Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Intuisi (Pengertian, Sifat, Karakteristik, Jenis dan Perkembangan)

Intuisi adalah kemampuan memahami, menemukan hipotesis dan mengambil kesimpulan berdasarkan proses penalaran dari informasi yang lebih sedikit tanpa menggantungkan secara eksplisit pada analisis dalam bidang keahliannya. Intuisi merupakan hasil perpaduan tiga komponen yaitu; kesegeraan (immediacy), penalaran (reasoning), dan the sensing of relationships.

Intuisi (Pengertian, Sifat, Karakteristik, Jenis dan Perkembangan)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intuitif adalah bersifat (secara) intuisi, berdasarkan bisikan (gerak) hati. Sehingga arti kata intuisi sendiri adalah kemampuan untuk mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari; bisikan hati. Intuisi dalam istilah psikologi dan filsafat adalah suatu proses pemahaman dan persepsi terhadap suatu fakta aktual. Kata Intuisionisme merupakan suatu sistem dalam filsafat yang menganggap intuisi sebagai suatu proses mendasar untuk memperoleh pengetahuan.

Intuisi merupakan suatu tindakan untuk mendapatkan suatu makna, signifikansi, struktur atau situasi dari masalah tanpa ketergantungan secara eksplisit pada peralatan analitik yang dimiliki seorang ahli. Dalam hal ini, intuisi disebut semacam "aha! moment". Sehingga dapat disimpulkan bahwa intuisi berlawanan dengan analitik, karena analitik membutuhkan konfirmasi logis (pembuktian) sedangkan intuisi merupakan kognisi segera tentang suatu konsep yang tidak disertai pembuktian ketat.

Berikut definisi dan pengertian intuisi dari beberapa sumber buku: 

  • Menurut Ben-Zeev dan Star (2002), intuisi adalah pemahaman tiba-tiba akan suatu hal setelah mencoba menyelesaikan suatu masalah, namun tidak juga berhasil. 
  • Menurut Dane dan Pratt (2007), intuisi adalah sebuah proses untuk mencapai kesimpulan terbaik berdasarkan informasi yang lebih sedikit dari jumlah normal yang diperlukan. 
  • Menurut Bruner (1999), intuisi adalah tindakan seseorang menggapai makna atau struktur suatu masalah, yang tidak menggantungkan secara eksplisit pada analisis dalam bidang keahliannya. 
  • Menurut Nasution (2003), intuisi adalah kemampuan mental untuk menemukan hipotesis pemecahan masalah tanpa melalui langah-langkah analisis. 
  • Menurut Poerwadarminta (2009), intuisi adalah daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan secara mendalam atau dipelajari. Intuisi Juga merupakan wawasan atau pengetahuan yang menerangkan atau meramalkan peristiwa tanpa bergantung pada suatu proses penalaran secara sadar tanpa atau dengan bukti-bukti.

Sifat dan Syarat Intuisi 

Menurut Audi (2004), intuisi adalah pengetahuan tak-inferensial (non inferential knowledge) yang diperoleh tanpa melakukan inferensi terhadap fakta, premis, atau aksioma lain. Pengetahuan tersebut bercirikan self-evidence, artinya pengetahuan tersebut dapat dipahami atau terima secara langsung oleh seseorang tanpa memerlukan proses pembuktian atau memerlukan bukti di luar dirinya.

Adapun sifat dan syarat berpikir intuisi adalah sebagai berikut: 

  1. Intuisi harus memenuhi syarat non-inferensial atau langsung, karena proposisi dalam berintuisi tidak didasarkan pada suatu premis. 
  2. Intuisi harus memenuhi syarat ketegasan, karena intuisi merupakan suatu kognisi yang mengandung makna tegas seperti suatu keyakinan (belief) dalam diri individu, tidak bisa sekedar suatu kecenderungan atau suatu gejala. 
  3. Intuisi harus memenuhi syarat pemahaman minimal dari obyek proposisi, karena seseorang tidak dapat berintuisi mengenai hal yang tidak dia fahami.
  4. Intuisi tidak harus bergantung pada suatu teori itu sendiri maupun hipotesis teoritis, tetapi tidak berarti bahwa intuisi adalah pre-konseptual, hanya ia tidak didasarkan pada beberapa hipotesis teoritis.

