Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Hibah - Pengertian, Dasar Hukum, Jenis, Rukun dan Syarat

Hibah adalah suatu bentuk perbuatan hukum dalam pemindahan hak milik pada saat pemberian suatu harta yang dilakukan secara sukarela tanpa imbalan apapun dari seseorang kepada orang lainnya ketika masih hidup, dimana pihak penerima hibah tidak ada kewajiban untuk mengembalikan harta tersebut kepada pihak pemberi hibah.

Hibah - Pengertian, Dasar Hukum, Jenis, Rukun dan Syarat

Istilah hibah berasal dari bahasa arab, yaitu wahaba-yahabu-hibatan yang artinya memberi atau pemberian, dan dapat berbentuk sedekah maupun hadiah. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hibah berarti pemberian (dengan suka rela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.

Hibah juga terdapat dalam KUH Perdata Pasal 1666, yaitu suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah-hibah di antara orang-orang yang masih hidup.

Pengertian Hibah 

Berikut definisi dan pengertian hibah dari beberapa sumber buku: 

  • Menurut Karim (2015), hibah adalah salah satu bentuk perbuatan hukum dalam perpindahan hak milik secara sukarela, dimana pihak penerima hibah tanpa ada kewajiban untuk mengembalikan harta tersebut kepada pihak pemberi hibah. 
  • Menurut Azzam (2010), hibah adalah suatu pemberian hak milik secara langsung dan mutlak terhadap satu benda ketika masih hidup tanpa ganti walaupun dari orang yang lebih tinggi. Atau bisa dikatakan sebagai pemberian hak milik secara sukarela ketika masih hidup. 
  • Menurut Ramulyo (2004), hibah adalah pemberian yang sifatnya sunah yang dilakukan dengan ijab dan kabul waktu orang yang memberi masih hidup. Pemberian tidak dimaksudkan untuk mendapatkan pahala dari Allah atau karena menutup kebutuhan orang yang diberikannya. 
  • Menurut Sabiq (1988), hibah adalah akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. 
  • Menurut Dahlan (2006), hibah adalah akad yang mengakibatkan pemilikan harta tanpa ganti rugi yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara suka rela. 
  • Menurut Fokusmedia (2007), hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

Dasar Hukum Hibah 

Hibah merupakan suatu bentuk tolong menolong dalam rangka kebajikan antar sesama manusia yang sangat bernilai positif. Ulama fikih sepakat bahwa hukum hibah adalah sunah. Adapun dasar hukum hibah menurut Al-Quran termuat dalam QS. Al-baqarah: 177, yaitu:

QS. Al-baqarah: 177

Artinya: "... dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya".

Selain itu juga terdapat dalam QS. Ali-Imron: 92, yaitu:

QS. Ali-Imron: 92

Artinya: "Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha mengetahui".

Ketentuan hibah juga terdapat dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A, yaitu:

Ketentuan hibah

Artinya: Dari Abu Hurairah R.A menceritakan Nabi SAW Bersabda, "Hadiah menghadiahilah kamu, niscaya bertambah kasih sayang sesamamu".

Rukun Hibah 

Menurut Ali (2006), rukun hibah adalah sebagai berikut:

a. Pemberi hibah 

Pemberi hibah adalah pemilik sah barang yang akan dihibahkan dan pada waktu pemberian itu dilakukan berada dalam keadaan sehat, baik jasmani maupun rohaninya. Selain itu, pemberi hibah harus memenuhi syarat sebagai orang yang telah dewasa serta cakap melakukan tindakan hukum dan mempunyai harta atau barang yang akan dihibahkan.

b. Penerima hibah 

Penerima hibah adalah setiap orang, baik perorangan maupun badan hukum dan layak untuk memiliki barang yang dihibahkan kepadanya. Penerima hibah disyaratkan sebagai orang yang cakap melakukan tindakan hukum. Kalaupun ia masih di bawah umur, diwakili oleh walinya.

