Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Hidroponik (Pengertian, Manfaat, Sistem, Media Tanam dan Jenis Tanaman)

Hidroponik adalah teknologi bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah namun menggunakan air dan larutan nutrisi yang dibutuhkan tanaman sebagai media tumbuh. Selain air dan larutan nutrisi, hidroponik juga menggunakan media tanam lain seperti rockwool, arang sekam, zeolit, dan berbagai media yang ringan dan steril lainnya. Hidroponik merupakan salah satu sistem budidaya yang populer dikalangan masyarakat khususnya di daerah perkotaan, karena sistem budidaya ini tidak menggunakan tanah sebagai media tanamnya sehingga sistem bercocok tanam secara hidroponik dapat memanfaatkan lahan yang sempit.

Hidroponik (Pengertian, Manfaat, Sistem, Media Tanam dan Jenis Tanaman)

hidroponik juga dikenal dengan istilah Nutri Culture, Water Culture, Gravel Bed Culture dan Soilless Culture atau budi daya tanaman tanpa tanah. Pada sistem pertanian menggunakan hidroponik, yang perlu ditekankan adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan air sebagai sumber nutrisi dari tanaman. Oleh karena itu, meskipun tidak melibatkan tanah dalam media tanamnya, tanaman hidroponik tetap tumbuh, bahkan kualitasnya lebih unggul dari pada tanaman biasa.

Istilah Hidroponik berasal dari bahasa Yunani, yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya kerja, daya atau cara. Jadi hidroponik adalah cara bertanam dengan menggunakan air sebagai media tanam. Prinsip budidaya tanaman secara hidroponik adalah memberikan/ menyediakan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam bentuk larutan dengan cara disiramkan, diteteskan, dialirkan atau disemprotkan pada media tumbuh tanaman.

Hidroponik dikenalkan pertama kali oleh W.F. Gericke pada tahun 1936 di Universitas of California Amerika Serikat dalam pengembangan teknik bercocok tanam dengan air sebagai media tanam. Gericke mempromosikan secara terbuka tentang Solution culture yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian dengan menumbuhkan tomat yang menjalar setinggi dua puluh lima kaki di halaman belakang rumahnya dengan larutan nutrien mineral selain tanah.

Berikut definisi dan pengertian hidroponik dari beberapa sumber buku: 

  • Menurut Rosliani dan Sumarni (2005), hidroponik adalah sistem penanaman tanaman tanpa menggunakan media tanam tanah dan menggunakan larutan nutrisi yang mengandung garam organik untuk menumbuhkan perakaran yang ideal. 
  • Menurut Soeseno (1988), hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat menanam tanaman.
  • Menurut Istiqomah (2007), hidroponik adalah cara budidaya tanaman dengan menggunakan air yang telah dilarutkan nutrisi yang dibutuhkan tanaman sebagai media tumbuh tanaman untuk menggantikan tanah. 
  • Menurut Prihmantoro (2003), hidroponik adalah sebuah teknologi bercocok tanam tanpa menggunakan tanah. Media menanam digantikan dengan media tanam lain seperti rockwool, arang sekam, zeolit, dan berbagai media yang ringan dan steril untuk digunakan. Hal terpenting pada hidroponik adalah penggunaan air sebagai pengganti tanah untuk menghantarkan larutan hara ke dalam akar tanaman.
  • Menurut Wulansari (2015), Hidroponik adalah sistem budidaya yang mengandalkan air atau bercocok tanam tanpa tanah. Pada dasarnya bertanam secara hidroponik memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan bertanam dengan media lainnya, selain dapat dilakukan di lahan yang terbatas dan ramah lingkungan terdapat banyak keunggulan lain.


Keunggulan dan Kelemahan Hidroponik 

Menurut Wibowo dan Asriyanti (2013), budidaya tanaman menggunakan sistem hidroponik memiliki keunggulan sekaligus kelemahan, yaitu:

a. Keunggulan Hidroponik 

Keunggulan atau kelebihan budidaya tanaman menggunakan sistem hidroponik adalah sebagai berikut: 