Karakteritik Intuisi 

Menurut Fischbein (2002), karakteristik intuisi adalah sebagai berikut:

a. Self-evidence (pembuktikan) 

Self evidence yang dimaksud adalah bahwa intuisi adalah kognisi yang diterima sebagai feeling individu tanpa membutuhkan pengecekan dan pembuktian lebih lanjut. Sebagai contoh: jarak terdekat antara dua titik merupakan garis lurus antara dua titik yang menghubungkan keduanya. Hal tersebut adalah self-evidence, pernyataan yang diterima secara langsung.

b. Intrinsic certainty (kepastian intrinsik) 

Kepastian kognisi intuisi biasanya dihubungkan dengan perasaan (feeling) tertentu dari kepastian intrinsik. Pernyataan tentang garis lurus di atas adalah subjektif, terasa seperti sudah menjadi ketentuan. Intrinsik bermakna bahwa tidak ada pendukung eksternal yang diperlukan untuk memperoleh semacam kepastian langsung (baik secara formal atau empiris).

c. Coerciveness (pemaksaan) 

Intuitif mempunyai sifat memaksa pada strategi penalaran individual, seleksi hipotesis, dan solusi. Hal ini berarti bahwa individu cenderung menolak interpretasi alternatif yang akan mengkontradiksi intuisinya. Sebagai contoh: biasanya siswa percaya bahwa perkalian akan menjadikan lebih besar dan pembagian akan menjadikan lebih kecil. Hal ini karena pada masa kanak-kanak terbiasa dengan mengoperasikan bilangan asli. Dikemudian hari setelah belajar bilangan rasional masih dirasa untuk memperoleh keyakinan yang sama, yang secara jelas sudah tidak sesuai lagi.

d. Ekstrapolativeness (perkiraan) 

Sifat penting dari kognisi intuitif adalah kemampuan untuk meramalkan melampaui segala dukungan empiris. Sebagai contoh: pernyataan "melalui satu titik di luar garis hanya dapat digambar satu dan hanya satu garis sejajar dengan garis tersebut" mengekspresikan kemampuan ekstrapolasi dari intuisi. Tidak ada bukti empiris dan formal yang dapat mendukung pernyataan tersebut. Walaupun demikian, hal tersebut dapat diterima secara intuitif, suatu kepastian, sebagai self-evidence.

e. Perseverance (ketekunan) 

Intuitif yang dibangun memiliki kekokohan atau stabil. Artinya bahwa intuisi merupakan strategi penalaran individual yang bersifat kokoh dan tidak mudah berubah. Sebagai contoh: jika seseorang mengatakan bahwa persegi panjang bukanlah jajar genjang. Kondisi semacam ini sulit dilakukan perubahan untuk menjadikan mereka menerima bahwa persegi panjang adalah jajar genjang.

f. Globality (umum) 

Berpikir intuitif adalah aktivitas berpikir yang global yang berlawanan dengan aktivitas berpikir yang logis, berurutan dan secara analitis. Sifat global intuisi menunjukkan bahwa orang yang berpikir intuitif lebih memandang keseluruhan obyek daripada bagian-bagian detailnya.

g. Implicitness (tersembunyi) 

Implicitness berarti tersembunyi, tidak nampak, berada di balik fakta. Maksudnya dalam membuat interpretasi, keputusan atau konklusi tertentu atau dalam menyelesaikan masalah tidak dinyatakan dalam alasan atau langkah-langkah yang jelas (eksplisit). Adakalanya kemampuan kognisi seseorang dalam menyelesaikan masalah bersifat implisit dan tidak dinyatakan melalui langkah demi langkah.

Jenis-jenis Intuisi 

Menurut Abidin (2002), terdapat tiga jenis intuisi, yaitu sebagai berikut:

1. Intuisi afirmatori 

Intuisi afirmatori berupa pernyataan, representasi, interpretasi, solusi yang secara individual dapat diterima secara langsung, self evident, global dan cukup secara intrinsik. Intuisi afirmatori adalah representasi atau interpretasi berbagai fakta yang diterima sebagai suatu ketentuan dan dianggap benar atau terbukti dengan sendirinya, serta konsisten dengan sendirinya. Intuisi afirmatori bersifat menegaskan suatu representasi atau interpretasi. Intuisi afirmatori dapat diklasifikasikan ke dalam intuisi afirmatori semantik (semantic affirmatory), intuisi afirmatori relasional (relational affimatory), dan intuisi afirmatori inferensial (inferential affimatory).

