Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Manajemen Krisis (Pengertian, Jenis, Tahapan dan Penanganan)

Krisis adalah suatu keadaan, kejadian atau dugaan yang mengancam secara tidak terduga dan tidak diharapkan, berdampak dramatis, merusak reputasi serta mengganggu keberlangsungan individu atau organisasi yang mendorong organisasi pada suatu kekacauan (chaos) yang berdampak pada karyawan, produk, jasa dan kondisi keuangan. Krisis merupakan suatu masa yang kritis berkaitan dengan suatu peristiwa yang kemungkinan pengaruhnya negatif terhadap organisasi. Karena itu, keputusan cepat dan tepat perlu dilakukan agar tidak mempengaruhi keseluruhan operasional organisasi.

Manajemen Krisis (Pengertian, Jenis, Tahapan dan Penanganan)

Menurut Iriantara (2004), manajemen krisis adalah salah satu bentuk saja dari ketiga bentuk respon manajemen terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi. Manajemen krisis didasarkan atas bagaimana menghadapi krisis (crisis bargaining and negotiation), membuat keputusan di saat krisis (crisis decision making), dan memantau perkembangan krisis (crisis dynamics). Manajemen bertanggung jawab untuk mencari pemecah masalah dari krisis yang muncul dengan menggunakan strategi manajemen krisis yang mungkin dilakukan.

Berikut definisi dan pengertian krisis dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Machfud (1998), krisis adalah suatu kejadian, dugaan atau keadaan yang mengancam keutuhan, reputasi, atau keberlangsungan individu atau organisasi. Hal tersebut mengancam rasa aman, kelayakan dan nilai-nilai sosial publik, bersifat merusak baik secara aktual maupun potensial pada organisasi, dimana organisasi itu sendiri tidak dapat segera menyelesaikannya. 
  • Menurut Putra (1999), krisis adalah peristiwa besar yang tak terduga yang secara potensial berdampak negatif terhadap perusahaan maupun publik. Peristiwa ini mungkin secara cukup berarti merusak organisasi, karyawan, produk, jasa yang dihasilkan organisasi, kondisi keuangan dan reputasi perusahaan. 
  • Menurut Prayudi (1998), krisis adalah suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk berdampak negatif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi. 
  • Menurut Powell (2005), krisis adalah kejadian yang tidak diharapkan, berdampak dramatis, kadang belum pernah terjadi sebelumnya yang mendorong organisasi kepada suatu kekacauan (chaos) dan dapat menghancurkan organisasi tersebut tanpa adanya tindakan nyata. 
  • Menurut Fink (1986), krisis adalah keadaan yang tidak stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik.

Jenis-jenis Krisis 

Menurut Morissan (2008), berdasarkan waktunya krisis dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
  1. Krisis yang bersifat segera (immediate crises). Tipe krisis yang paling ditakuti karena terjadi tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak ada waktu untuk melakukan riset dan perencanaan. Krisis jenis ini membutuhkan konsensus terlebih dahulu pada level manajemen puncak untuk mempersiapkan rencana umum (general plan) mengenai bagaimana bereaksi jika terjadi krisis yang bersifat segera agar tidak menimbulkan kebingungan, konflik, dan penundaan dalam menangani krisis yang muncul.
  2. Krisis baru muncul (emerging crises). Tipe krisis ini masih memungkinkan praktisi public relations untuk melakukan penelitian dan perencanaan terlebih dahulu, namun krisis dapat meledak jika terlalu lama tidak ditangani. Tantangan bagi public relations jika terjadi krisis jenis ini adalah meyakinkan manajemen puncak untuk mengambil tindakan perbaikan sebelum krisis mencapai tahapan krisis. 
  3. Krisis bertahan (sustained crises). Tipe krisis ini adalah krisis yang tetap muncul selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun walaupun telah dilakukan upaya terbaik oleh pihak manajemen perusahaan atau organisasi untuk mengatasinya.
Menurut Nova (2011), berdasarkan kategori bisnis, krisis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Krisis keuangan, adalah krisis yang terjadi karena perusahaan mempunyai masalah likuiditas jangka pendek yang kemungkinan pailit di masa datang. Contohnya pada krisis keuangan di Amerika Serikat yang membuat banyak perusahaan bangkrut. 
  2. Krisis Public Relations, sering disebut sebagai krisis komunikasi, hal ini terjadi karena pemberitaan negatif yang kemudian berimbas buruk pada bisnis perusahaan. Pemberitaan di media atau isu yang beredar bisa saja benar atau mungkin saja tidak, tetapi berpotensi memengaruhi citra seseorang atau perusahaan.
  3. Krisis strategi, adalah krisis yang terjadi pada perusahaan dalam lingkungan bisnis yang mengakibatkan kelangsungan hidup perusahaan menjadi terganggu. Perusahaan sebaiknya selalu memiliki rencana dalam menghadapi krisis dan menghindari keputusan yang justru akan membuat perusahaan terperosok lebih jauh dalam krisis.
Sedangkan menurut Mazur dan White (1998), berdasarkan penyebabnya terdapat beberapa jenis krisis, yaitu:
  1. Krisis teknologis (technological crisis). Dalam era pascaindustri ini makin banyak korporasi yang tergantung pada kemajuan dan keandalan teknologi, sehingga bilamana teknologinya gagal maka akibatnya bagi masyarakat sangat dahsyat. 
  2. Krisis konfrontasi (confrontation crisis). Krisis timbul karena gerakan masa melakukan proses dan kecaman terhadap korporasi. 
  3. Krisis tindak kejahatan (crisis of malevolence). Krisis timbul sebagai akibat dari tindakan beberapa orang atau kelompok-kelompok terorganisasi. 
  4. Krisis kegagalan manajemen (crisis of management failures). Krisis muncul karena terjadinya salah urus dan penyalahgunaan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang diberi kewenangan khusus. 
  5. Krisis ancaman-ancaman lain (crisis involving other threats to the organization). Dalam perkembangan sekarang, krisis terutama dapat berbentuk likuidasi, pencaplokan, dan merger perusahaan.

