Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pengertian dan Unsur-unsur Sinematografi

Sinematografi adalah suatu disiplin ilmu mengenai teknik mengambil dan menggabung-gabungkan gambar pada kamera dan film sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide sesuai keinginan sineas. Seorang sineas tidak hanya sekedar merekam sebuah adegan semata namun juga harus mengontrol dan mengatur bagaimana adegan tersebut diambil, seperti jarak, ketinggian, sudut, lama pengambilan, dan sebagainya.

Pengertian dan Unsur-unsur Sinematografi

Istilah sinematografi adalah serapan dari bahasa Inggris, yaitu Cinematography yang diambil dari dari bahasa Latin, yaitu kinema yang artinya gerakan, serta grafi atau graphoo yang mempunyai arti menulis. Dengan demikian, sinematografi mempunyai arti menulis dengan gambar yang bergerak. Menurut Pratista (2008), pengertian sinematografi adalah tindakan yang dilakukan pada kamera dan film, berkaitan dengan kamera dan objek yang akan diambil. Sementara, penyuntingan atau editing merupakan transisi dari satu frame ke frame yang lain. Terakhir, suara merupakan semua hal pada film yang dapat didengar oleh telinga audience.

Sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab atas semua aspek-aspek visual yang terdapat pada pembuatan sebuah film yang membuat film tersebut menarik dan enak dilihat. Di dalamnya mencakup skenario, dipilihnya jenis kamera yang akan digunakan, pemilihan lensa, lampu dan jenisnya juga sangat diperhatikan sehingga konsep sang sutradara yang didapat dari skenario menghasilkan visualisasi yang sangat menarik dan bagus. Seorang sinematografer harus bisa membantu visi dari seorang sutradara dan skenario.

Unsur-unsur Sinematografi 

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pengambilan gambar sehingga dapat memiliki nilai sinematik yang lebih baik adalah sebagai berikut:

a. Sudut pandang kamera (camera angle) 

Camera Angle atau dapat diartikan sebagai sudut pandang kamera merupakan sudut pandang yang mewakili mata penonton. Pengambilan angle kamera semestinya harus diperhitungkan dengan baik, karena hasil gambar yang baik mampu menambah visualisasi dramatik dari sebuah alur cerita. Angle kamera menentukan dimana menempatkan mata penonton, apakah penonton ditempatkan secara langsung terhadap permasalahan dalam film atau sebaliknya, hanya sebagai pemantau atau pemerhati objektif.

Menurut Sidiq (2001), secara garis besar angle kamera dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

  1. Angle kamera objektif. Peristiwa dalam adegan bukan merupakan sudut pandang siapapun yang berada dalam cerita film. Artinya, kamera objektif adalah penempatan angle kamera dari sudut pandang penonton yang tersembunyi. Sehingga penonton tidak diikutsertakan secara aktif dalam adegan. Dalam hal ini seorang aktor tidak boleh memandang ke arah kamera saat melakukan adegan karena kamera seolah-oleh berada di tempat tersembunyi. 
  2. Angle kamera subjektif. Kamera subjektif adalah penempatan kamera yang bersifat mengajak penonton ikut berperan dalam peristiwa atau adegan. Atau dengan cara memandang dari sudut pandang pemain. Perekaman dengan tipe ini memposisikan penonton sebagai salah satu atau beberapa aktor dalam cerita film. Penonton seolah diajak berinteraksi langsung atau berpartisipasi dalam adegan seolah sedang berada dalam adegan tersebut. Kamera subjektif harus digunakan dengan bijak. 
  3. Angle kamera point of view. Angle kamera Point of View atau disingkat POV merekam adegan dari titik pandang pemain tertentu. POV shot adalah sedekat shot objektif dalam kemampuan mengapproach sebuah shot subjektif dan tetap objektif. Kamera ditempatkan pada sisi pemain subjektif yang titik pandangnya digunakan hingga penonton mendapat kesan berdiri beradu pipi dengan pemain yang berada di luar layar. Tipe ini digunakan untuk melibatkan penonton agar lebih akrab dengan adegan dalam film.

Level angle kamera pada saat pengambilan gambar sangat berpengaruh pada cara pandang kita pada suatu subjek. Pada sinematografi kemampuan untuk memposisikan kamera yang berkaitan dengan subjek atau pemandangan. Artistik, dramatik, secara psikologis dapat disambungkan kepada cerita melalui level angle kamera terhadap objek. 