  1. Tidak membutuhkan tanah. 
  2. Tidak membutuhkan banyak air. Artinya, air terbatas dapat digunakan sebagai media hidroponik. Hal ini dikarenakan air akan terus bersirkulasi dalam sistem. 
  3. Mudah dalam pengendalian nutrisi, sehingga pemberian nutrisi bisa lebih efisien.
  4. Relatif tidak menghasilkan polusi nutrisi ke lingkungan. 
  5. Memberikan hasil yang lebih banyak. 
  6. Mudah dalam memanen hasil. 
  7. Steril dan bersih.
  8. Bebas dari tumbuhan pengganggu atau gulma.
  9. Tanaman tumbuh lebih cepat. 
  10. Sangat cocok didaerah dengan tanah yang gersang. 
  11. Sangat cocok untuk lahan terbatas. 
  12. Mengurangi pencemaran zat kimia ke tanah. 
  13. Kandungan gizi tanaman hidroponik lebih tinggi.

b. Kelemahan Hidroponik 

Kelemahan atau kekurangan budidaya tanaman menggunakan sistem hidroponik adalah sebagai berikut: 

  1. Membutuhkan biaya yang besar, karena perangkat dalam sistem hidroponik sulit diperoleh dan harganya mahal.
  2. Memerlukan ketelitian dan kemampuan khusus. 
  3. Bila terjadi kesalahan pada sistemnya, maka tanaman akan mati.


Jenis-jenis Sistem Hidroponik 

Menurut Susilawati (2019), jenis-jenis sistem hidroponik adalah sebagai berikut:

a. Sistem Sumbu (Wick System) 

Sistem Sumbu (wick system)

Sistem sumbu (Wick System) merupakan salah satu sistem yang paling sederhana dari semua sistem hidroponik karena tidak memiliki bagian yang bergerak sehingga tidak menggunakan pompa atau listrik. Sistem sumbu merupakan sistem pasif dalam hidroponik karena akar tidak bersentuhan langsung dengan air. Dinamakan sistem sumbu karena dalam pemberian asupan nutrisi melewati akar tanaman disalurkan dengan media atau bantuan berupa sumbu.

Sistem sumbu kurang efektif untuk tanaman yang membutuhkan banyak air. Sistem sumbu cocok untuk pemula atau yang baru mencoba menggunakan sistem hidroponik. Sistem sumbu menggunakan prinsip kapilaritas, yaitu dengan menggunakan sumbu sebagai penyambung atau jembatan pengalir air nutrisi dari wadah penampung air ke akar tanaman. Sumbu yang digunakan dalam sistem ini biasanya berupa kain flanel atau bahan lain yang dapat menyerap air.

b. Sistem Rakit Apung (Water Culture System) 

Sistem Rakit Apung (Water Culture System)

Sistem rakit apung adalah yang sistem paling sederhana dari semua sistem hidroponik aktif, cukup mudah digunakan karena tidak membutuhkan alat yang terlalu banyak, yang dibutuhkan box atau wadah yang dapat terbuat dari bahan plastik, styrofoam dan aerator. Hidroponik rakit apung merupakan pengembangan dari sistem bertanam hidroponik yang dapat digunakan untuk kepentingan komersial dengan skala besar ataupun skala rumah tangga.

Sistem Rakit Apung hampir sama dengan sistem sumbu, yaitu berupa sistem statis dan sistem hidroponik sederhana. Perbedaannya dalam sistem ini tidak menggunakan sumbu sebagai pembantu kapiler air, tetapi media tanam dan akar tanaman langsung menyentuh air nutrisi. Wadah tempat tanaman berada dalam kondisi mengapung dan bersentuhan langsung dengan air nutrisi.

c. Sistem NFT (Nutrient Film Technique System) 

Sistem NFT (Nutrient Film Technique System)

NFT adalah teknik hidroponik dimana aliran yang sangat dangkal air yang mengandung semua nutrisi terlarut diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang kembali beredar melewati akar tanaman di sebuah alur kedap air. Tanaman tumbuh dalam lapisan polyethylene dengan akar tanaman terendam dalam air yang berisi larutan nutrisi yang disirkulasikan secara terus menerus dengan pompa. Sistem ini tidak menggunakan media tanaman apapun. Nutrisi yang diperoleh langsung dari air, akar tanaman langsung bersentuhan dengan air tanpa campuran media tanam lainnya.

Nutrisi yang disediakan untuk tanaman akan diterima oleh akar secara terus menerus menggunakan pompa air yang ditempatkan pada penampung nutrisi yang disusun sedemikian rupa agar pengaliran menjadi efektif. Juga diperlukan timer untuk mengatur air yang mengalir, dan aerator untuk menunjang pertumbuhan akar.

d. Sistem Irigasi Tetes (Drip System) 

Sistem Irigasi Tetes (Drip System)

Sistem irigasi tetes atau drip system adalah salah satu sistem hidroponik yang menggunakan teknik yang menghemat air dan pupuk dengan meneteskan larutan secara perlahan langsung pada akar tanaman. Sistem irigasi tetes (drip sistem) disebut juga sistem Fertigasi karena pengairan dan pemberian nutrisi dilakukan secara bersamaan.

