Keuangan Daerah (Definisi, Prinsip, Komponen dan Rasio)

Daftar Isi
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD (Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah).

Keuangan Daerah (Definisi, Prinsip, Komponen dan Rasio)

Menurut Halim (2008), keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Kinerja Keuangan Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran (Pramita, 2015). Menurut Mardiasmo (2002), pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dilakukan untuk memenuhi tiga tujuan, yaitu: memperbaiki kinerja pemerintah, membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan, serta mewujudkan pertanggung-jawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Prinsip-prinsip Keuangan Daerah 

Menurut Halim (2008), terdapat beberapa prinsip dalam pengelolaan keuangan daerah, yaitu sebagai berikut:

a. Transparansi 

Transparansi adalah katerbukaan dalam proses perencanaan, penyusutan, dan pelaksanaan anggaran daerah. Artinya, tidak ada hal-hal yang ditutupi dalam ketiga tahapan tersebut. Dalam ketiga tahapan tersebut. Dalam ketiga tahapan tersebut dilibatkan pihak-pihak lain sebagai pemangku kepentingan (stakeholders).

b. Akuntabilitas 

Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan atau penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkanan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Artinya, pertanggungjawaban publik dalam bentuk laporan keuangan yang dapat diaudit, baik oleh internal auditor, yaitu inspektorat maupun oleh eksternal auditor, yaitu BPK-RI di daerah.

c. Nilai uang (value for money) 

Nilai uang yaitu penerapan tiga prinsip dalam proses penganggaran, yaitu: 1. Ekonomi, pembelian barang dan jasa dengan kualitas tertentu pada harga terbaik. Artinya, barang dan jasa dibeli dengan mengeluarkan sejumlah dana harus sesuai dengan kualitasnya. 2. Efisiensi, suatu produk atau hasil kerja tertentu dicapai dengan penggunaan dana yang ada. 3. Efektivitas, hubungan antar keluaran (hasil) dengan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai. Artinya, hasil yang dicapai harus sesuai dengan dana, waktu, dan tenaga yang dikorbankannya.

Komponen Laporan Keuangan Daerah 

Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, seorang kepala daerah harus memberikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa Laporan Keuangan. Laporan Keuangan tersebut setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah. Laporan Keuangan tersebut disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Adapun komponen-komponen laporan keuangan daerah berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah sebagai berikut:

a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 

Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh laporan realisasi anggaran terdiri atas pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.

b. Neraca 

Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Menurut Jumingan (2006), neraca adalah suatu laporan yang sistematis tentang aktiva (assets), utang (liabilities) dan modal sendiri (owners equity) dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu. Biasanya pada saat buku ditutup yakni akhir bulan, akhir triwulan, atau akhir tahun. Laporan posisi keuangan, atau disebut juga dengan neraca ataupun laporan aktiva dan kewajiban, adalah laporan keuangan yang menyajikan posisi aktiva, hutang dan modal pemilik pada satu saat tertentu.

c. Laporan Arus Kas 

Laporan arus kas adalah laporan yang memberikan informasi arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pemerintah selama suatu periode akuntansi serta saldo kas pada tanggal pelaporan. Menurut Darise (2008), laporan arus kas menyajikan informasi tentang penerimaan dan pengeluaran kas selama satu periode tertentu. Penerimaan dan pengeluaran kas diklasifikasikan menurut kegiatan operasi, kegiatan pendanaan dan kegiatan investasi. Selain itu Laporan Arus Kas juga menampilkan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu.

d. Catatan atas Laporan Keuangan 

Catatan atas laporan keuangan pemerintah daerah meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.

Rasio Keuangan Daerah

Rasio keuangan merupakan penilaian hubungan antar variabel dalam laporan keuangan yang tersedia. Adanya rasio-rasio keuangan akan menjelaskan berbagai indikator keuangan yang dapat mengungkapkan kondisi keuangan suatu perusahaan maupun kinerja yang dicapai perusahaan pada periode tertentu. Hasil analisis rasio keuangan ini dinyatakan dalam suatu angka rasio, yaitu suatu besaran yang merupakan perbandingan antara nilai suatu rekening tertentu dalam laporan keuangan dengan nilai rekening lainnya.

a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 

Menurut Halim (2008), Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah.

Rumus Rasio Kemandirian Keuangan Daerah adalah sebagai berikut:
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Semakin tinggi rasio kemandirian daerah, maka tingkat ketergantungan suatu daerah kepada pihak eksternal semakin rendah, begitu pula sebaliknya apabila semakin rendah rasio kemandirian daerah, maka tingkat ketergantungan suatu daerah kepada pihak eksternal semakin tinggi. Rasio ini juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah serta menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.

Adapun pola hasil dari rasio kemandirian daerah dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Pola Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Penjelasan pola rasio kemandirian keuangan daerah adalah sebagai berikut:
  1. Instruktif, di mana peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah).
  2. Konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah. 
  3. Partisipatif, peranan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.
  4. Delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.

b. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 

Menurut Halim (2008), rasio efektivitas menggambarkan kemampuan PEMDA dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan.

Untuk memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektivitas perlu dibandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah. Rasio efisiensi menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah dikatakan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah l00 persen. Semakin kecil rasio efisiensi menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.

Rumus Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah sebagai berikut:
Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

c. Rasio Pertumbuhan 

Menurut Halim (2008), rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur seberapa besar kemampuan Pemda dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan mengetahui pertumbuhan masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, maka dapat dilakukan evaluasi terhadap potensi-potensi daerah yang perlu mendapat perhatian.

Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan atau belanja secara positif atau negatif. Semakin tinggi persentase pertumbuhan setiap komponen pendapatan dan pengeluaran, maka semakin besar kamampuan Pemda dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang dicapai dari setiap periode.

Rumus Rasio Pertumbuhan adalah sebagai berikut:
Rasio Pertumbuhan

Analisa rasio keuangan ini merupakan konversi data dari laporan keuangan menjadi informasi yang bermanfaat untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah serta bagi pengambilan keputusan. Analisa rasio adalah dengan membandingkan antara dua atau lebih item keuangan, biasanya dari tahun yang sama.

d. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah 

Menurut Halim (2008), rasio ketergantungan keuangan daerah ditunjukkan oleh besarnya Pendapatan Transfer dibandingkan dengan Pendapatan Daerah yang berasal dari sumber lain (Pendapatan Asli Daerah), antara lain: Pendapatan Pajak Daerah, Pendapatan Retribusi Daerah, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan, serta Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan daerah dalam membiayai aktifitas pembangunan daerah melalui optimalisasi PAD, yang diukur dengan rasio antara PAD dengan total penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tanpa subsidi (Dana Perimbangan).

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksananaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Semakin tinggi rasio ketergantungan keuangan daerah, berarti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern semakin tinggi dan demikian pula sebaliknya.

Rumus Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah adalah sebagai berikut:
Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Daftar Pustaka

  • Halim, Abdul. 2008. Auditing (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan). Yogyakarta: YKPN
  • Pramita, Puput Risky. 2015. Skripsi: Analisis Rasio untuk Menilai Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2009-2013. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
  • Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi. 
  • Jumingan. 2006. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Darise, N. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Indeks.