Menurut Fachruddin (2012), level angle kamera dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut: 

  1. Eye level angle. Eye level angle merupakan model shot yang memposisikan kamera melihat ojek/subjek dalam frame secara lurus atau sejajar dengan mata memandang ke depan. Pengambilan gambar dengan sudut eye level bersifat umum atau netral dengan kata lain tidak menampilkan sisi dramatis apapun. 
  2. Low angle. Low angle merupakan model shot yang memposisikan mata kamera mendongak ke atas. Level ini digunakan untuk memberikan kesan kagum atau kegairahan; menurunkan foreground yang tidak disukai; menurunkan cakrawala; dan menyusutkan latar belakang; mendistorsikan garis-garis komposisi menciptakan perspektif yang lebih kuat; dan mengintensifkan dampak dramatik. 
  3. High angle. High level merupakan model shot yang memposisikan mata kamera diarahkan ke bawah untuk menangkap objek/subjek. Angle ini menimbulkan kesan subjek menjadi kecil/kerdil, sehingga kedudukannya tidak lagi superior atas pemain yang lain. High angle memberikan kesan lamban atas pergerakan dari subjek.

b. Pergerakan kamera (camera moves) 

Gerakan pada kamera sering diterapkan untuk menambah dinamika pada pengambilan gambar. Berikut ini adalah beberapa jenis pergerakan kamera yang sering digunakan pada pengambilan sebuah film. 

  1. Pan. Pan camera move yaitu kamera diarahkan ke samping sepanjang garis lurus tanpa memindahkan posisi kamera tersebut. Keadaan ini dapat didukung oleh tripod agar gambar yang dihasilkan lebih stabil. Panning biasanya digunakan pada saat pengambilan gambar objek bergerak seperti mobil yang sedang berjalan atau menyajikan pemandangan yang lebih luas seperti tebing atau hamparan sawah.
  2. Tilt. Tilt mengacu pada pergerakan naik tau turun tanpa mengubah posisi dari kamera, sama halnya seperti dengan pan, pengambilan gambar ini dapat didukung dengan penggunaan tripod untuk menghasilkan gambar yang lebih stabil. Tilt camera move biasa digunakan untuk menampilkan objek vertical seperti bangunan-bangunan tinggi atau seseorang. 
  3. Dolly. Dolly camera moving merupakan pergerakan kamera maju atau mundur pada saat pengambilan gambar. Dolly camera moving biasa digunakan pada saat pengambilan gambar benda bergerak menjauh atau mendekati kamera. 
  4. Track. Track camera moving memiliki kesamaan dengan dolly camera moving, hanya saja kamera mengikuti objek bergerak ke samping, yaitu menempatkan kamera sejajar dengan objek. 
  5. Pedestal. Pada pedestal camera moving, kamera akan diangkat atau diturunkan pada saat pengambilan gambar.
  6. Zoom. Berbeda dengan dolly camera moving, pengambilan gambar menggunakan dengan cara zooming, pengambilan gambar dengan teknik zoom tidak membutuhkan pergerakan pada kamera, hanya saya dengan memperbesar atau memperkecil lensa pada kamera. Terdapat dua jenis zoom yaitu zoom in dan zoom out. Zoom in mengubah panjang fokus mendekati objek, sedangkan zoom out fokus kamera menjauhi objek sehingga membuatnya lebih kecil. 
  7. Dolly counter zoom. Dolly counter zoom merupakan jenis teknik pengambilan gambar yang langka dan memiliki efek gaya yang lebih bagus. Untuk mendapatkannya kamera harus lebih dekat atau lebih jauh dari subjek saat zooming dilakukan, akibatnya ukuran objek tetap sama.

c. Ukuran pengambilan gambar (shot size) 

Ukuran pengambilan gambar umumnya dikaitkan dengan objek manusia, namun penerapan ini juga berlaku pada benda lain. Beberapa jenis ukuran gambar (Shot Size) dalam pengambilan gambar, yaitu sebagai berikut: 

