Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Perilaku Asertif (Pengertian, Aspek, Komponen dan Manfaat)

Asertif adalah bentuk perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang atau individu dalam mengemukakan pikiran, perasaan, kebutuhan atau keinginan secara langsung, terbuka, jujur, dan sesuai tanpa adanya kecemasan yang tidak beralasan, namun juga disertai dengan pertimbangan dan penghormatan terhadap orang lain, sehingga tanpa merugikan diri sendiri maupun orang lain. Adapun asertivitas adalah sebuah keadaan dimana seseorang dapat menikmati haknya, mengungkapkan perasaannya, meminta apa yang ia inginkan, menyatakan pandangan dengan integritas, kejujuran, keterusterangan dan menghormati orang lain.

Perilaku Asertif (Pengertian, Aspek, Komponen dan Manfaat)

Perilaku yang asertif menampilkan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri tanpa menyangka hak-hak orang lain. Seseorang yang memiliki sikap asertif ditunjukkan dengan ciri-ciri, antara lain yaitu; bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka, mampu memulai melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan baik, mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain, serta mampu menyatakan perasaan baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.

Perilaku asertif adalah perilaku antar perorangan (interpersonal) yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ditandai oleh kesesuaian sosial dan seorang yang berperilaku asertif mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain. Karakteristik tingkah laku asertif ditandai dengan seseorang yang dapat mengekspresikan ide-ide, kebutuhan dan perasaan, serta mempertahankan hak individu dengan cara yang tidak melanggar hak orang lain.

Asertivitas juga diartikan sebagai individu yang bisa melakukan sesuatu atas dasar keinginannya sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain, menegakkan hak-hak pribadinya tanpa mengesampingkan hak-hak orang lain, serta mampu untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya secara nyaman. Perilaku asertif pada dasarnya berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti jujur dan menghargai diri sendiri dan orang lain, dapat mengekspresikan diri sendiri dengan jelas, serta dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif.

Pengertian Asertif dan Asertivitas 

Berikut definisi dan pengertian asertif dan asertivitas dari beberapa sumber buku dan referensi:

a. Pengertian Asertif 

  • Menurut Hamzah dan Ismail (2008), asertif adalah satu bentuk tingkah laku interpersonal yang terdiri dari komunikasi secara langsung, terbuka dan jujur yang menunjukkan pertimbangan dan penghormatan terhadap individu lain.
  • Menurut Zulkaida (2005), asertif adalah usaha untuk mengemukakan pikiran, perasaan dan pendapat secara langsung, jujur dan dengan cara yang sesuai yaitu tidak menyakiti dan merugikan diri sendiri maupun orang lain. 
  • Menurut Cawood (1997), asertif adalah pengekspresian pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak yang dimiliki seseorang yang bersifat langsung, jujur, dan sesuai, tanpa adanya kecemasan yang tidak beralasan, namun juga disertai adanya kemampuan untuk dapat menerima perasaan atau pendapat orang lain dan dengan tidak mengingkari hak-hak mereka dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya. 
  • Menurut Alberti dan Emmons (2002), asertif adalah perilaku kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa menyangkali hak-hak orang lain.

b. Pengertian Asertivitas 

  • Menurut Alberti dan Emmons (2002), asertivitas adalah pernyataan diri yang positif, mengekspresikan perasaan dengan jujur, dan tetap menghargai orang lain, sehingga akan meningkatkan kepuasan kehidupan pribadi serta kualitas hubungan dengan orang lain.
  • Menurut Santosa (1999), asertivitas adalah kemampuan mengatakan tidak, kemampuan untuk meminta sesuatu, kemampuan mengekspresikan perasaan positif dan negatif, kemampuan untuk memulai, menyambung dan mengakhiri percakapan umum.

