Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Malpraktik (Pengertian, Unsur, Jenis dan Ketentuan Hukum Pidana)

Malpraktik atau malpraktek adalah sebuah tindakan atas dasar kelalaian atau kesalahan seorang dokter dalam menjalankan profesi, praktek, pengetahuan dan ketrampilannya yang biasa digunakan dalam mengobati pasien sehingga menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi kesehatan atau kehidupan pasien karena tidak sesuai dengan standar profesi medik serta menggunakan keahlian untuk kepentingan pribadi.

Malpraktik (Pengertian, Unsur, Jenis dan Ketentuan Hukum Pidana)

Malpraktik berasal dari bahasa inggris malpractice, kata mal artinya salah atau tidak semestinya, sedangkan practice atau praktik adalah proses penanganan kasus (pasien) dari seseorang professional yang sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan oleh kelompok profesinya. Sehingga malpraktik dapat diartikan melakukan tindakan atau praktik yang salah satu menyimpang dari ketentuan atau prosedur yang baku. Dalam bidang kesehatan, malpraktik adalah penyimpangan penanganan kasus atau masalah kesehatan (termasuk penyakit) oleh petugas kesehatan, sehingga menyebabkan dampak buruk bagi penderita atau pasien (Notoatmodjo, 2010).

Profesi tenaga medis mengandung risiko tinggi karena bentuk, sifat dan tujuan tindakan yang dilakukan oleh seorang tenaga medis dapat berpotensi menimbulkan bahaya bagi seseorang. Undang-undang memberikan kewenangan secara mandiri kepada tenaga medis untuk melakukan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan ilmu medis menurut sebagian atau seluruh ruang lingkupnya serta memanfaatkan kewenangan tersebut secara nyata. Seorang tenaga medis dinyatakan melakukan kesalahan profesional apabila melakukan tindakan yang menyimpang atau lebih dikenal sebagai malpraktik.

Berikut definisi dan pengertian malpraktik dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Hanafiah (2003), malpraktik adalah sebuah tindakan yang atas dasar kelalaian dalam mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.
  • Menurut Fuady (2005), malpraktik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama, yang dimaksud kelalaian di sini adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, tapi sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
  • Menurut Komalasari (1998), malpraktik adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan dokter. Dengan demikian medical malpractice atau kesalahan dalam menjalankan profesi medik yang tidak sesuai dengan standar profesi medik dalam menjalankan profesinya. 
  • Menurut Koeswadji (1998), malpraktik adalah bentuk kelalaian profesi dalam bentuk luka atau cacat yang dapat diukur yang terjadinya pada pasien yang mengajukan gugatan sebagai akibat langsung dari tindakan dokter.
  • Menurut Amir (1997), malpraktik adalah tindakan yang salah oleh dokter pada waktu menjalankan praktek, yang menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi kesehatan dan kehidupan pasien, serta menggunakan keahliannya untuk kepentingan pribadi.

Unsur-unsur Malpraktik 

Malpraktik merupakan kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan medik, sehingga pasien menderita luka, cacat, atau meninggal dunia. Adapun unsur-unsur malpraktik adalah sebagai berikut:
  1. Adanya kelalaian. Kelalaian adalah kesalahan yang terjadi karena kekurang hati-hatian, kurangnya pemahaman, serta kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan akan profesinya, padahal diketahui bahwa mereka dituntut untuk selalu mengembangkan ilmunya. 
  2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Tenaga Kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterampilan fisik, dan tenaga keteknisan medis. Yang dimaksud tenaga medis adalah dokter atau dokter spesialis. 
  3. Tidak sesuai standar pelayanan medik. Standar pelayanan medik yang dimaksud adalah standar pelayanan dalam arti luas, yang meliputi standar profesi dan standar prosedur operasional. 
  4. Pasien menderita luka, cacat, atau meninggal dunia. Adanya hubungan kausal bahwa kerugian yang dialami pasien merupakan akibat kelalaian tenaga kesehatan. Kerugian yang dialami pasien yang berupa luka (termasuk luka berat), cacat, atau meninggal dunia merupakan akibat langsung dari kelalaian tenaga kesehatan.