  1. Extreme Long Shot (ELS). ELS merupakan kekuatan yang ingin menetapkan suatu (peristiwa, pemandangan) yang sangat jauh. Panjang dan luas berdimensi lebar. Biasanya shot ini lebih mengutamakan orientasi terhadap lingkungan sehingga objek yang terlihat kecil tidak terlalu menjadi masalah.
  2. Very Long Shot (VLS). Gambar-gambar opening scene dimana pemirsa divisualkan adegan kolosal, kota metropolitan, dan sebagainya. Porsi gerakan pemain sama pentingnya dengan orientasi lingkungan. Shot ini biasanya digunakan untuk mengenalkan semua elemen, meliputi aktor, tempat, situasi, dll.
  3. Long Shot (LS). Size/frame compositions yang ditembak keseluruhan gambaran dari pokok materi dilihat dari kepala ke kaki atau gambar manusia seutuhnya. Shot ini biasanya digunakan ketika objek melakukan gerakan, namun detail gerakan belum dapat dilihat dengan jelas.
  4. Medium Long Shot (MLS). Ini yang ditembak memotong pokok materi dari lutut sampai puncak kepala pokok materi. Shot ini digunakan ketika gerakan badan bagian atas lebih ditekankan daripada gerakan kaki. Dengan menghilangkan lutu ke bawah, fokus pandangan penonton akan mengarah pada gerakan tangan. 
  5. Medium Shot (MS). Gambar diambil dari pinggul pokok materi sampai pada kepala pokok materi. Merekam dengan jelas gerak-gerik (gesture) pemain. Penonton dapat melihat dengan jelas ekspresi dan emosi pemain. 
  6. Medium Close Up (MCU). Dari dada pokok materi sampai puncak kepala. MCU memfokuskan pandangan pada wajah objek, memperdalam gambar dengan menunjukkan profil dari objek yang direkam sehingga background menjadi tidak penting lagi. 
  7. Close Up (CU). Meliputi wajah yang keseluruhan dari pokok materi. Close up merupakan sarana penuturan cerita yang kuat karena memberikan kemungkinan penyajian yang rinci dan detail dari suatu kejadian. Ukuran yan tepat untuk menggambarkan emosi, atau reaksi seseorang, seperti rasa kesal, senang, sedih, dll. 
  8. Big Close Up (BCU). Lebih tajam dari CU, mampu mengungkapkan kedalaman pandangan mata, kebencian raut muka, dan emosional wajah. BCU memperlihatkan objek dengan sangat dekat, sehingga baik digunakan pada situasi yang emosional dan memperlihatkan ekspresi objek secara detail.
  9. Extreme Close Up (ECU). Kekuatan ECU pada kedekatan dan ketajaman yang hanya fokus pada satu objek. Digunakan untuk memperhebat emosi sehingga menciptakan situasi yang dramatis.

d. Pencahayaan (Lighting) 

Tata Cahaya atau disebut juga lighting merupakan salah satu aspek sinematografi dalam pembuatan sebuah film. Cahaya dalam lighting memiliki kualitas yang berbeda-beda, diantarannya adalah sebagai berikut: 

  1. Hard Light. Hard light Cahaya yang tajam dan keras yang memiliki kontras dan ketajaman yang tinggi. Selain itu, hard light mampu memperkuat tekstur pada sebuah permukaan bila diarahkan dengan tepat. 
  2. Soft Light. Cahaya yang lembut dan menyebar kemudian menyinari seluruh bagian objek. Selain itu, soft light mampu menghasilkan kontras yang tidak tinggi dan merata yang akan terlihat lebih lembut dan tidak bertekstur. 
  3. Transmitted Light. Cahaya transmitted light atau disebut juga diffused light hamper sama seperti soft light namun, cahaya yang dihasilkan mampu lebih merata atau melebihi soft light. 
  4. Reflected Light. Cahaya yang dihasilkan oleh pantulan cahaya dari sumber cahaya yang lain. Selain itu, cahaya ini bisa datang dari berbagai macam cahaya yang dipantulkan berbagai permukaan seperti air, reflector, kaca, kain putih dan lain sebagainya.

Cahaya buatan sering digunakan dalam produksi film terutama dalam aspek sinematografi. Hal ini merupakan bagian penting untuk menghasilkan film yang bisa mempresentasikan kondisi dalam film. Adapun cahaya buatan yang sering digunakan antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Key light. Cahaya utama yang mempunyai intensitas cahaya yang paling besar dan menyinari langsung objek. 
  2. Fill light. Cahaya yang dibutuhkan jika bayangan hitam yang dihasilkan oleh key light. Biasanya fill light hanya 15% intensitasnya dari key light. 
  3. Background light. Cahaya yang dipergunakan untuk secara langsung dari belakang objek sehingga menimbulkan efek-efek tertentu dari cahaya tersebut.

d. Komposisi (Composition) 