Aspek-aspek Asertivitas 

Menurut Alberti dan Emmons (2002), aspek-aspek asertivitas adalah sebagai berikut: 

  1. Bertindak sesuai dengan keinginan sendiri. Meliputi keinginan untuk membuat keputusan sendiri mengenai karier dan gaya hidup, mengambil inisiatif dalam memulai percakapan, percaya pada kemampuan diri sendiri, dapat menentukan suatu tujuan dan berusaha mencapainya dan mampu berpartisipasi dalam pergaulan masyarakat.
  2. Mampu mengekspresikan perasaan jujur dan nyaman. Meliputi kemampuan untuk menyatakan rasa tidak setuju, rasa marah, menunjukkan afeksi dan persahabatan terhadap orang lain serta mengakui perasaan takut atau cemas, mengekspresikan persetujuan, menunjukkan dukungan dan bersikap spontan. 
  3. Mampu mempertahankan diri. Meliputi kemampuan untuk berkata "tidak" apabila diperlukan, mampu menanggapi kritik, celaan, dan kemarahan dari orang lain, secara terbuka serta mampu mengekspresikan dan mempertahankan pendapat. 
  4. Mampu menyatakan pendapat. Meliputi kemampuan menyatakan pendapat atau gagasan dalam acara publik, mengadakan suatu perubahan dan menanggapi pelanggaran terhadap dirinya dan orang lain. 
  5. Tidak mengabaikan hak-hak orang lain. Meliputi kemampuan untuk menyatakan kritik secara adil tanpa mengancam, memanipulasi, mengintimidasi, mengendalikan dan melukai orang lain.

Adapun menurut Galassi (1977), terdapat tiga aspek utama yang ditunjukkan dalam perilaku asertif, yaitu; pengungkapan perasaan-perasaan positif, afirmasi diri dan pengungkapan perasaan-perasaan negatif. Adapun penjelasan dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengungkapkan Perasaan Positif 

Beberapa bentuk pengungkapan perasaan positif adalah: 

  1. Memberi dan menerima pujian. Pujian adalah penilaian subjektif dari seseorang. Banyak sekali alasan mengapa penting sekali memberi pujian kepada orang lain, di antaranya: orang lain menikmati atau mendengar dengan sungguh-sungguh, ungkapan positif tentang perasaan mereka, memberikan pujian berakibat mendalam dan kuat terhadap hubungan antara dua orang, ketika seseorang dipuji, kecil kemungkinan mereka merasa tidak dihargai. 
  2. Meminta bantuan atau pertolongan. Termasuk di dalam meminta bantuan atau pertolongan adalah menanyakan atau meminta kebaikan hati dan meminta seseorang untuk mengubah perilakunya. Manusia tidak bisa hidup sendiri, mereka selalu membutuhkan bantuan atau pertolongan orang lain dalam kehidupannya. 
  3. Mengungkapkan perasaan suka, cinta, dan sayang. Sebagian besar orang mendengar atau mendapatkan ungkapan tulus merupakan hal yang menyenangkan dan hubungan yang penuh arti serta akan selalu memperkuat dan memperdalam hubungan antar manusia. 
  4. Memulai dan terlibat dalam perbincangan. Kebanyakan orang senang bertemu dengan orang lain dan biasanya merespon dengan baik kepada orang yang mencoba berinteraksi. Keinginan untuk berinteraksi dalam hubungan sosial diindikasi oleh frekuensi senyuman, dan gerakan tubuh yang mengindikasikan reaksi perilaku, respon kata-kata yang menginformasikan tentang diri atau bertanya langsung.

b. Afirmasi Diri 

Afirmasi diri ditunjukkan dengan beberapa tindakan, yaitu: 

  1. Mempertahankan hak. Mempertahankan hak adalah relevan pada macam-macam situasi dimana hak pribadi diabaikan atau dilanggar. Misalnya, situasi orang tua dan keluarga, seperti anak tidak diizinkan menjalani kehidupan sendiri, tidak mempunyai hak pribadi sendiri, dan situasi hubungan teman dimana hakmu dalam membuat keputusan tidak dihormati. 
  2. Menolak permintaan. Individu berhak menolak permintaan yang tidak rasional dan untuk permintaan rasional tapi tidak begitu diperhatikan. Dengan berkata "tidak" dapat membantu kita untuk menghindari keterlibatan pada situasi yang akan membuat penyesalan karena terlibat, mencegah perkembangan dari keadaan individu yang merasa seolah-olah telah mendapatkan keuntungan dari penyalahgunaan atau manipulasi ke dalam sesuatu yang diperhatikan untuk dilakukan. 
  3. Mengungkapkan pendapat. Setiap individu mempunyai hak untuk mengungkapkan pendapat secara asertif. Mengungkapkan pendapat pribadi termasuk di dalamnya, dapat mengungkapkan pendapat yang bertentangan dengan pendapat orang lain. Beberapa contoh situasi yang membuat individu mengungkapkan pendapatnya termasuk teman, seperti: mendiskusikan isu-isu politik dan mengungkapkan ketidaksepahaman pandangan dengan orang lain.

