Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Musyarakah (Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis dan Ketentuan Pembiayaan)

Musyarakah adalah akad kerja sama dan bagi hasil antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan cara masing-masing pihak memberikan kontribusi atau menggabungkan modal, dana atau mal dengan kesepakatan bahwa hak-hak, kewajiban, risiko dan keuntungan ditanggung secara bersama dengan nisbah (bagi hasil) ditentukan sesuai jumlah modal dan peran masing-masing.

Musyarakah (Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis dan Ketentuan Pembiayaan)

Musyarakah disebut juga dengan istilah sharikah atau syirkah. Secara bahasa Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan. Seperti persekutuan hak milik atau perserikatan usaha. Menurut fatwa DSN-MUI Nomor 8 Tahun 2000, pengertian al-syirkah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dana bahwa keuntungan dan risiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Pembiayaan bagi hasil dalam bentuk musyarakah diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dalam pasal 1 angka 13 disebutkan bahwa musyarakah merupakan salah satu produk pembiayaan pada perbankan syariah. Musyarakah adalah suatu transaksi dua orang atau lebih, transaksi ini meliputi pengumpulan dana dan penggunaan modal. Keuntungan dan kerugian di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Namun demikian modal tidak selalu berbentuk uang tetapi dapat berbentuk lain.

Berikut definisi dan pengertian musyarakah dari beberapa sumber buku: 

  • Menurut Antonio (2001), musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 
  • Menurut Ascarya (2013), musyarakah adalah akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha pemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha membiayai investasi usaha baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan. 
  • Menurut Ridwan (2007), musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau mal, dengan kesepakatan bahwa risiko dan keuntungan akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. 
  • Menurut Sutedi (2009), musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha, dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama. 
  • Menurut Saeed (2003), musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi di antara para pemilik dana untuk menggabungkan modal, melalui usaha bersama dan pengelolaan bersama dalam suatu hubungan kemitraan. Bagi hasil ditentukan sesuai dengan kesepakatan (biasanya ditentukan berdasarkan jumlah modal yang diberikan dan peran serta masing-masing pihak). 
  • Menurut Naf'an (2014), musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi di antara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.


Dasar Hukum Musyarakah 

Musyarakah merupakan akad yang diperbolehkan berdasarkan Alqur'an, sunnah, dan ijma ulama. Musyarakah dalam Alqur'an disebutkan dalam surat Shaad ayat 24, yaitu:

Dasar Huhum Musyarakah - Q.S Shaad ayat 24

Artinya: "Dari sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini" (Q.S Shaad:24).

Musyarakah dalam Al-Hadist seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah, yaitu:

Dasar Huhum Musyarakah - As-sunah HR. Abu Daud dari Abu Hurairah

Artinya: "Nabi SAW bersabda, sesungguhnya Allah SWT berfirman, Aku adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati temanya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah seorang menghianatinya".

Maksud yang terkandung dari hadis di atas adalah Allah SWT akan menjaga, memelihara dan menolong pihak-pihak yang melakukan kerja sama serta menurunkan berkah atas kerja sama yang dijalankannya. Apa saja yang mereka lakukan harus sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati agar tidak terjadi persengketaan di antara masing-masing pihak.

Musyarakah menurut ijma ulama disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, disebutkan "kaum mulismin telah berkonsensus terhadap legitimasi Musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya".


Jenis-jenis Musyarakah 

Menurut Muhammad (2008), terdapat dua jenis syirkah atau musyarakah, yaitu sebagai berikut:

a. Syirkah Al-Milk 

Syirkah al-Milk atau Al-Amlak adalah kepemilikan bersama antara pihak yang berserikat dan keberadaannya muncul pada saat dua orang atau lebih secara kebetulan memperoleh kepemilikan bersama atas sesuatu kekayaan tanpa adanya perjanjian kemitraan secara resmi. Syirkah al-Milk biasanya berasal dari warisan. Pendapatan atas barang warisan ini akan dibagi hingga porsi hak atas warisan itu sampai dengan barang warisan itu dijual. Misalnya tanah warisan, sebelum tanah ini dijual maka bila tanah ini menghasilkan, maka hasil bumi tersebut dibagi kepada ahli waris sesuai dengan porsi masing-masing. Syirkah al-Milk muncul bukan karena adanya kontrak, tetapi karena suka rela dan terpaksa.

Syirkah Al-Milk dibagi menjadi dua bagian yaitu syirkah ikthtiar dan syirkah jabar. Syirkah ikhtiar adalah syirkah yang lahir atas kehendak dua pihak yang bersekutu, contohnya dua orang yang membeli suatu barang. Sedangkan syirkah jabar adalah persekutuan yang terjadi di antara dua orang atau lebih tanpa sekehendak mereka. Seperti dua orang yang mendapatkan sebuah warisan, sehingga barang yang menjadi warisan tersebut menjadi hak milik kedua orang yang bersangkutan.

b. Syirkah Al-Uqud 

Syirkah Al-Uqud adalah akad kerja sama antar dua orang atau lebih dalam mengelola harta dan resiko, baik keuntungan maupun kerugian ditanggung bersama. Syirkah al-Uqud merupakan contractual partnership yang dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya karena pada pihak yang bersangkutan secara sukarela yang berkeinginan untuk membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagai untung dan risiko.

