Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah gangguan yang terjadi kepada seorang individu dimana mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain. Individu tersebut merasa ditolak, tidak diterima, tidak disukai oleh orang lain dan kehilangan hubungan akrab sehingga tidak mampu untuk berbagi rasa dan pikiran.
Isolasi sosial merupakan bentuk pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik diri secara fisik maupun psikis. Menarik diri (regresi) adalah mekanisme perilaku seseorang yang apabila menghadapi konflik frustrasi, ia menarik diri dari pergaulan dengan lingkungannya.
Isolasi sosial ditandai dengan individu yang mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman. Individu mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang tidak realistis.
Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan sementara identitas pribadi tetap dipertahankan. Individu juga harus membina hubungan saling tergantung, yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.
Pengertian Isolasi Sosial
Berikut definisi dan pengertian isolasi sosial dari beberapa sumber buku:
- Menurut Keliat, dkk (2011), isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
- Menurut Maramis (1990), isolasi sosial adalah rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai oleh orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih suka menyendiri.
- Menurut Rawlins dan Heacok (1993), isolasi sosial adalah usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berpikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
- Menurut Dermawan dan Rusdi (2013), isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan.
Rentang Respon Sosial
Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang adaptif sampai maladaptif. Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Sedangkan respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat.
Menurut Sundeen dan Stuart (2015), renstang respon sosial dapat digambarkan dan dijelaskan sebagai berikut:
- Menyendiri. Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana.
- Otonom. Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu mampu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.
- Bekerjasama (Mutualisme). Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan menerima dalam hubungan interpersonal.
- Saling Ketergantungan (Interdependen). Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
- Merasa Sendiri (Loneliness). Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan merasa asing dari lingkungannya.
- Menarik Diri. Merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya dan tidak mampu membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
- Ketergantungan (Dependen). Merupakan terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
- Manipulasi. Merupakan gangguan hubungan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
- Impulsif. Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan dan penilaian yang buruk.
- Narsisme. Merupakan individu memiliki harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, pecemburuan, mudah marah jika tidak mendapatkan pujian dari orang lain.
Perkembangan Hubungan Sosial
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut. Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan tergantung pada masa bayi dan berkembang pada masa dewasa dengan kemampuan saling tergantung (tergantung dan mandiri). Adapun tahapan perkembangan hubungan sosial individu adalah sebagai berikut:
a. Masa Bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologisnya. Bayi umumnya menggunakan yang sangat sederhana dalam menyampaikan akan kebutuhannya, misalnya menangis untuk semua kebutuhannya. Respon lingkungan (ibu atau pengasuh) terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar berkembang rasa percaya diri bayi akan respon atau perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap orang lain. Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri sendiri dan orang lain, serta menarik diri.
b. Masa Prasekolah
Anak prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya di luar lingkungan khususnya ibu atau pengasuh. Anak menggunakan kemampuan berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi yang berguna untuk mengembangkan kemampuan interdependen. Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan disertai respon keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol diri, tidak mandiri (tergantung), ragu, menarik diri dari lingkungan, kurang percaya diri, pesimis, takut perilakunya salah.
c. Masa Sekolah
Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan sekolah pada usia ini anak mulai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan dukungan yang tidak konsisten, teman dengan orang dewasa di luar keluarga (guru, orang tua, teman) merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak. Kegagalan dalam membaca hubungan dengan teman di sekolah, kurangnya dukungan guru dari pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua mengakibatkan anak frustrasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu dan menarik diri dari lingkungan.
d. Masa Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan sejenis dan umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan teman sangat tergantung, sedangkan hubungan dengan orang tua mulai independen. Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua, akan mengakibatkan keraguan akan identitas, ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri kurang.
e. Masa Dewasa Muda
Pada usia ini individu mempertahankan hubungan interdependen dengan orang tua dan teman sebaya, individu belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan saran dan pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan, memilih karir, melangsungkan perkawinan. Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan akan mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa akan karir.
f. Masa Dewasa Tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal dengan orang tua, khususnya individu yang telah menikah. Jika ia telah menikah maka peran menjadi orang tua dan mempunya hubungan antar orang dewasa merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan interdependen. Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan hubungan dan dukungan yang baru. Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membina hubungan yang baru, dan mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, produktivitas dan kreativitas berkurang, perhatian pada orang lain berkurang.
g. Masa Dewasa Lanjut
Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan baik itu kehilangan fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan pasangan),anggota keluarga (kematian orang tua). Individu tetap memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Individu yang mengalami perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam menghadapi kehilangannya. Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada kehidupan serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan mengakibatkan perilaku menarik diri.
Faktor-faktor Penyebab Isolasi Sosial
Terdapat beberapa faktor yang dianggap menjadi penyebab terjadinya isolasi sosial pada individu, antara lain yaitu sebagai berikut:
a. Faktor perkembangan
Tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dalam orang lain adalah keluarga. Kurangnya stimulasi maupun kasih sayang dari ibu atau pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak nyaman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan alam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Gangguan ini juga bisa disebabkan oleh adanya norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak produktif yang diasingkan dari lingkungan sosialnya. Selain itu, norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap oranng lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif.
d. Faktor biologis
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respons sosial mal-adaptif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia, misalnya ditemukan pada keluarga dengan riwayat anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Selain itu, kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunaan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
Pengobatan dan Terapi Isolasi Sosial
Pengobatan dan terapi yang diberikan kepada individu atau pasien yang mengalami penarikan diri atau isolasi sosial antara lain yaitu sebagai berikut:
a. Terapi Medis
Terapi medis adalah pemberian obat-obatan untuk meringankan gangguan yang dialami, antara lain yaitu:
- Clorpromazine (CPZ). Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi- fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
- Haloperidol (HLD). Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
- Trihexy phenidyl (THP). Segala jenis penyakit parkinson, termasuk paska ensepalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
b. Electro convulsif therapi
Electro convulsif therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Faktor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsif terhadap terapi farmakologi.
c. Therapy kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal. Terapi aktivitas kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan isolasi sosial adalah:
- Sesi 1: kemampuan memperkenalkan diri.
- Sesi 2: kemampuan berkenalan.
- Sesi 3: kemampuan bercakap-cakap.
- Sesi 4: kemampuan bercakap-cakap topik tertentu.
- Sesi 5: kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi.
- Sesi 6: kemampuan bekerjasama.
- Sesi 7: evaluasi kemampuan sosialisasi.
Daftar Pustaka
- Keliat, B.A., dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.
- Maramis. 1990. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: UNAIR.
- Dermawan, D., & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
- Sundeen & Stuart. 2015. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
- Rawlins, R.P., & Heacock, P.E. 1988. Clinical Manual of Psychiatric Nursing. Toronto: Mosby Company.