Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kemandirian (Pengertian, Aspek, Jenis, Ciri, Tingkatan dan Faktor yang Mempengaruhi)

Kemandirian adalah suatu kemampuan psikososial berupa kesanggupan untuk berani, berinisiatif dan bertanggung jawab dalam mengatasi hambatan/masalah dengan rasa percaya diri dengan tidak tergantung dengan kemampuan orang lain, serta mampu memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri tanpa pengaruh lingkungan dan bantuan orang lain.

Kemandirian (Pengertian, Aspek, Jenis, Ciri, Tingkatan dan Faktor yang Mempengaruhi)

Kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya (Patriana, 2007).

Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi individu. Kemandirian diperoleh secara bertahap selama perkembangan berlangsung, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri.

Berikut definisi dan pengertian kemandirian dari beberapa sumber buku: 
  • Menurut Nurhayati (2011), kemandirian adalah kemampuan psikososial yang mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung dengan kemampuan orang lain, tidak terpengaruh lingkungan, dan bebas mengatur kebutuhannya sendiri. 
  • Menurut Kartono (2007), kemandirian adalah kesanggupan untuk berdiri sendiri dengan keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah laku sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan kewajibannya guna memenuhi kebutuhannya sendiri. 
  • Menurut Chaplin (2002), kemandirian adalah kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri. 
  • Menurut Maryam (2015), kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. 

Aspek-aspek Kemandirian 

Menurut Widayati (2009), aspek-aspek kemandirian adalah sebagai berikut: 
  1. Tanggung Jawab, yaitu kemampuan memikul tanggungjawab, kemampuan untuk menyelesaikan suatu tugas, mampu mempertanggungjawabkan hasil kerjanya, kemampuan menjelaskan peranan baru, memiliki prinsip mengenai apa yang benar dan salah dalam berfikir dan bertindak. 
  2. Otonomi, ditunjukkan dengan mengerjakan tugas sendiri, yaitu suatu kondisi yang ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri dan bukan orang lain dan tidak tergantung pada orang lain dan memiliki rasa percaya diri dan kemampuan mengurus diri sendiri. 
  3. Inisiatif, ditunjukkan dengan kemampuan berfikir dan bertindak secara kreatif. 
  4. Kontrol Diri, kontrol diri yang kuat ditunjukkan dengan pengendalian tindakan dan emosi mampu mengatasi masalah dan kemampuan melihat sudut pandang orang lain.

Jenis-jenis Kemandirian 

Menurut Desmita (2011), berdasarkan karakteristiknya kemandirian dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut: 
  1. Kemandirian emosional, yaitu kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu. Kemandirian remaja dalam aspek emosional ditunjukkan dengan tiga hal yaitu tidak bergantung secara emosional dengan orang tua namun tetap mendapat pengaruh dari orang tua, memiliki keinginan untuk berdiri sendiri, dan mampu menjaga emosi di depan orang tuanya. 
  2. Kemandirian tingkah laku, yaitu suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab. Kemandirian remaja dalam tingkah laku memiliki tiga aspek, yaitu perubahan kemampuan dalam membuat keputusan dan pilihan, perubahan dalam penerimaan pengaruh orang lain, dan perubahan dalam merasakan pengandalan pada dirinya sendiri (self-resilience). 
  3. Kemandirian nilai, yaitu kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, dan tentang apa yang penting dan tidak penting. Kemandirian nilai merupakan seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksikan sendiri oleh remaja, menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai agama.
Selain itu, kemandirian juga dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu: 
  1. Kemandirian Emosi. Merupakan kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantung kebutuhan emosi orang lain.
  2. Kemandirian Ekonomi. Kemandirian ekonomi yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantung kebutuhan ekonomi pada orang lain. 
  3. Kemandirian Intelektual. Kemandirian intelektual yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
  4. Kemandirian Sosial. Kemandirian sosial merupakan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung pada aksi orang lain.
Sedangkan menurut Ali dan Asrori (2005), kemandirian dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 
  1. Kemandirian aman (secure autonomy), yaitu kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan, dan orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama, dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan. Kekuatan ini digunakan untuk mencintai kehidupan dan membantu orang lain. 
  2. Kemandirian tidak aman (insecure autonomy), yaitu kekuatan kepribadian yang dinyatakan dalam perilaku menentang dunia. Kondisi seperti ini sebagai selfish autonomy atau kemandirian mementingkan diri sendiri.

