Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Keterampilan Berbicara (Pengertian, Tujuan, Jenis, Teknik dan Penilaian)

Keterampilan berbicara adalah sebuah kemampuan berbahasa dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan ide, pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan kepada orang lain sebagai mitra pembicara didasari oleh kepercayaan diri, jujur, benar, dan bertanggung jawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah, dan lain-lain.

Keterampilan Berbicara (Pengertian, Tujuan, Jenis, Teknik dan Penilaian)

Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Dalam penyampaian informasi, secara lisan seorang pembicara harus mampu menyampaikannya dengan baik dan benar agar informasi tersebut dapat diterima oleh pendengar. Untuk menjadi pembicara baik, pembicara harus mampu menangkap informasi secara kritis dan efektif, hal ini berkaitan dengan aktivitas menyimak. Apabila pembicara merupakan seorang penyimak yang baik maka ia mampu menangkap informasi dengan baik.

Berikut definisi dan pengertian keterampilan berbicara dari beberapa sumber buku: 

  • Menurut Iskandarwassid (2010), keterampilan berbicara adalah keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah, dan lain-lain. 
  • Menurut Hermawan (2014), keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan atau perasaan kepada mitra pembicara. 
  • Menurut Arsjad dan Mukti (1988), keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian (juncture). 
  • Menurut Utari dan Nababan (1993), keterampilan berbicara adalah pengetahuan bentuk-bentuk bahasa dan makna-makna bahasa tersebut, dan kemampuan untuk menggunakannya pada saat kapan dan kepada siapa. Kemampuan berbicara yang baik adalah kecakapan seseorang dalam menyampaikan sebuah informasi dengan bahasa yang baik, benar dan menarik agar dapat dipahami pendengar.

Tujuan Keterampilan Berbicara 

Tujuan berbicara secara umum adalah karena adanya dorongan keinginan untuk menyampaikan pikiran atau gagasan kepada orang lain (yang diajak berbicara). Sedangkan tujuan secara khusus ialah mendorong orang untuk lebih bersemangat, mempengaruhi orang lain agar mengikuti atau menerima pendapat (gagasannya), menyampaikan sesuatu informasi kepada lawan bicara, menyenangkan hati orang lain, memberi kesempatan lawan bicara untuk berpikir dan menilai gagasannya.

Pembelajaran dalam melatih keterampilan berbicara harus mampu memberikan kesempatan kepada setiap individu mencapai kemampuan berbicara dengan baik. Menurut Hermawan (2014), tujuan keterampilan berbicara bagi peserta didik adalah sebagai berikut: 

  1. Kemudahan berbicara, peserta didik harus dilatih untuk mengembangkan keterampilan berbicara agar terlatih kepercayaan diri dalam pengucapannya. 
  2. Kejelasan, untuk melatih peserta didik agar dapat berbicara dengan artikulasi yang jelas dan tepat dalam pengucapan. 
  3. Bertanggung jawab, latihan untuk peserta didik agar berbicara dengan baik dan dapat menempatkan pada situasi yang sesuai agar dapat bertanggung jawab. 
  4. Membentuk pendengar yang kritis, melatih peserta didik dalam menyimak lawan bicara dan mampu mengoreksi jika ada ucapan yang salah. 
  5. Membentuk kebiasaan, yaitu membiasakan peserta didik dalam mengucapkan kosa kata atau kalimat sederhana secara baik dan ini juga harus dibantu oleh lingkungan sekolah atau guru.

Jenis-jenis Keterampilan Berbicara 

Menurut Musaba (2012), keterampilan berbicara dapat dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Bercerita 

Bercerita adalah menuturkan suatu cerita secara lisan (walaupun bahan cerita bisa berwujud karangan tertulis). Kebiasaan bercerita ini banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Pada waktu dulu kegiatan bercerita jauh lebih semarak, dibandingkan masa sekarang. Kegiatan bercerita di kalangan masyarakat Jawa dan beberapa daerah lain juga mengenal kegiatan bercerita berupa pertunjukan wayang yang dibawakan oleh dalang dengan perangkat alatnya. Banyak daerah lain mengenal kegiatan bercerita tersebut dengan nama dan cara yang berbeda-beda. Kegiatan bercerita yang disebutkan di sini lebih bersifat tradisional, berlaku secara turun-temurun.

