya ringkas, mudah dimengerti, mudah diakses di perbaharui sesuai kebutuhan.
  2. Membuat pengukuran/indikator jalannya proses. Indikator diperlukan sebagai pedoman dalam mempertahankan dan mengatur performa proses dari waktu ke waktu. Selain indikator pengaturan ditetapkan kemudian proses dimonitor dengan cara membuat grafik data (run chart) untuk melihat kestabilan dan performa proses. 
  3. Membangun sebuah perencanaan manajemen proses yang mengakomodasi hal-hal berikut: peta proses saat ini, action alarms, penanggulangan darurat dan perencanaan untuk Continuous Improvement.

Daftar Pustaka

  • Miranda dan Kusuma, A.W. 2006. Six Sigma: Gambaran Umum, Penerapan Proses dan Metode-Metode yang Digunakan untuk Perbaikan. Jakarta: Harvarindo.
  • Gaspersz, Vincent. 2002. Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000, MBQNA dan HACCP. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Brue, Greg. 2002. Six Sigma for Manager. Jakarta: Canary.
  • Harry, Mi.J., dan Schroeder, Richard. 2000. Six Sigma: The Breakthrough Management Strategy Revolutionizing The World's Top Corporations. New York: Bantam Doubleday Dell.
  • Nasution, M.N. 2015. Manajemen Mutu Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.
  • Pande, P.S., Neuman, R.P., dan Cavanagh, R.R. 2002. The Six Sigma Way Team Fieldbook: An Implementation Guide for Project Improvement Teams. New York: McGraw-Hill. 
  • Soemohadiwidjoyo, A.T. 2017. Six Sigma: Metode Pengukuran Kinerja Perusahaan Berbasis Statistik. Jakarta: Raih Asa Sukses.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Six Sigma (Pengertian, Aspek, Metode dan Langkah-langkahnya). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/03/six-sigma-pengertian-aspek-metode-dan-langkah-langkahnya.html