Ciri dan Tingkatan Kemandirian 

Kemandirian pada seseorang terus mengalami peningkatan sesuai dengan usia perkembangan. Menurut Desmita (2011), ciri-ciri kemandirian berdasarkan tingkatannya adalah sebagai berikut:

a. Tingkat pertama (impulsif dan melindungi diri) 

Pada tingkat pertama, individu biasanya bertindak secara spontanitas tanpa berfikir terlebih dahulu. Adapun kemandirian pada tingkat pertama ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain. 
  2. Mengikuti aturan secara sepontanistik dan hedonistik. 
  3. Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu. 
  4. Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games. 
  5. Cenderung menyalahkan orang lain dan mencela orang lain serta lingkungannya.

b. Tingkat kedua (konformistik) 

Pada tingkat kedua ini seseorang cenderung mengikuti penilaian orang lain. Adapun Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 
  1. Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial. 
  2. Cenderung berfikir stereotip dan klise. 
  3. Peduli dan konformatif terhadap aturan eksternal. 
  4. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian. 
  5. Menyamar diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi. 
  6. Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri eksternal. 
  7. Takut tidak diterima kelompok. 
  8. Tidak sensitif terhadap keindividuan.

c. Tingkat ketiga (sadar diri) 

Pada tingkat ini individu mulai menjalani proses mengenali kepribadian dalam diri. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 
  1. Mampu berfikir alternatif. 
  2. Melihat berbagai harapan dan kemungkinan dalam situasi.
  3. Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada. 
  4. Menekan pada pentingnya memecahkan masalah.
  5. Memikirkan cara hidup.

d. Tingkat keempat (saksama/conscientious) 

Pada tingkat keempat ini, individu mulai mampu melihat keragaman emosi dan menilai diri sendiri. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
  1. Bertindak atas dasar-dasar nilai internal.
  2. Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
  3. Mampu melihat keragaman emosi.
  4. Sadar akan tanggung jawab. 
  5. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri. 
  6. Peduli akan hubungan mutualistik.
  7. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
  8. Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

e. Tingkat kelima (individualitas) 

Pada tingkatan ini seseorang mulai memiliki kepribadian yang dapat membedakan diri dengan orang lain. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
  1. Peningkatan kesadaran individualitas. 
  2. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan. 
  3. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain. 
  4. Mengenal eksistensi perbedaan individual. 
  5. Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam sebuah kehidupan. 
  6. Membedakan kehidupan internal dan kehidupan luar dirinya. 
  7. Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.

Faktor yang Mempengaruhi Kemandiran 

kemandirian bukan semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang didapat dari lingkungannya, selain potensi yang dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orangtuanya. 

Menurut Ali dan Asrori (2005), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian seseorang, yaitu sebagai berikut:

a. Gen atau keturunan orangtua 

Orangtua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian yang diturunkan kepada anaknya melainkan sifat orangtuanya yang muncul berdasarkan cara orangtua mendidik anaknya.

b. Pola asuh orangtua 

Cara orangtua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak, orangtua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Namun orangtua yang sering mengeluarkan kata-kata "jangan" tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan anak.

c. Sistem pendidikan di sekolah 

Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi tanpa argumentasi serta adanya tekanan punishment akan menghambat kemandirian seseorang. Sebaliknya, adanya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward dan penciptaan kompetitif positif akan memperlancar perkembangan kemandirian anak.

d. Sistem kehidupan di masyarakat 

Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan dan terlalu hierarki akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja.

Daftar Pustaka

  • Patriana, P. 2007. Hubungan Antara Kemandirian dengan Motivasi Bekerja Sebagai Pengajar Les Privat pada Mahasiswa di Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro.
  • Nurhayati, Eti. 2011. Bimbingan, Konseling dan Psikoterapi Inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Kartono, Kartini. 2007. Psikologi Anak. Bandung: Mandar Maju.
  • Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafika Persada.
  • Maryam, Siti. 2015. Kemandirian Belajar. Bandung: Sinar Baru.
  • Widayati, Vivie. 2015. Hubungan Antara Kemandirian Diri dengan Motivasi Berwirausaha Mahasiswa Anggota UKM Kopma UNY. Yogyakarta: UNY.
  • Desmita. 2011. Psikologi perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • Ali, M dan Asrori. 2005. Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Kemandirian (Pengertian, Aspek, Jenis, Ciri, Tingkatan dan Faktor yang Mempengaruhi). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/06/kemandirian-pengertian-aspek-jenis-ciri.html