b. Debat 

Istilah debat tampaknya juga cukup dikenal di kalangan masyarakat. Terkadang ada ungkapan untuk seseorang yang senang berdebat, maka disebut suka debat atau jago debat. Debat sebenarnya mirip dengan dialog. Debat berarti bertukar pikiran secara terbuka untuk membahas masalah yang masih merupakan pro dan kontra dengan memperhatikan aturan dan tata tertib tertentu.

c. Diskusi 

Istilah diskusi cukup dikenal, terutama di kalangan kaum terdidik. Bagi kalangan kampus, diskusi sudah merupakan kegiatan yang dianggap lazim. Diskusi diartikan sebagai pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Diskusi kelompok biasanya ditandai dengan lebih terbatasnya jumlah peserta, tingkat keformalannya kurang menonjol. Diskusi panel biasanya menghadirkan beberapa pembicara kunci atau para penyaji materi, kemudian diikuti audiens. Dalam diskusi panel yang banyak berperan adalah para panelis (para penyaji atau pembicara), audiens memang diberi kesempatan memberikan pendapat atau tanggapan, tetapi jatahnya lebih sedikit.

d. Wawancara 

Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal untuk dimuat dalam surat kabar, disiarkan melalui radio atau ditayangkan pada layar televisi. Istilah wawancara sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat. Wawancara mirip dengan dialog. Namun, wawancara cenderung lebih mengaktifkan orang yang diwawancarai. Orang yang diwawancarai tentu amat beragam, bisa ia merupakan seorang ahli atau nara sumber, juga bisa sebagai anggota masyarakat biasa.

e. Pidato dan Ceramah 

Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau berorasi untuk menyatakan pendapatnya, atau memberikan gambaran tentang suatu hal. Sedangkan ceramah merupakan suatu kegiatan berbicara di depan umum dalam situasi tertentu untuk tujuan tertentu dan kepada pendengar tertentu.

f. Percakapan 

Percakapan adalah dialog antara dua orang atau lebih. Membangun komunikasi melalui bahasa lisan (melalui telepon, misalnya) dan tulisan (di chat room). Percakapan ini bersifat interaktif yaitu komunikasi secara spontan antara dua atau lebih orang.

Teknik Keterampilan Berbicara 

Menurut Oetomo (2015), terdapat beberapa teknik berbicara yang harus dikuasai untuk mendapatkan kemampuan atau keterampilan berbicara, yaitu sebagai berikut:

a. Teknik berbicara yang Baik 

Bicaralah ramah pada setiap orang. Perkataan/artikulasi pun harus jelas agar tidak terjadi mis-communication. Perhatikan pula pemilihan kata. Meski bertujuan baik, jika salah berkata-kata maka tujuan itu tidak akan tercapai. Lakukan kontak mata pada lawan bicara. Saat bicara dengan atasan, usahakan fokus. Bicara seperlunya, Jangan ngelantur sehingga intinya malah tidak jelas. Kalau atasan memancing kita membicarakan masalah personal seorang rekan sekerja, sebagai bawahan yang profesional sebaiknya kita berbicara diplomatis.

b. Teknik berbicara di depan umum 

Berbicara di depan umum bukanlah soal bakat. Kemampuan tersebut bisa dilatih dengan kepercayaan diri dan kuasai bahan pembicaraan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melatih teknik berbicara di depan umum antara lain adalah sebagai berikut: 

  1. Tunjukkan antusias terhadap situasi dan pendengar. 
  2. Lakukan kontak mata 5-15 detik, dan tatapan kita pun harus berkeliling bukan pada satu orang saja. Jadi, semua orang merasa diajak berbicara. 
  3. Perlihatkan senyuman agar lawan bicara fokus pada kita. 
  4. Sisipkanlah humor, karena humor akan menghilangkan kejenuhan, namun hindari humor yang berbau porno.
  5. Fokus pada pembicaraan. Tidak perlu memperlihatkan semua wawasan yang kita punya, karena akan menunjukkan kita sok pintar.
  6. Berikan pujian yang jujur pada orang lain, tanpa menyimpang dari maksud.

c. Teknik Berbicara Profesional 

Seorang profesional perlu mengenal teknik presentasi yang efektif. Terdapat tiga faktor penting yang perlu diperhatikan dalam berbicara secara profesional, yaitu: 