Komposisi adalah pengaturan dari unsur-unsur yang terdapat di dalam gambar untuk membentuk suatu kesatuan yang serasi di dalam sebuah frame. Tujuan dari komposisi yaitu untuk membuat gambar menjadi se-menarik mungkin untuk dilihat, tidak membuat bosan penonton. Aspek-aspek dalam komposisi antara lain adalah sebagai berikut: 

  1. Teori sepertiga layar. Teori sepertiga layar atau dalam bahasa Inggris disebut Intersection of third (Rule of Thirds) ini menempatkan titik perhatian (points of interest). Menentukan titik perhatian dapat dilakukan denga cara, yaitu: 1) Layar dibagi menjadi 3 bagian secara horisontal dan vertikal dengan membuat garis imaginer. Pertemuan antara garisgaris imaginer itulah terletak titik perhatian. 2) Upayakan objek yang ingin dijadikan pusat perhatian berada di dua titik, bahkan berada pada 3 titik lebih baik. 3) Tidak disarankan terpaku dengan teori ini, karena masih banyak teori points of interest lain dalam menonjolkan objek. 
  2. Area utama titik perhatian. Area utama titik perhatian atau Golden Mean Area ini merupakan komposisi yang baik digunakan khususnya untuk pengambilan gambar besar atau Close Up. Tujuan dari teori ini untuk menonjolkan ekspresi atau detail objek. Adapun caranya dengan membagi layar menjadi dua bagian secara mendatar dan kemudian bagi lagi menjadi tiga bagian pada bagian atasnya. Jadilah objek berada di atas setengah layar dan di bawah sepertiga layar atau yang disebut sebagai golden mean area. 
  3. Teori kedalaman gambar akibat komponen diagonal. Teori ini disebut sebagai diagonal depth merupakan salah satu panduan untuk komposisi pada model long shot. Teori ini mensyaratkan dalam pengambilan gambar long shot hendaknya mempertimbangkan unsur diagonal sebagai komponen gambarnya sehingga memberikan kesan depth atau kedalaman, dan kesan tiga dimensi. Perlu diperhatikan juga unsur gambar foreground, objek yang berada di bagian tengah harus tampak jelas, kuat dan menonjol, sementara unsur background sebagai penambah dimensi gambar. Dengan demikian, gambar memiliki dept atau terkesan tiga dimensi, padahal kenyataannya gambar dalam film adalah dua dimensi.

e. Editing 

Ketika proses pengambilan gambar telah selesai, maka produksi film memasuki tahap editing. Dalam tahap ini shot-shot yang telah diambil dipilih, diolah, dan dirangkai hingga menjadi satu rangkaian kesatuan yang utuh. Adapun aspek-aspek editing yang perlu menjadi perhatian adalah sebagai berikut: 

  1. Kontinuitas grafik. Sineas dalam melakukan perubahan shot dapat melakukannya berdasarkan kontinuitas grafik (kesamaan gambar). Kontinuitas grafik dapat dibentuk oleh unsur mise-en-scene dan sinematografi dengan menggunakan aspek bentuk, warna, komposisi, pergerakan, set, kostum, tata cahaya, dan sebagainya. Kontinuitas grafik antar shot tidak disadari merupakan hal yang umum digunakan dalam film terutama pada editing kontinu. 
  2. Aspek ritmik. Sineas mampu mengontrol panjang pendeknya (durasi) sebuah shot. Durasi shot sangat berhubungan dengan durasi shot sebelum dan setelahnya sehingga seorang sineas mampu mengontrol ritme editing sesuai tuntutan naratif serta estetik. Sineas dapat mengatur ritme editingnya melalui durasi shot yang sama, semakin pendek, atau semakin panjang. 
  3. Aspek spasial. Editing juga memungkinkan bagi sineas untuk memanipulasi ruang dan waktu. Efek ini memungkinkan tiap shot dapat diambil secara terpisah, bahkan di lokasi dan waktu yang berbeda tanpa mengganggu kontinuitas naratif.
  4. Aspek temporal. Teknik editing mampu mempengaruhi naratif dalam memanipulasi waktu. Sebuah shot berikutnya secara temporal dapat berupa waktu yang tak terputus (editing kontinu) dan dapat pula terjadi lompatan waktu (editing diskontinu).

Daftar Pustaka

  • Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
  • Sidiq, M.N. 2011. Angle Kamera, Materi disampaikan pada Workshop Film Indie JCM UIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta.
  • Fachruddin, Andi. 2012. Dasar-Dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing. Jakarta: Kencana.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Pengertian dan Unsur-unsur Sinematografi . Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2021/03/pengertian-dan-unsur-unsur-sinematografi.html