Syirkah Al-Uqud dibagi menjadi lima jenis, yaitu sebagai berikut: 

  1. Syirkah Mufawwadah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-Musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi masing-masing pihak. 
  2. Syirkah Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dar keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. 
  3. Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. 
  4. Syirkah A’mal adalah adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek atau kerja sama, dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Musyarakah ini kadang disebut dengan syirkah abdan atau sanaa'i. 
  5. Syirkah Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara pemilik modal dan seseorang yang punya keahlian dagang dan keuntungan perdagangan dari modal itu dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Syirkah Mudharabah merupakan kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih yang mana satu pihak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana 100% untuk keperluan usaha, dan pihak lain tidak menyerahkan modal dan hanya sebagai pengelola atas usaha yang dijalankan, disebut mudharib.


Rukun, Syarat dan Prinsip Musyarakah 

Menurut Naf'an (2014), rukun musyarakah adalah sebagai berikut: 

  1. Ijab-qabul (sighat). Adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransaksi. 
  2. Dua pihak yang berakad ('aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta. 
  3. Objek aqad (mahal), yang disebut juga ma’qud alaihi, yang mencakup modal atau pekerjaan. 
  4. Nisbah bagi hasil.

Menurut Anshori (2010), syarat-syarat musyarakah adalah sebagai berikut: 

  1. Tidak ada bentuk khusus kontrak, berakad dianggap sah jika diucapkan secara verbal/tertulis, kontrak dicatat dalam tulisan dan disaksikan. 
  2. Mitra harus kompeten dalam memberikan/diberikan kekuasaan perwalian. 
  3. Modal harus uang tunai, emas, perak yang nilainya sama, dapat terdiri dari aset perdagangan, hak yang tidak terlihat (misalnya lisensi, hak paten dan sebagainya). 
  4. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan adalah sebuah hukum dasar dan tidak diperbolehkan bagi salah satu dari mereka untuk mencantumkan tidak ikut sertanya mitra lainnya. Namun porsi melaksanakan pekerjaan tidak perlu harus sama, demikian pula dengan bagian keuntungan yang diterima.

Menurut Perwatatmadja (1996), pembiayaan musyarakah mempunyai prinsip-prinsip sendiri yang membedakan dengan pembiayaan lainnya, yaitu sebagai berikut: 

  1. Proyek atau kegiatan usaha yang akan dikerjakan fleksibel dan tidak bertentangan dengan syariah. 
  2. Pihak-pihak yang turut dalam kerja sama memasukkan dana musyarakah dengan ketentuan; dapat berupa uang tunai atau aset yang likuid, Dana yang terhimpun bukan lagi milik perorangan, tetapi menjadi milik usaha.


Ketentuan Pembiayaan Musyarakah 

Ketentuan pembiayaan musyarakah diatur di dalam fatwa DSN-MUI Nomor 08 Tahun 2000, yaitu sebagai berikut:

a. Akad 

Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: 

  1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). 
  2. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. 
  3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

b. Pihak-pihak 

Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut: 

  1. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
  2. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. 
  3. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
  4. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja. 
  5. Seseorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

c. Modal 

Modal yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut: 

  1. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang lainnya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. 
  2. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. 
  3. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.

d. Kerja 

Pelaksanaan kerja dan hubungannya dengan mitra usaha dilakukan dengan syarat berikut:

  1. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. 
  2. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

e. Keuntungan dan Kerugian 

Keuntungan yang diperoleh dan kerugian yang timbul memiliki ketentuan sebagai berikut:

  1. Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah. 
  2. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
  3. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya. 
  4. Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.

f. Biaya operasional dan persengketaan 

Ketentuan mengenai biaya operasional yang digunakan dan penyelesaian sengketa adalah sebagai berikut: 

  1. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama. 
  2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Daftar Pustaka

  • Antonio, Muhammad Syafi’I. 2001. Bank syariah. Jakarta: Gema Insan.
  • Ascarya. 2013. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers. 
  • Ridwan, Muhammad. 2007. Konstruksi Bank Syariah Indonesia. Yogyakarta: Pustaka SM.
  • Sutedi, Adrian. 2009. Perbankan Syariah. Bogor: Ghalia Indonesia.
  • Saeed, Abdullah. 2003. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Naf'an. 2014. Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Muhammad. 2008. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah. Yogyakarta: UII Press.
  • Anshori, Abdul Ghafar. 2010. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi, dan Implementasi). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • Perwatatmadja, Karnaen A. 1996. Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia. Depok: Usaha Kami.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Musyarakah (Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis dan Ketentuan Pembiayaan). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/10/musyarakah.html