c. Harta atau barang yang dihibahkan 

Harta atau barang yang dihibahkan dapat berupa segala barang, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang penting bersifat permanen. Selain itu, harta atau barang yang akan dihibahkan mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu: 1) barang itu nilainya jelas, 2) barang itu ada sewaktu terjadi hibah. Contoh barang yang tidak sah untuk dihibahkan adalah buah-buahan yang akan dipetik tahun depan atau binatang yang akan lahir, 3) barang itu halal menurut agama Islam, karena bangkai, darah, babi, khamar tidak sah dihibahkan, 4) barang itu dapat diserahterimakan, 5) barang itu dimiliki oleh pemberi hibah

d. Ijab-Qabul 

Ijab-qabul (serah terima) di kalangan ulama Madzhab Syafi'i merupakan syarat sahnya suatu hibah. Selain itu, mereka menetapkan beberapa syarat yang berkaitan dengan ijab-qabul, yaitu: 1) sesuai antara qabul dengan ijabnya, 2) qabul mengikat ijab, 3) akad hibah tidak dikaitkan dengan sesuatu (akad tidak tergantung), misalnya perkataan: "aku hibahkan barang ini padamu, bila si anu datang dari makkah". Hibah pada dasarnya dapat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat. Namun, untuk kepastian hukum sebaiknya pelaksanaannya dilakukan secara tertulis.

Syarat Hibah 

Menurut Mardani (2014), syarat-syarat hibah antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Syarat orang yang menghibahkan 

  1. Orang yang cakap bertindak hukum, balig, berakal dan cerdas, oleh karena itu, anak kecil dan orang gila tidak sah hibahnya, karena mereka termasuk orang yang tidak cakap bertindak hukum. Menurut kompilasi hukum Islam, untuk kepastian hukum maka standar umur yang menghibahkan adalah telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, dan berakal sehat.
  2. Pemilik apa yang dihibahkan. 
  3. Bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan. 
  4. Tidak ada paksaan. 
  5. Dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan orang saksi untuk dimiliki.

b. Syarat harta yang dihibahkan 

  1. Benar-benar ada. 
  2. Harta yang bernilai.
  3. Dapat dimiliki zatnya, yakni apa yang biasanya dimiliki, diterima peredarannya dan kepemilikannya dapat berpindah tangan.
  4. Tidak berhubungan dengan tempat milik penghibah dan wajib dipisahkan dan diserahkan kepada yang diberi hibah sehingga menjadi milik baginya.
  5. Dikhususkan, yakni yang dihibahkan itu bukan untuk umum. Namun menurut Imam Malik, As-Syafi'I, Ahmad, Abu Tsaur tidak mensyaratkan demikian, dan menurutnya hibah untuk umum yang tidak dibagi-bagi tidak sah.

c. Syarat Lafaz Hibah (Ijab Qabul) 

Ijab qabul harus didasarkan pada kesepakatan bebas dari para pihak, tanpa adanya unsur paksaan, kekhilafan, atau penipuan. Pernyataan ijab qabul dapat dilaksanakan baik lisan maupun tertulis.

d. Syarat Penerima Hibah 

Orang yang bertindak sebagai penerima hibah harus benar-benar sudah ada. Sehingga bayi di dalam kandungan tidak diperkenankan menerima hibah. Sebagai penerima hibah ia tidak diprasyaratkan harus sudah dewasa atau berakal sehat.

Jenis-jenis Hibah 

Menurut Az-Zuhaili (2011), pengertian hibah menurut bahasa hampir sama dengan pengertian sedekah, hadiah, dan athiyah. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan berdasarkan niat atau tujuan pemberi hibah, yaitu: 

  1. Jika pemberian kepada orang lain dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan pengganti pemberian tersebut dinamakan sedekah. 
  2. Jika pemberian tersebut dimaksudkan untuk mengagungkan atau karena rasa cinta, dinamakan hadiah. 
  3. Jika diberikan tanpa maksud yang ada pada sedekah dan hadiah dinamakan hibah.
  4. Jika hibah tersebut diberikan seseorang kepada orang lain saat ia sakit menjelang kematiannya, dinamakan athiyah.