Tahapan Krisis 

Krisis yang melanda suatu perusahaan datang secara bertahap. Menurut Steven Fink (Kasali, 1994), Tahapan krisis atau dikenal dengan anatomi krisis yang dibagi atas empat tahap. Tahap-tahap tersebut saling berhubungan dan membentuk siklus. Lamanya masing-masing tahap tersebut tergantung pada sejumlah variabel, seperti bahaya, usia perusahaan, kondisi perusahaan, ketrampilan para manajer dan komunikasi di dalam perusahaan itu sendiri. Adapun tahapan atau anatomi krisis adalah sebagai berikut:

Tahapan krisis

a. Tahap Krisis Prodromal 

Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bergerak dengan lincah. Padahal, pada tahap ini bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak), melainkan krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut juga warning stage, karena ia memberi tanda bahaya mengenai masalah yang harus segera diatasi. Menurut Ruslan (1999), suatu krisis besar biasanya bermula dari krisis yang kecil-kecil sebagai pertanda atau gejala awal (sign of crisis) yang akan menjadi suatu krisis sebenarnya yang bakal muncul dimasa yang akan datang. Ini disebut prakrisis (predromal crisis). Banyak terjadi, suatu malapetaka atau krisis besar dimulai dari hal-hal yang sepele dan sebetulnya sudah diketahui gejala-gejalanya oleh yang berwenang, tetapi tidak ditanggapi dengan serius atau tidak diambil tindakan pengamanan tertentu.

Krisis pada tahap ini juga merupakan bagian dari turning point. Bila manajemen gagal mengartikan atau menangkap sinyal ini, krisis akan bergeser ke tahap yang lebih serius yaitu tahap akut. Tahap prodromal biasanya ditandai dengan munculnya salah satu dari tiga gejala berikut ini:
  1. Jelas sekali. Gejala-gejala awal kelihatan jelas sekali. Misalnya muncul selebaran gelap di masyarakat, ketika karyawan datang pada manajemen meminta kenaikan upah, atau ketika pihak manajemen berbeda pendapat secara tegas. 
  2. Samar-samar. Gejala yang muncul tampak samar-samar karena sulit menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Misalnya, peraturan pemerintah (deregulasi), munculnya pesaing baru atau tindakan (ucapan) pemimpin opini. Semuanya terjadi secara samar-samar, ini artinya perusahaan atau organisasi memerlukan bantuan para analisis untuk menganalisis hal-hal yang samar-samar itu sebelum tergulung oleh ombak krisis. 
  3. Sama sekali tidak kelihatan. Gejala-gejala krisis bisa tidak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini karena kelihatannya segalanya tampak baik-baik saja. Untuk itu perusahaan perlu melakukan general check-up secara rutin, misalnya 3 atau 6 bulan sekali, dengan memanggil konsultan. Metode yang biasanya dipakai adalah manajemen audit yang menyangkut segala aspek di dalam perusahaan.

b. Tahap Krisis Akut 

Tahap akut merupakan pola krisis dimana persoalan mulai muncul ke permukaan. Tahap ini terjadi biasanya karena kelengahan manajemen untuk menanggapi tahap prodromal. Tidak jarang, pihak-pihak yang memiliki kepentingan berbeda memanfaatkan krisis ini secara maksimal. Tahapan ini terjadi ketika krisis telah muncul ke permukaan atau ke publik sehingga para konsumen telah mengetahui krisis yang terjadi pada produk tersebut. Pada tahap ini krisis sudah kelihatan dan orang menyadari krisis sudah terjadi. Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitasnya ditentukan oleh kompleksnya permasalahan. Tahap akut merupakan antara krisis berikutnya, yakni tahap kronis.

Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas. Dalam banyak hal, krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return. Artinya sinyal-sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal) tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun, berapa besar kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan krisis. Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh kompleksnya permasalahan.

Pada masa akut ini, tindakan utama pihak perusahaan adalah menarik segara produk (product recall) yang tercemar tersebut dari pasaran agar tidak berjatuhan korban baru pada pihak konsumen. Tindakan ini dimaksudkan agar lebih memprioritaskan pencegahan (preventive). Pada saat terjadi krisis tersebut, tugas perusahaan bukanlah mencari penyebab (why), tetapi adalah menghindarkan (how to avoid) jatuhnya korban yang baru.

c. Tahap Krisis Kronis 

Tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan struktural. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan. Pada tahap ini krisis telah berlalu dan yang tinggal hanyalah puing-puing masalah akibat krisis. Korban juga sudah banyak yang berjatuhan akibat krisis ini. Jadi tahap ini lebih menyoal bagaimana membersihkan kerusakan-kerusakan akibat krisis. Ini merupakan tahap untuk melakukan pemulihan dan analisa diri. Ada langkah-langkah yang dilakukan, seperti pergantian manajemen, perusahaan struktur perusahaan atau perubahan nama perusahaan. Tahap kronis adalah tahap terenyuh. Kadang-kadang dengan bantuan seorang krisis manager yang handal, perusahaan akan memasuki keadaan yang lebih baik, sehingga pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan (resolusi) mulai berlangsung.

Masa krisis ini adalah masa pemulihan citra (image recovery) dan merupakan upaya meraih kepercayaan kembali dari masyarakat, disamping juga merupakan masa untuk mengadakan intropeksi ke dalam dan keluar mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi. Masa ini juga sangat menentukan berhasil atau tidaknya melewati masa krisis, bisa terjadi keguncangan manajemen dan kebangkrutan perusahaan, atau perusahaan dan manajemen akan pulih kembali seperti sediakala.

d. Tahap Krisis Resolusi (Penyembuhan) 

Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari empat tahap krisis. Meski bencana besar dianggap sudah berlalu, tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan membawa kembali keadaan semula di tahap prodromal. Pada tahap penyembuhan atau tahap resolusi, manajemen harus memulihkan kekuatan agar kembali seperti sediakala hingga dapat melanjutkan aktivitas sebelumnya dengan normal kembali.

Pada fase ini secara operasional, personel dan manajemen perusahaan menjadi lebih matang dan mantap karena sudah melalui proses perbaikan, rektrukturisasi dan sebagainya. Public relations khususnya akan lebih siap dengan kiat dan strategi manajemen krisis untuk mengatasi hal yang serupa di kemudian hari. Ia tidak hanya mampu ketika perusahaan dalam keadaan normal, tetapi juga siap berhadapan dengan situasi crucial point sekalipun, baik datangnya dapat diduga sebelumnya maupun tidak terduga sama sekali, dengan strategi dan teknik public relations melalui tindakan pencegahan (preventive), antisipasi, pemulihan keadaan (situasion recovery) hingaa mempertahankan image dan lain-lain. Secara sistematis, antisipatif, efektif, efisien, solutif, dan objektif, serta tidak terbawa emosi maupun kepanikan.