Sistem irigasi tetes (drip sistem atau fertigasi) adalah sistem hidroponik yang paling sering digunakan di dunia, mulai dari hobi hingga skala komersil. Teknik ini bisa dirancang sesuai kebutuhan dan lahan, bisa dari skala kecil maupun skala besar. Akan tetapi lebih efektif cara ini untuk tanaman yang agak besar yang membutuhkan ruang yang lebih untuk pertumbuhan akar.

e. Sistem Pasang surut (Ebb and Flow system) 

Sistem Pasang surut (Ebb and Flow system)

Ebb and Flow System atau disebut juga Flood and Drain System atau Sistem Pasang Surut merupakan salah satu sistem hidroponik dengan prinsip kerja yang cukup unik. Dalam sistem hidroponik ini, tanaman mendapatkan air, oksigen, dan nutrisi melalui pemompaan dari bak penampung yang dipompakan ke media yang nantinya akan dapat membasahi akar (pasang).

Hidroponik sistem ebb and flow umumnya dilakukan dengan pompa air yang dibenamkan dalam larutan nutrisi (submerged pump) yang dihubungkan dengan timer (pengatur waktu). Ketika timer menghidupkan pompa, larutan nutrisi hidroponik akan dipompa ke grow tray (keranjang/tempat/pot tanaman). Ketika timer mematikan pompa air, larutan nutrisi akan mengalir kembali ke bak penampungan. Timer diatur dapat hidup beberapa kali dalam sehari, tergantung ukuran dan tipe tanaman, suhu, kelembaban, dan tipe media pertumbuhan yang digunakan.

f. Aeroponik 

Sistem Aeroponik

Sistem Aeroponik merupakan cara bercocok tanam dengan menyemprotkan nutrisi ke akar tanaman. Nutrisi yang disemprotkan mempunyai bentuk seperti kabut. Aeroponik adalah suatu sistem penanaman sayuranyang paling baik dengan menggunakan udara dan ekosistem air tanpa menggunakan tanah. Teknik ini merupakan metode penanaman hidroponik dengan menggunakan bantuan teknologi.

Proses pengkabutan berasal dari sebuah pompa air yang diletakkan di bak penampungan dan disemprotkan dengan menggunakan nozzle, sehingga dengan begitu nutrisi yang diberikan ke tanaman akan lebih cepat diserap akar tanaman yang menggantung. Sistem aeroponik merupakan langkah yang tepat dan baik dalam pembudidayaan tanaman sebab dari teknik ini tanaman akan mendapatkan dua hal yaitu nutrsi serta oksigen secara bersamaan.


Media Tanam Hidroponik 

Media tanam yang bagus harus memiliki kriteria sebagai media yang tidak mempengaruhi kandungan nutrisi, tidak menyumbat sistem pengairan serta mempunyai pori-pori yang baik. Selain itu bercocok tanam hidroponik juga perlu memperhatikan empat elemen penting sebagai faktor penentu keberhasilan yaitu konsentrasi unsur hara terlarut, jumlah oksigen terlarut, cahaya matahari dan tingkat keasaman larutan (PH). Dalam penggunaan media tanam harus memperhatikan beberapa aspek supaya tanaman bisa tumbuh dan berkembang dengan baik diantaranya ketersediaan air, oksigen dan zat hara selain itu media tanam yang digunakan tidak boleh mengandung zat yang beracun yang dapat membahayakan tanaman.

Kriteria pemilihan media tanam harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam supaya tanaman bisa tumbuh dan berkembang dengan baik serta harus memperhatikan elemen penting sebagai faktor penentu keberhasilan tanaman serta menghindari penggunaan media tanam yang mengandung zat beracun sehingga dapat membahayakan tanaman.

