Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Dismenore (Pengertian, Jenis, Derajat, Faktor dan Pengobatan)

Dismenore atau dysmenorrhea adalah rasa nyeri, kram atau tegang yang terjadi sebelum atau selama menstruasi. Dismenore bukan suatu penyakit melainkan suatu gejala yang disebabkan oleh oleh Prostaglandin sehingga mengakibatkan hiperkontraktilitas uterus. Dismenore ditandai dengan rasa sakit, kram atau nyeri pada perut kadang disertai dengan rasa sakit menjalar ke punggung atau permukaan dalam paha, dengan rasa mual dan muntah, sakit kepala ataupun diare. Dismenore biasanya berlangsung selama satu sampai beberapa hari selama menstruasi meskipun beratnya hanya berlangsung selama 24 jam pertama.

Dismenore (Pengertian, Jenis, Derajat, Faktor dan Pengobatan)

Istilah dismenore berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys yang berarti gangguan, nyeri hebat, abnormalitas, serta meno yang artinya bulan dan rrhea berarti aliran, sehingga dismenore (dysmenorrhoea) dapat diartikan sebagai nyeri perut pada perut bawah sebelum, selama dan sesudah menstruasi. Kejadian dismenore cukup tinggi diseluruh dunia. Menurut data WHO, rata-rata insidensi terjadinya dismenore pada wanita muda antara 16,8 – 81%.

Berikut definisi dan pengertian dismenore dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Winknjosastro (2007), dismenore adalah gejala yang paling sering dikeluhkan oleh wanita usia reproduktif, yaitu nyeri atau rasa sakit yang siklik bersamaan dengan menstruasi ini sering dirasakan seperti rasa kram pada perut dan dapat disertai dengan rasa sakit yang menjalar ke punggung, dengan rasa mual dan muntah, sakit kepala ataupun diare. 
  • Menurut Sarwono (2006), dismenorea adalah rasa nyeri saat menstruasi pada wanita yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit yang diakibatkan oleh hiperkontraktilitas uterus yang disebabkan oleh Prostaglandin. Prostaglandin hanya dapat menimbulkan rasa nyeri, itu terjadi bila mana kadar progesteron dalam darah rendah. 
  • Menurut Hendrik (2006), dismenore adalah nyeri kram (tegang) daerah perut mulai terjadi pada 24 jam sebelum terjadinya perdarahan haid dan dapat bertahan selama 24-36 jam meskipun beratnya hanya berlangsung selama 24 jam pertama. Kram tersebut terutama dirasakan di daerah perut bagian bawah tetapi dapat menjalar ke punggung atau permukaan dalam paha, yang terkadang menyebabkan penderita tidak berdaya dalam menahan nyerinya tersebut. 
  • Menurut Sari, Indrawati dan Harjanto (2012), dismenore merupakan kram rahim saat proses menstruasi, dismenore dapat timbul akibat gangguan pada organ reproduksi, faktor hormonal maupun faktor psikologis dan dapat menimbulkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Adanya gejala nyeri yang dirasakan belum tentu timbul karena adanya suatu penyakit. 
  • Menurut Reeder (2013), dismenore adalah nyeri menstruasi yang dikarakteristikkan sebagai nyeri singkat sebelum atau selama menstruasi. Nyeri ini berlangsung selama satu sampai beberapa hari selama menstruasi. Dismenore merupakan nyeri menstruasi yang dikarakteristikkan sebagai nyeri singkat sebelum awitan atau selama menstruasi yang merupakan permasalahan ginekologikal utama, yang sering dikeluhkan oleh wanita.

Jenis-jenis Dismenore 

Menurut Smeltzer (2002), terdapat dua jenis dismenore, yaitu:

a. Dismenore Primer 

Dismenore primer adalah menstruasi yang sangat nyeri, tanpa patologi pelvis yang dapat diidentifikasi, dapat terjadi pada waktu menarche atau segera setelahnya. Dismenore ditandai oleh nyeri kram yang dimulai sebelum atau segera setelah awitan aliran menstrual dan berlanjut selama 48 jam hingga 72 jam. Pemeriksaan pelvis menunjukkan temuan yang normal. Dismenore diduga sebagai akibat dari pembentukan prostaglandin yang berlebihan, yang menyebabkan uterus untuk berkontraksi secara berlebihan dan juga mengakibatkan vasospasme arteriolar. Dengan bertambahnya usia wanita, nyeri cenderung untuk menurun dan akhirnya hilang sama sekali setelah melahirkan anak.