2. Intuisi antisipatori 

Intuisi antisipatori merupakan aktivitas mental yang berlangsung ketika subjek berusaha menyelesaikan masalah dan penyelesaiannya tidak secara langsung dapat diperoleh. Intuisi antisipatori merepresentasikan pandangan global, dugaan, dan klaim awal dalam sebuah pemecahan masalah mendahului bukti formal atau bukti analitik.

3. Intuisi konklusif 

Intuisi konklusif merupakan upaya meringkas secara umum dengan ide dasar pemecahan masalah yang sebelumnya telah ditekuni. Hal ini dapat terlihat ketika sejumlah klaim atau prediksi yang dibuat, kemudian menyusunnya kembali ke dalam suatu bentuk peta atau kerangka penyelesaian masalah.

Perkembangan Kematangan Intuisi 

Menurut Baylor (2001) perkembangan intuisi seseorang dipengaruhi oleh tingkat kepakaran seseorang dibidang tertentu. Secara kualitatif ada dua jenis intuisi, yaitu intuisi yang belum matang (immature intuition) dan intuisi yang sudah matang (mature intuition) keduanya dibedakan oleh tingkat kepakaran pada suatu bidang tertentu. Intuisi yang belum matang sering dijumpai ketika seseorang masih berada pada taraf pemula di bidang tertentu, dimana pengetahuan analitikya belum banyak mencampuri kemampuannya dalam menemukan wawasan-wawasan baru. Sedangkan intuisi yang sudah matang kebanyakan muncul ketika seseorang sudah menjadi pakar dibidang tertentu dengan modal struktur pengetahuan relevan yang sudah terbentuk dengan baik.

Perkembangan kematangan intuisi seseorang digambarkan berbentuk kurva U yang tidak linear. Melalui model tersebut menjadi lebih mudah dipahami bahwa intuisi banyak hadir dalam proses pemahaman atau pemecahan masalah ketika seseorang masih berada di taraf pemula, dengan bertambahnya kepakaran peran kemampuan berpikir analitik menjadi semakin dominan dan menekan kemampuan intuisi seseorang, dan intuisi kembali akan lebih sering hadir ketika seseorang sudah mencapai taraf pakar. Kali ini intuisi yang hadir berbeda dengan intuisi ketika menjadi seorang pemula. Intuisi yang sudah matang dilandaskan pada struktur pengetahuan relevan yang sudah terbentuk dengan baik.

Kurva perkembangan kematangan intuisi

Perkembangan pada setengah kurva pertama, intuisi menginisiasi terbentuknya struktur pengetahuan analitik seseorang. Bila seseorang ingin mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah, ia harus berpindah menjadi lebih Banyak porsi analitik (kuantitatif) dan mengurangi porsi kualitatifnya. Setengah kurva berikutnya berpindah dari berpikir seorang pakar yang kuantitatif menjadi intuisi matang yang kualitatif.

Daftar Pustaka

  • Ben-Zeev, Talia & Star, Jon. 2002. Intuitive Mathematics: Theoretical and Educational Implications
  • Dane, E., & Pratt, M.G. 2007. Exploring Intuition and its Role in Managerial. Decission-Making. Academy of Management Review.
  • Bruner, Jerome S. 1999. The Process of Education. London: Harvard University Press.
  • Nasution, S. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Poerwadarminta, W.J.S. 2009. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Audi, R. 2004. The Good in The Right: A Theory of Intuition and Intrinsic Value. Princeton: Princeton University Press.
  • Fischbein, E. 2002. Intuition and Schemata in Mathematical Reasoning. Educational Studies in Mathematics. Netherland: Kluwer Academic Publishers.
  • Abidin, Zainal. 2002. Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • Baylor, A.L. 2001. A U-Shaped Model for The Development of Intuition by Level of Expertise. New Ideas in Psychology.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Intuisi (Pengertian, Sifat, Karakteristik, Jenis dan Perkembangan). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2021/02/intuisi-pengertian-sifat-karakteristik.html