Menurut Moesa (2016), terdapat beberapa media tanam yang biasa digunakan dalam budidaya tanaman menggunakan sistem hidroponik, yaitu: 

  1. Rockwool. Rockwool dibuat dengan melelehkan kombinasi batu dan pasir dan kemudian campuran diputar untuk membuat serat yang dibentuk menjadi berbagai bentuk dan ukuran. Proses ini sangat mirip dengan membuat permen kapas. Bentuk bervariasi dari 1"x1"x1" dimulai dengan bentuk kubus hingga 3"x12"x36" lempengan, dengan berbagai ukuran lainnya. Rockwool media semai dan media tanam yang paling baik dan cocok untuk sayuran. Rockwool dapat menghindarkan dari kegagalan semai akibat bakteri dan cendawan penyebab layu fusarium. 
  2. Spons. Media tanam spons sangatlah ringan, sehingga sangat mudah untuh dipindahkan dan ditempatkan dimana saja. Spons tidak memerlukan pemberat lagi karena setelah disiram oleh air spons akan menyerap air sehingga tanaman dapat berdiri tegak. Hasil yang didapatkan media tanam spons adalah pertumbuhan tanaman yang lebih prima, bisa dipakai berulang kali, tanaman lebih subur tanpa proses adaptasi, mampu menyimpan kandungan air lebih dari 2 minggu, dan kekebalan terhadap jamur yang beresiko merusak tanaman. 
  3. Coconut Coir (sabut kelapa). Coconut Coir dikenal juga sebagai coco peat adalah bahan sisa setelah serat telah dihapus dari kulit terluarnya dari kelapa. Coconut Coir bersimbiosis dengan jamur Trichoderma, yang berfungsi sebagai melindungi akar dan merangsang pertumbuhan akar. 
  4. Sekam bakar. Sekam bakar merupakan media tanam yang dapat digunakan untuk membudidayakan sayuran buah tidak hanya sayuran daun saja. Media tanam sekam bakar tidak membebani akar tanaman karena ringan sehingga tanaman dapat tumbuh secara bebas dan leluasa.
  5. Perlite. Perlite adalah batuan vulkanik yang telah super panas menjadi kerikil kaca sangat ringan. Material ini juga digunakan sebagai campuran tanah dalam pot untuk mengurangi kepadatan tanah. Perlite memiliki ukuran yang sama. Perlite merupakan perpaduan dari granit, obsidian, batu apung dan basalt. Batu vulkanik ini secara alami menyatu pada suhu tinggi mengalami apa yang disebut Metamorfosis Fusionic. 
  6. Vermikulit. Vermikulit memiliki bentuk yang hampir mirip dengan perlit, namun media ini dapat menyerap kadar air lebih tinggi dibandingkan perlit. Sehingga banyak orang yang lebih memilih mengunakan vermikulit dibandingkan dengan perlit. 
  7. Lightweight Expanded Clay Aggregate (LECA). LECA adalah shell (cangkang) keramik ringan dengan inti sarang lebah yang diproduksi dengan menembakkan tanah liat alami untuk suhu dari 1100-1200°C dalam tungku berputar. Pelet dibulatkan dalam bentuk dan jatuh dari tempat pembakaran di kelas sekitar 0-32 mm dengan kepadatan rata-rata curah kering sekitar 350 kg/m³. Bahan tersebut disaring menjadi beberapa kelas yang berbeda sesuai aplikasi. 
  8. Pasir. Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. Sejauh ini, pasir dianggap memadai dan sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman, dan perakaran setek batang tanaman. Bobot pasir yang cukup berat akan mempermudah tegaknya setek batang. Selain itu, keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam. 
  9. Wood fibre (serbuk kayu). Serbuk kayu adalah substrat organik yang sangat efisien untuk hidroponik. Serbuk kayu telah terbukti mengurangi efek-efek penghambat pertumbuhan tanaman. 
  10. Gravel (kerikil). Jenis yang sama yang digunakan dalam akuarium, kerikil dapat digunakan, asalkan dicuci terlebih dahulu. Memang, tanaman yang tumbuh di tempat yang beralaskan kerikil dengan air beredar menggunakan power head pompa listrik, yang pada dasarnya sedang tumbuh hidroponik menggunakan kerikil. Kerikil murah, mudah untuk dibersihkan, saluran air yang baik dan tidak akan menjadi basah kuyup. Namun, kerikil juga berat, dan jika sistem tidak menyediakan air terus menerus, akar tanaman dapat mengering. 
  11. Brick shards (pecahan bata). Pecahan bata memiliki sifat yang mirip dengan kerikil. Mereka memiliki kelemahan tambahan mungkin mengubah pH dan memerlukan pembersihan ekstra sebelum digunakan kembali. 
  12. Kapas. Kapas merupakan media tanam yang sangat baik sebagai langkah awal dalam penyemaian benih sebelum benih ditanam pada media tanam lain. Kapas memiliki daya serap terhadap air sangat tinggi sehingga pemberian nutrisi untuk tanaman hidroponik sangat bagus. Disamping itu, media semai kapas lebih dikenal dan mudah didapatkan. 
  13. Gabus/styrofoam. Gabus adalah jenis bahan anorganik yang dibuat dari campuran kopolimer styren yang dapat digunakan sebagai alternatif media tanam. Pada awalnya media tanam ini hanya digunakan sebagai aklimatisasi bagian tanaman sebelum ditanam di lahan luas. Saat ini di beberapa nursery menggunakan gabus sebagai salah satu campuran untuk meningkatkan porositas pada media tanam. 