Dismenorea primer terjadi sejak pertama menstruasi , biasanya tanpa ada kelainan alat kandungannya. Biasanya dimulai pada saat seorang wanita berumur 2 – 3 tahun setelah menarche dan mencapai puncaknya pada usia 15 – 25 tahun. Dismenorea primer memiliki tanda nyeri pada pantat, rasa nyeri pada paha bagian dalam, mual, muntah, diare, pusing atau bahkan pingsan. Keluhan akan mulai berkurang pada hari-hari berikutnya. Umumnya berlangsung tidak lebih dari 12-16 jam. Namun, ada juga wanita yang mengalami mulai dari awal hingga hari terakhir haid, yaitu sekitar 5-6 hari.

b. Dismenore Sekunder 

Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan yang jelas, kelainan anatomis ini kemungkinan adalah haid disertai infeksi, endometriosis, mioma uteri, polip endometrial, stenosis serviks, IUD juga dapat merupakan penyebab dismenore ini. Pasien dismenore sekunder sering mengalami nyeri yang terjadi beberapa hari sebelum haid disertai ovulasi dan kadangkala pada saat melakukan hubungan seksual.

Dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang berhubungan dengan berbagai keadaan patologis di organ genital, mislanya endrometriosis, adenomiosis, mioma uteri, stenosis serviks, penyakit radang panggul, perlekatan panggul. Dismenorea ini sangat jarang terjadi. Biasanya terjadi pada wanita yang berusia sebelum 25 tahun dan dapat terjadi pada 25 % wanita yang mengalami dismenorea.

Derajat Dismenore

Menurut Potter (2005), karakakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien biasanya diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai nyeri ringan, sedang atau parah. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal atau Verbal Deskriptor Scale (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari 3-5 kata. Pendeskripsi ini dirangking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Alat VDS ini memungkinkan klien untuk mendeskripsi nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
Skala Intensitas Nyeri
Skala Intensitas Nyeri
Menurut Asma’ulludin (2016), ditinjau dari berat ringannya rasa nyeri, dismenore dibagi menjadi tiga, yaitu:
  1. Dismenorea ringan, yaitu dismenorea dengan rasa nyeri yang berlangsung beberapa saat sehingga perlu istirahat sejenak untuk menghilangkan nyeri tanpa disertai pemakaian obat. 
  2. Dismenorea sedang, yaitu dismenorea yang memerlukan obat untuk menghilangkan rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan aktivitas sehari-hari. 3. Dismenorea berat, yaitu dismenorea yang memerlukan istirahat sedemikian lama dengan akibat meninggalkan aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih.
Menurut Riyanto (2002), derajat dimenore terbagi menjadi empat derajat yaitu derajat 0-3. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
  1. Derajat 0. Tanpa rasa nyeri dan aktivitas sehari-hari tak terpengaruhi. 
  2. Derajat 1. Nyeri ringan dan memerlukan obat rasa nyeri, namun aktivitas jarang terpengaruh.
  3. Derajat 2. Nyeri sedang dan tertolong dengan obat penghilang nyeri namun aktivitas sehari-hari terganggu. 
  4. Derajat 3. Nyeri sangat hebat dan tak berkurang walaupun telah menggunakan obat dan tidak dapat bekerja, kasus ini segera ditangani dokter.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dismenore 

Faktor penyebab yang mempengaruhi dismenore antara lain keadaan psikis dan fisik seperti stres, shock, penyempitan pembuluh darah, penyakit menahun, kurang darah, dan kondisi tubuh yang menurun. Menurut Arulkumaran (2006), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dismenore, yaitu:
  1. Faktor menstruasi. Menarche dini, gadis remaja dengan usia menarche dini insiden dismenorenya lebih tinggi. Masa menstruasi yang panjang, terlihat bahwa perempuan dengan siklus yang panjang mengalami dismenore yang lebih parah. 
  2. Paritas. Insiden dismenore lebih rendah pada wanita multiparitas. Hal ini menunjukkan bahwa insiden dismenore primer menurun setelah pertama kali melahirkan juga akan menurun dalam hal tingkat keparahan. 
  3. Olahraga. Berbagai jenis olahraga dapat mengurangi dismenore. Hal itu juga terlihat bahwa kejadian dismenore pada atlet lebih rendah, kemungkinan karena siklus yang anovulasi. Akan tetapi, bukti untuk penjelasan itu masih kurang. 
  4. Pemilihan metode kontrasepsi. Jika menggunakan kontrasepsi oral sebaiknya dapat menentukan efeknya untuk menghilangkan atau memperburuk kondisi. Selain itu, penggunaan jenis kontrasepsi lainnya dapat mempengaruhi nyeri dismenore. 
  5. Riwayat keluarga, mungkin dapat membantu untuk membedakan endometriosis dengan dismenore primer. 
  6. Faktor psikologis (stres). Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penjelasan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenore. Selain itu, stres emosional dan ketegangan yang dihubungkan dengan sekolah atau pekerjaan memperjelas beratnya nyeri.
Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), dismenore dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab, yaitu sebagai berikut:
  1. Faktor psikis. Pada gadis-gadis yang emosional, apabila tidak mendapatkan pengetahuan yang jelas maka mudah terjadi dismenore. 
  2. Faktor konstitusional. Faktor ini erat hubungannya dengan faktor psikis. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun dan sebagainya mempengaruhi timbulnya dismenore. 
  3. Faktor obstruksi kanalis servikalis. Salah satu faktor yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenore adalah stenosus kanalis servikalis. Pada wanita uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosus kanalis servikalis, akan tetapi hal tersebut tidak anggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab terjadinya dismenore. 
  4. Faktor endokrin. Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor ini mempunyai hubungan dengan tonus dan kontraktilitas otot uterus.