Penghapusan dan Pembatalan Hibah 

Meskipun suatu penghibahan sebagaimana halnya dengan suatu perjanjian pada umumnya, tidak dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa persetujuan pihak lawan, namun undang-undang memberikan kemungkinan bagi si pemberi hibah untuk dalam hal-hal tertentu menarik kembali atau menghapuskan hibah yang telah diberikan kepada seseorang.

Menurut Pasal 1688 KUH Perdata, hal-hal yang dapat menjadi alasan terjadinya penghapusan atau pembatalan hibah adalah: 

  1. Karena tidak dipenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan mana dilakukan; dengan syarat disini dimaksudkan beban. 
  2. Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si pemberi hibah, atau suatu kejahatan lain terhadap si pemberi hibah.
  3. Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si pemberi hibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.

Penghapusan penghibahan dilakukan dengan menyatakan kehendaknya kepada si penerima hibah disertai penuntutan kembali barang-barang yang telah dihibahkan dan apabila itu tidak dipenuhi secara sukarela, maka penuntutan kembali barang-barang itu diajukan kepada Pengadilan.

Kalau si pemberi hibah sudah menyerahkan barangnya, dan ia menuntut kembali barang tersebut, maka si penerima hibah diwajibkan mengembalikan barang yang dihibahkan tersebut dengan hasil-hasilnya terhitung mulai diajukannya gugatan, atau jika barang sudah dijualnya, mengembalikan harganya pada waktu dimasukkannya gugatan, pula disertai hasil-hasil sejak saat itu.

Hikmah dan Manfaat Hibah 

Menurut Ramulyo (2004), hibah merupakan perbuatan yang disyaratkan oleh Islam, selain bersifat sunah, hibah juga memiliki banyak manfaat, antara lain yaitu: 

  1. Menghidupkan semangat kebersamaan dan saling tolong-menolong dalam kebaikan. 
  2. Menumbuhkan sifat kedermawanan dan mengikis sifat bakhil. 
  3. Menimbulkan sifat-sifat terpuji seperti saling sayang-menyayangi antar sesama manusia, ketulusan berkorban untuk kepentingan orang lain, dan menghilangkan sifat-sifat tercela seperti rakus, masa bodoh, kebencian, dan lain-lain. 
  4. Pemerataan pendapatan menuju terciptanya stabilitas sosial yang mantap. 
  5. Mencapai keadilan dan kemakmuran yang merata. 

Selain itu menurut Mardani (2014), hikmah dan manfaat hibah adalah: 

  1. Memberi hibah dapat menghilangkan penyakit dengki, yakni penyakit yang terdapat dalam hati dan dapat merusak nilai-nilai keimanan. Hibah yang dilakukan sebagai penawar racun hati, yaitu dengki. 
  2. Hibah dapat mendatangkan rasa saling mengasihi dan menyayangi. Hibah atau hadiah dapat menghilangkan rasa dendam.

Daftar Pustaka

  • Karim, Helmi. 2015. Ketentuan Kompilasi Hukum Islam tentang Pembatasan dalam Pemberian Hibah, Jurnal Hukum Islam. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
  • Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2010. Fiqih Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqih Islam. Jakarta: AMZAH.
  • Ramulyo, Idris. 2004. Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
  • Sabiq, Sayyid. 1988. Fikih Sunah Jilid 14. Bandung: Al-Ma’arif.
  • Dahlan, Abdul Aziz. 2006. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
  • Tim Redaksi Fokus Media. 2007. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Fokus Media.
  • Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
  • Mardani. 2014. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Ramulyo, Idris. 2004. Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
  • Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Hibah - Pengertian, Dasar Hukum, Jenis, Rukun dan Syarat. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2021/11/hibah-pengertian-dasar-hukum-jenis-rukun-dan-syarat.html