Jenis Sayuran Hidroponik 

Menurut Wibowo dan Asriyanti (2013), terdapat beberapa jenis sayuran yang sangat cocok ditanam menggunakan sistem hidroponik, antara lain yaitu: 

  1. Selada Hidroponik. Selain memiliki nilai ekonomis tinggi, selada termasuk salah satu jenis tanaman yang lebih tahan terhadap serangan penyakit, sehingga cukup menguntungkan dan memiliki prospek cerah sebagai tanaman hidroponik.
  2. Seledri Hidroponik. Jenis tanaman lainnya yang cocok ditanam dengan sistem hidroponik adalah seledri. Prospek dari tanaman seledri pun tak kalah menjanjikan dari tanaman selada. Tanaman seledri yang juga dikenal daun sop ini banyak dibutuhkan oleh masyarakat untuk keperluan dapur maupun pengobatan. 
  3. Tomat Hidroponik. Jenis tanaman sayur buah yang bisa ditanam dengan sistem hidroponik adalah tomat. Tomat hidroponik adalah tomat yang tumbuh dalam larutan nutrisi, bukan di tanah. Menanam tomat hidroponik memungkinkan petani untuk membesarkan tomat dalam lingkungan yang terkendali, dengan sedikit resiko penyakit, pertumbuhan yang lebih cepat, dan hasil buah yang lebih besar.
  4. Mentimun Hidroponik. Mentimun termasuk salah satu tanaman sayur buah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Budi daya mentimun dengan sistem hidroponik lebih mudah dilakukan dan tidak membutuhkan tempat yang luas. 
  5. Sawi Hidroponik. Jenis tanaman sayur lainnya yang dapat ditanam dengan sistem hidroponik adalah sawi. Keuntungan budi daya sawi secara hidroponik adalah proses budi dayanya sangat mudah dan tidak ribet bila dibandingkan dengan penanaman biasa. 
  6. Bayam Hidroponik. Menanam sayur bayam melalui proses hidroponik sangat mudah, karena yang dibutuhkan hanyalah ketelitian.
  7. Pokcoy Hidroponik. Pokcoy sering juga disebut sawi sendok, karena ukurannya kecil dan bentuknya seperti sendok makan. Lantaran termasuk jenis tanaman sawi, maka cara budi daya pokcoy secara hidroponik pun hakikatnya sama dengan budi daya tanaman hidroponik lainnya. 
  8. Cabai Hidroponik. Menanam cabai juga bisa dilakukan dengan sistem hidroponik, baik NTF, water culture, maupun sumbu.

Daftar Pustaka

  • Rosliani, R. dan Sumarni, N. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem Hidroponik. Lembang: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
  • Soeseno, Slamet. 1988. Bercocok Tanam Secara Hydroponik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utana.
  • Istiqomah, S. 2007. Menanam Hidroponik. Jakarta: Azka press.
  • Susilawati. 2019. Dasar-dasar Bertanam Secara Hidroponik. Palembang: Universitas Sriwijaya.
  • Prihmantoro, H., dan Indriani, Y.H. 2003. Hidroponik Sayuran Semusim untuk Hobi dan Bisnis. Jakarta: Penebar Swadaya. 
  • Wulansari, A.N.D. 2012. Pengaruh Macam Larutan Nutrisi pada Hidroponik Sistem Rakit Apung terhadap Pertumbuhan dan Hasil Baby Kailan (Brassica oleraceae var. alboglabra). Solo: Universitas Sebelas Maret Surakarta.
  • Wibowo, S., dan Asriyanti, A. 2013. Aplikasi Hidroponik NFT pada Budidaya Pakcoy (Brassica rapachinensis). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, Vol.13.
  • Moesa, Z. 2016. Hidroponik Kreatif. Jakarta: Agromedia.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Hidroponik (Pengertian, Manfaat, Sistem, Media Tanam dan Jenis Tanaman). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/08/hidroponik-pengertian-manfaat-sistem.html