  1. Faktor verbal 7 %, menyangkut pesan yang kita sampaikan termasuk kata-kata yang kita ucapkan. 
  2. Faktor vokal, 38 %, seperti intonasi, penekanan, dan resonansi suara.
  3. Faktor visual, 55 % yakni penampilan kita.

d. Teknik Membuka dan Menutup Pembicaraan 

Untuk mengawali suatu pembicaraan, adakanlah small talk, seperti mengucapkan selamat pagi, siang atau malam. Untuk memancing perhatian pendengar, lemparkan joke ringan. Setelah itu baru ke topik utama. Akhiri pembicaraan dengan ilustrasi dan summary hasil pembicaraan di dalamnya. Jadi, jangan bicara dari A sampai Z, sebaiknya diringkas sehingga orang mengerti dan tidak melupakan pesan atau inti sari pembicaraan. Berbicara atau berkomunikasi secara profesional menuntut kesiapan tiga hal. Pertama wawasan atau materi yang disampaikan, kedua cara penyampaian yang meliputi gerak, intonasi suara, dan penekanannya, ketiga penampilan. Semua hal tersebut dapat dipelajari asalkan siswa memiliki kemauan. Milikilah motivasi untuk maju dan berkembang mencapai keberhasilan yang diinginkan.

Faktor Penilaian Keterampilan Berbicara 

Menurut Arsjad dan Mukti (1988), terdapat dua faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara dalam memperoleh keterampilan berbicara dengan efektif dan baik, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non-kebahasaan. Adapun penjelasan dari dua faktor penilaian keterampilan berbicara tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor Kebahasaan 

Faktor-faktor kebahasaan sebagai penilaian keterampilan berbicara seseorang antara lain adalah sebagai berikut: 

  1. Ketepatan ucapan. Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik, atau sedikitnya bisa mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa. Sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi, atau pemakaiannya (pembicara) dianggap aneh. 
  2. Penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai. Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Ketepatan masalah yang dibicarakan dan durasi yang sesuai, akan menjadi lebih menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan dapat menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara tentu berkurang. 
  3. Pilihan kata (diksi). Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya, dalam arti yang betul-betul menjadi miliknya, baik sebagai perorangan maupun sebagai pembicara. Selain itu, pilihan kata juga disesuaikan dengan pokok pembicaraan. 
  4. Ketepatan sasaran pembicaraan. Hal ini menyangkut pemakaian kalimat pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat.

b. Faktor Non-kebahasaan 

Faktor-faktor non-kebahasaan sebagai penilaian keterampilan berbicara seseorang antara lain adalah sebagai berikut: 

  1. Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku. Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentu akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Tentu saja sikap ini sangat ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi. 
  2. Pandangan harus diarahkan pada lawan bicara. Supaya pendengar dan pembicara betul-betul dalam kegiatan berbicara, maka pandangan pembicara harus sesuai. Pendengar yang hanya tertuju pada satu arah, akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan. 
  3. Kesediaan menghargai pendapat orang lain. Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru. 
  4. Gerak-gerik dan mimik yang tepat. Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal yang penting selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak-gerik atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku. Tetapi gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu keefektifan berbicara. 
  5. Kenyaringan suara yang pas. Tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Tetapi perlu diperhatikan jangan berteriak, aturlah kenyaringan suara supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga mengingat kemungkinan gangguan dari luar. 
  6. Kelancaran. Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Sering kali seorang mendengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi e, o, a, dan sebagainya. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraannya.
  7. Relevansi/Penalaran. Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan kenyataan. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah jelas. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat dan hubungan kalimat dengan kalimat harus jelas serta berhubungan dengan pokok pembicaraan. 
  8. Penguasaan topik. Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan, tujuannya tidak lain supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.

Daftar Pustaka

  • Iskandarwassid, D.S. 2010. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • Hermawan, Acep. 2014. Metodelogi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • Arsjad M, dan Mukti. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
  • Utari dan Nababan. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Musaba, Zulkifli. 2012. Terampil Berbicara. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
  • Oetomo. 2015. Melatih Kemampuan Berbicara. Online: www.bahana-magazine.com.

PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Keterampilan Berbicara (Pengertian, Tujuan, Jenis, Teknik dan Penilaian). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2020/12/keterampilan-berbicara.html