c. Mengungkapkan Perasaan Negatif 

Beberapa bentuk perilaku dalam mengungkapkan perasaan negatif di antaranya adalah:

  1. Mengungkapkan ketidaksenangan atau kekecewaan. Ada banyak situasi di mana individu berhak jengkel atau tidak menyukai dari perilaku orang lain; mengungkapkan ketidaksenangan pada orang yang bertindak seenaknya, mengungkapkan ketidaksenangan ketika merasa tersinggung. Pada situasi-situasi tersebut individu pasti merasakan jengkel dan jika benar, maka individu berhak mengungkapkan perasaannya dengan cara asertif. Individu juga mempunyai tanggung jawab untuk tidak memperlakukan atau merendahkan orang lain pada proses ini. 
  2. Mengekspresikan kemarahan. Individu mempunyai tanggung jawab untuk tidak mempermalukan dengan kejam orang lain pada proses ini. Banyak orang telah mengetahui bahwa mereka seharusnya tidak mengekspresikan kemarahannya. Yang tidak kalah penting adalah bagaimana mengatakannya. Tetapi kebanyakan orang menggunakan bahasa tubuh untuk mengacu pada semua aspek komunikasi antara pribadi di luar pilihan kata yang asertif.

Komponen-komponen Asertif 

Menurut Marini dan Andriani (2005), perilaku asertif terdiri dari beberapa komponen, yaitu: 

  1. Compliance. Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang lain. Yang perlu ditekankan di sini adalah keberanian seseorang untuk mengatakan "tidak" pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan keinginannya. 
  2. Duration of Reply. Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya, dengan menerangkannya pada orang lain. Seseorang yang tingkat asertifnya tinggi memberikan respons yang lebih lama (dalam arti lamanya waktu yang digunakan untuk berbicara) daripada orang yang tingkat asertifnya rendah. 
  3. Loudness. Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. 
  4. Request for New Behavior. Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang kita inginkan. 
  5. Affect. Afek berarti emosi; ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respons yang monoton ataupun respons yang emosional. 
  6. Latency of Response. Latency of response adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk mulai berbicara. Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda.

Adapun menurut Alberti dan Emmons (2002), terdapat beberapa komponen dalam asertivitas, yaitu sebagai berikut:

  1. Kontak mata (eye contact). Saat berbicara individu yang asertif menunjukkan kontak mata dengan menatap langsung lawan bicaranya, sehingga akan membantu dalam mengkomunikasikan ketulusan, menunjukkan perhatian dan penghormatan kepada orang lain serta meningkatkan kelangsungan pesan yang disampaikan. 
  2. Sikap tubuh (body posture). Sikap tubuh yang ditunjukkan oleh individu yang asertif adalah sikap tubuh yang aktif dan tegak. Sikap berdiri yang membungkuk dan pasif menandakan kurangnya keasertifan seseorang. 
  3. Jarak atau kontak fisik (distance atau physical contact). Individu yang asertif mempunyai kemampuan dalam menjaga jarak ketika berinteraksi dengan orang lain. Kedekatan di antara orang-orang yang terlibat pembicaraan akan memiliki dampak yang cukup besar dalam komunikasi. Akan tetapi jika terlalu dekat mungkin dapat menyinggung perasaan orang lain. 
  4. Isyarat (gesture). Isyarat yang ditunjukkan oleh individu yang asertif dapat menambah ketegasan, keterbukaan, kehangatan, rasa percaya diri dan spontanitas dalam berkomunikasi dengan orang lain.
  5. Ekspresi wajah (facial expression). Dalam berbicara dengan orang lain, individu yang asertif mampu mengekspresikan wajah sesuai dengan pesan atau hal apa yang akan disampaikan. 
  6. Nada, modulasi, volume suara. Saat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara verbal, individu yang asertif menggunakan intonasi yang tepat. 
  7. Penetapan waktu (timing). Individu yang asertif mampu menyatakan sesuatu kepada orang lain dengan tepat sesuai waktu dan tempat. 
  8. Mendengarkan (listening). Individu yang asertif mempunyai kemampuan untuk mendengarkan dengan saksama ketika lawan bicaranya sedang berbicara, sehingga mampu menahan diri untuk tidak mengekspresikan diri sesaat. 
  9. Isi (content). Individu yang asertif mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan memilih kalimat yang tepat dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Manfaat Perilaku Asertif 