Perawatan dan Pengobatan Dismenore 

Menurut Anurogo dan Wulandari (2011), perawatan dan pengobatan dismenore dibagi menjadi penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Terapi Farmakologi 

Penanganan dismenore yang dialami oleh individu dapat melalui intervensi farmakologi. Terapi farmakologi, penanganan dismenore meliputi beberapa upaya. Upaya farmakologi pertama yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan obat analgetik yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit. Obat-obatan paten yang beredar dipasaran antara lain novalgin, ponstan, acetaminophen dan sebagainya. Upaya farmakologi kedua yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian terapi hormonal. Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi, bersifat sementara untuk membuktikan bahwa gangguan yang terjadi benar-benar dismenore primer. Tujuan ini dapat dicapai dengan memberikan salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi.

Obat-obatan yang paling sering digunakan antara lain Non Steroid Anti Inflamation Drug (NSAID) yang bekerja dengan menghambat aktivitas enzim siklooksigenase sehingga produksi dari prostaglandin berkurang. COX –II Inhibitor yang juga bekerja selektif terhadap penghambatan biosintesis prostaglandin juga dapat digunakan untuk menangani nyeri haid. Pemakain kontrasepsi hormonal dilaporkan juga dapat mengurangi nyeri haid. Pemberian Vitamin B1, Magnesium, Vitamin E, juga menunjukkan efek yang dapat mengurangi nyeri haid.

b. Terapi Non Farmakologi

Selain terapi farmakologi, upaya untuk menangani dismenore adalah terapi non farmakologi. Terapi nonfarmakologi merupakan terapi alternatif komplementer yang dapat dilakukan sebagai upaya menangani dismenore tanpa menggunakan obat-obatan kimia. Tujuan dari terapi non farmakologi adalah ntuk meminimalisir efek dari zat kimia yang terkandung dalam obat. Penanganan non farmakologi yang dapat digunakan pada wanita yang menderita dismenore antara lain, yaitu: TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation), Akupunktur, pemakaian herbal, relaksasi, terapi panas, senam.

c. Pembedahan 

Terapi pembedahan pada penderita dismenore merupakan pilihan terakhir jika dengan terapi farmakologis dan nonfarmakologis tidak berhasil sehingga diperlukannya tindakan pembedahan dalam menangani dismenore. Terapi pembedahan yang dapat dilakukan antara lain: laparoskopi (Laparoscopic Uterine Nerve Ablation), histerektomi, presakral neurektomi.

Daftar Pustaka

  • Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
  • Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
  • Hendrik, H. 2006. Problema Haid (Tinjauan Syariat Islam dan Medis). Solo: Tiga Serangkai.
  • Sari, W., Indrawati, L., dan Harjanto, D.B. 2012. Panduan Lengkap Kesehatan Wanita. Jakarta: Penebar Plus.
  • Reeder, dkk. 2013. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
  • Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
  • Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep dan praktik. Jakarta: EGC.
  • Asma’ulludin, A.K. 2016. Kejadian Dismenore Berdasarkan Karakteristik Orang dan Waktu serta Dampaknya pada Remaja Putri SMA dan Sedarajat di Jakarta Barat tahun 2015. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
  • Riyanto. 2002. Analisis faktor yang paling Berpengaruh terhadap Perilaku Sehat. Jakarta: Universitas Indonesia.
  • Arulkumaran. 2006. Essentials of Gynecology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
  • Anurogo, D., dan Wulandari, A. 2011. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: Andi.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Dismenore (Pengertian, Jenis, Derajat, Faktor dan Pengobatan). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/04/dismenore-pengertian-jenis-derajat-faktor-dan-pengobatan.html