Jenis-jenis Malpraktik 

Menurut Isfandyarie (2005), ditinjau dari etika profesi dan hukum, malpraktik dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu; malpraktik etik (ethical malpractice) dan malpraktik yuridis (yuridical malpractice). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Malpraktik Etik 

Malpraktik etik yaitu tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan. Malpraktik etik adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran, sedangkan etika kedokteran yang dituangkan di dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter.

b. Malpraktik Yuridis 

Malpraktik yuridis dibagi menjadi menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktik perdata (civil malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktik administratif (administrative malpractice). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1). Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)

Malpraktik perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien. Dalam malpraktik perdata yang dijadikan ukuran dalam melpraktik yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktik pidana. Contoh dari malpraktik perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.

2). Malpraktik Pidana

Malpraktik pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut. Malpraktik pidana ada tiga bentuk yaitu:
  1. Malpraktik pidana karena kesengajaan (intensional), tenaga medis tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar. Contoh : melakukan aborsi tanpa tindakan medis.
  2. Malpraktik pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan yang tidak legeartis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis. Contoh: Kurang hati-hatinya perawat dalam memasang infus yang menyebabkan tangan pasien membengkak karena terinfeksi.
  3. Malpraktik pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati. Contoh: seorang bayi berumur 3 bulan yang jarinya terpotong pada saat perawat akan melepas bidai yang dipergunakan untuk memfiksasi infus.

3). Malpraktik Administratif 
Malpraktik administratif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluwarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.

Ketentuan Malpraktik dalam Hukum Indonesia 

Ketentuan mengenai malpraktik medis dalam hukum di Indonesia dapat dilihat dari KUHP, Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Adapun penjelasan ketiganya adalah sebagai berikut:

a. KUHP 

Tindak pidana malpraktik tidak diatur dengan jelas dalam KUHP. Pengaturan di dalam KUHP lebih kepada akibat dari perbuatan malpraktik tersebut. Pengaturan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat dilihat dari ketentuan Pasal 53 KUHP yaitu terkait dengan percobaan melakukan kejahatan pasal ini hanya menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan.

Pasal 267 KUHP mengenai Pemalsuan Surat, Pasal 345, 347, 348, 349 KUHP yang berkaitan dengan upaya abortus criminalis (pengguguran kandungan) karena di dalamnya terdapat unsur adanya upaya menggugurkan kandungan tanpa adanya indikasi medis. Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan sebagaimana penjelasan Menteri Kehakiman bahwa setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan badan kepada orang lain atau dengan sengaja untuk merugikan kesehatan badan orang lain.

Terkait dengan kealpaan yang menyebabkan mati atau luka-luka dapat dilihat dari ketentuan Pasal 359 KUHP. Pasal ini terkait dengan penanggulangan tindak pidana malpraktik kedokteran dapat didakwakan terhadap kematian yang diduga disebabkan karena kesalahan dokter. Pasal 359 KUHP ini juga dapat memberikan perlindungan hukum bagi pasien sebagai upaya preventif mencegah dan menanggulangi terjadinya tindak pidana malpraktik kedokteran namun perlu juga solusi untuk menghindarkan dokter dari rasa takut yang berlebihan dengan adanya pasal ini.

Pasal 360 KUHP menyebutkan tentang cacat, luka-luka berat maupun kematian yang merupakan bentuk akibat dari perbuatan petindak sehingga dari sudut pandang subjektif sikap batin petindak disini termasuk dalam hubungannya dengan akibat perbuatannya. Pasal 361 KUHP yang merupakan pasal pemberatan pidana bagi pelaku dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian dalam hal ini jabatan profesi sebagai dokter, bidan dan juga ahli obat-obatan yang harus berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya karena apabila mereka lalai sehingga mengakibatkan kematian bagi orang lain atau orang tersebut menderita cacat maka hukumannya dapat diperberat 1/3 dari Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP.