Manajemen Penanganan Krisis 

Penanganan krisis perlu mengambil langkah–langkah yang tepat agar proses penanganan dapat berjalan secara baik dan kondisi perusahaan atau organisasi dapat berjalan kondusif kembali. Menurut Iriantara (2004), terdapat langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengelola krisis, yaitu:
  1. Identifikasi krisis. Dalam mengidentifikasi krisis, praktisi public relations melakukan penelitian, yang penelitiannya bisa saja bersifat informal dan kilat, bila krisisnya terjadi sedemikian cepat. Katakanlah di sini praktisi public relations mendiagnosis krisis tersebut. Diagnosis itu merupakan langkah awal yang penting untuk mendapatkan data dan informasi yang akan digunakan untuk melakukan tindakan. 
  2. Analisis krisis. Data dan informasi yang dikumpulkan tersebut untuk selanjutnya diurai, baik bagian per bagian, artinya melakukan analisis parsial atau analisis menyeluruh. Analisis ini dilakukan sebagai dasar untuk menentukan pengambilan tindakan yang tepat. 
  3. Isolasi krisis. Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit biasa, ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan serius dilakukan. 
  4. Pilihan Strategi. Sebelum langkah berkomunikasi dilakukan, setelah melakukan analisis dan mengisolasi krisis, penting untuk menentukan strategi mana yang akan dipergunakan.
Sedangkan menurut Nova (2011), langkah-langkah penanganan krisis adalah sebagai berikut:
  1. Peramalan krisis (forcasting). Manajemen krisis bertujuan untuk menekan faktor-faktor resiko dan faktor ketidakpastian seminimal mungkin. Setiap perusahaan menghadapi masa depan yang selalu berubah dan arah perubahannya tidak bisa diduga (uncertainly condition). Untuk itu peramalan terhadap krisis (forcasting) perlu dilakukan pada situasi pra-krisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan dan menganalisa peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang terjadi di dunia bisnis. Untuk memudahkannya, manajemen dapat melakukan peramalan (forcasting) dengan memetakan krisis pada peta barometer krisis. 
  2. Pencegahan krisis (prevention). Langkah-langkah pencegahan sebaiknya diterapkan pada situasi pra krisis. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya krisis. Namun, jika krisis tidak dapat dicegah, manajemen harus mengupayakan agar krisis tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar. Untuk itu, begitu terlihat tandatanda krisis, segera arahkan ke tahap penyelesaian.
  3. Intervensi krisis (intervantion). Langkah intervensi dalam situasi krisis bertujuan untuk mengakhiri krisis. Pengendalian terhadap kerusakan (damage control) dilakukan pada tahap akut. Langkah-langkah pengendalian terhadap kerusakan diawali dengan identifikasi, isolasi (pengucilan), membatasi (limitation), menekan (reduction), dan diakhiri dengan pemulihan (recovery).
Menurut Kasali (1994), terdapat tiga strategi generik yang dapat digunakan untuk menangani krisis, yaitu:

a. Strategi defensif 

Strategi defensif ini dapat diterapkan apabila cakupan isu masih belum spesifik mengenai individu, produk atau perusahaan. Pada pendekatan strategi defensif ini, langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah seperti: mengulur waktu, tidak melakukan apa-apa (not in action), dan membentengi diri dengan kuat (stone walling).

b. Strategi adaptif 

Strategi adaptif diterapkan apabila isu atau gejala munculnya isu sudah mulai tampak, baik mengarah pada isu bersifat umum maupun spesifik. Dampak isu biasanya makin besar dan jika dibiarkan, isu tersebut akan menjadi tidak terkendali. Pada pendekatan adaptif ini, beberapa langkah yang ditempuh adalah hal-hal yang lebih luas seperti mengubah kebijakan, modifikasi aspek operasional, kompromi, dan meluruskan citra.

c. Strategi dinamis 

Strategi ini diterapkan apabila cakupan isu sudah mengarah ke hal yang lebih spesifik mengenai suatu produk, individu, atau perusahaan. Diperkirakan dampak isu cukup luas dan makin membesar, berkembang ke arah yang sulit diduga. Untuk itu, diperlukan langkah antisipasi yang menetralkan suasana dan mengembalikan isu ke arah yang positif. Pada pendekatan dinamis ini, perubahan yang dilakukan agak bersifat makro dan mengakibatkan berubahnya karakter perusahaan. Beberapa pilihan yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan strategi ini adalah investasi baru, menjual saham, meluncurkan produk baru, menarik peredaran produk lama, menggandeng kekuasaan, dan melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian publik.

Daftar Pustaka

  • Iriantara, Yosal. 2004. Manajemen Strategis Public Relations. Jakarta: Ghalia Indonesia.
  • Machfudz, D.M. 1998. Ketika Perusahaan Menghadapi Krisis. Jurnal ISKI Manajemen Krisis, No.2, Oktober 1998.
  • Putra, I Gusti Ngurah. 1999. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
  • Prayudi. 2008. Manajemen Isu - Pendekatan Public Relations. Yogyakarta: Pustaka Adipura.
  • Fink, Steven. 1986. Crisis Management Planning For The Inevitable. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Morissan. 2008. Manajemen Public Relations, Strategi Menjadi Humas Profesional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
  • Kasali, Rhenald. 1994. Manajemen Public Relations: Konsep Dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
  • Ruslan, Rosady. 1999. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Nova, Firsan. 2011. Crisis Public Relatons Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Mazur, Laura dan White, John. 1998. Manajemen Krisis. Jurnal ISKI Manajemen Krisis, No.2, Oktober 1998.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Manajemen Krisis (Pengertian, Jenis, Tahapan dan Penanganan). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/04/manajemen-krisis-pengertian-jenis-tahapan-dan-penanganan.html