Pasal 304 KUHP, Pasal 306 ayat (2) KUHP kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 304 mengakibatkan orang mati, si tersalah itu dihukum penjara paling lama sembilan tahun. Terkait dengan kejahatan terhadap tubuh dan nyawa dapat dilihat dari ketentuan Pasal 338, 340, 344, 345, 359, KUHP yang dapat dikaitkan dengan euthanasia, apabila dihubungkan dengan dunia kesehatan sebagai upaya penanggulangan tindak pidana malpraktik di Indonesia menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Termasuk juga dengan euthanasia aktif dengan permintaan.

b. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 

Adapun kebijakan formulasi hukum pidana terkait dengan penanggulangan tindak pidana malpraktik medis dapat dilihat dari ketentuan Pasal 29 UU Kesehatan yang berkaitan dengan dengan kelalaian, disebutkan bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Berkaitan dengan perlindungan pasien dapat dilihat dari ketentuan Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58 UU Kesehatan.

Terkait dengan transplantasi organ dapat dilihat dari ketentuan Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, apabila terjadi pelanggaran atas ketentuan pasal tersebut maka dapat dijatuhi sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 192 UU Kesehatan yang menyatakan: setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Ketentuan mengenai aborsi sebagaimana diatur dalam Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77 UU Kesehatan bagi yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Pasal 194 UU Kesehatan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

c. Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 

Adapun ketentuan yang berkaitan dengan penanggulangan tindak pidana malpraktik kedokteran pada Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dapat dilihat dalam Pasal 51 UU Praktik Kedokteran mengenai kewajiban dari dokter dan dokter gigi, Pasal 75, Pasal 77 UU Praktik Kedokteran yang berlaku bagi orang yang bukan dokter yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah dokter yang telah memiliki SIP atau STR (Surat izin praktik atau Surat Tanda Registrasi), Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80 UU Praktik Kedokteran.

Menurut ketentuan Pasal 80 ayat (1) dan (2) UU Praktik Kedokteran tersebut dapat diartikan bahwa sanksi pidana yang tercantum di dalam pasal 80 ayat (1) dan ( 2 ) UU Praktik Kedokteran dapat dikenakan kepada perorangan yang memiliki sarana pelayanan kesehatan yang mempekerjakan dokter tanpa SIP, selain itu korporasi yang memiliki sarana pelayanan kesehatan yang mempekerjakan Dokter yang tidak mempunyai SIP juga dapat dikenakan pidana. Menganalisa pada ketentuan Pasal 75 (1), Pasal 76, Pasal 79 huruf a dan Pasal 79 huruf c sebelum putusan mahkamah konstitusi materi muatan yang terdapat di dalam UU Praktik Kedokteran telah menimbulkan kriminalisasi terhadap tindakan dokter yang berpraktik kedokteran yang tidak dilengkapi STR, SIP dan tidak memasang papan nama, serta tidak menambah ilmu pengetahuan dengan ancaman pidana yang cukup berat dan denda yang sangat tinggi Hal demikian dapat menimbulkan rasa takut bagi dokter di dalam melakukan pengobatan terhadap pasien.

Daftar Pustaka

  • Hanafiah, M. Jusuf. 2003. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC. 
  • Fuady, Munir. 2005. Sumpah Hippocrates dan Aspek Malpraktik Dokter. Bandung: Citra Aditya Bakti.
  • Komalasari, Veronica. 1998. Hukum Dan Etika dalam Praktek Dokter. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 
  • Koeswadji, H.H. 1998. Hukum Kedokteran (Studi Tentang Hubungan Hukum dalam Mana Dokter sebagai Salah Satu Pihak). Bandung: Citra Aditya Bakti.
  • Amir, Amri. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta: Widya Medika.
  • Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Renika Cipta.
  • Isfandyarie, Anny. 2005. Malpraktek dan Resiko Medik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Malpraktik (Pengertian, Unsur, Jenis dan Ketentuan Hukum Pidana). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/05/malpraktik-pengertian-unsur-jenis-dan-ketentuan-hukum-pidana.html