Menurut Cawood (1997), perilaku asertif dapat membantu individu untuk memperoleh tujuan utama dan memecahkan masalah secara nyata. Kemampuan ini juga akan meminimalkan sikap defensif dan reaksi agresif yang akan menghambat komunikasi dengan orang lain. Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dari perilaku asertif adalah sebagai berikut:

a. Dampak yang nyata (real impact) 

Individu benar-benar merasakan menghadapi berbagai kebutuhan dan perlu untuk mengatasi atau memecahkan masalah secara nyata. Individu menjadi fokus terhadap persoalan dan proses yang ada saat itu, tidak dihambat oleh ketakutan-ketakutan akan masa lalu atau yang akan datang.

b. Meningkatkan kepercayaan diri 

Dalam kehidupan, orang sering kali dinilai dari tingkah lakunya. Pilihan individu untuk asertif akan meningkatkan harga diri dan tingkat kepercayaan dirinya. Individu menjadi tidak terlalu dipengaruhi oleh persetujuan orang, dan juga mengurangi rasa tidak aman (insecure). Selain itu, individu akan menjadi lebih kreatif dan berani untuk mengambil risiko.

c. Memperkaya hubungan (enriched relationship) 

Individu membangun dasar adanya kepercayaan dan saling menghargai dengan siapa dia berhubungan. Kepercayaan adalah bagian yang mendasar pada individu dalam bekerja sama dengan orang lain dan dalam kemampuan mengelola konflik. Individu jadi memiliki keberanian dan kompetensi untuk memulai berbagai aktivitas dan mengatasi kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

Cara Meningkatkan Asertivitas 

Berdasarkan hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa cara dan metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan asertivitas, antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Graphotherapy 

Graphotherapy merupakan terapi yang didasari grafologi, yaitu suatu ilmu untuk mengetahui kepribadian mengenai tulisan tangan. Saat individu menulis ada pesan pikiran yang dikirim melalui saraf, otot dan jari-jemari. Sistem saraf bekerja sebagai jembatan penghubung antara otak dan tangan. Secara teknik dapat dikatakan otak memerintahkan tangan untuk menulis, sehingga dapat dikatakan tulisan tangan menjadi cerminan kepribadian seseorang. Jika seseorang mengubah tulisan tangannya maka proses yang terjadi adalah pemrograman ulang komputer mental orang tersebut yang akan diikuti perubahan perilaku.

b. Pelatihan Asertivitas 

pelatihan asertivitas termasuk dalam pendekatan behavioral yang bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal, dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Pelatihan ini akan membantu orang-orang yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, memiliki kesulitan menyatakan "tidak", merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri. Pelatihan asertivitas dapat meningkatkan asertivitas dalam segala situasi yang memungkinkan untuk berperilaku asertif dan menurunkan perilaku permusuhan yang meledak-ledak atau mengurangi perilaku pasif.

c. Terapi Kognitif Perilakuan 

Kemampuan bersikap asertif erat hubungannya dengan kondisi pola pikir seseorang dan pola pikir merupakan proses sentral untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa di luar (eksternal) dan di dalam (internal) melalui persepsi diri individu. Melalui berpikir, remaja dapat memutuskan tindakannya, karena berpikir merupakan fungsi kognitif seseorang sangat berpengaruh terhadap perilaku yang ditampakkan individu. Terapi kognitif perilakuan dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengubah distorsi atau cara berpikir unrealistic dan pada akhirnya akan mempengaruhi emosi dan tingkah laku seseorang agar dapat berperilaku asertif.

d. Social Skills Training 

Social skills training merupakan keterampilan sosial yang diperoleh melalui pembelajaran yang didesain untuk membantu individu secara sistematis mengembangkan keterampilan berinteraksi dengan orang lain. Dalam social skills training, individu dilatih untuk mengkomunikasikan perasaan dan keinginannya agar lebih mampu mencapai tujuan dan keinginannya dalam hubungan dan peranan yang dibutuhkan untuk hidup mandiri menggunakan prinsip dan teknik behavioral. Dengan demikian, social skills training diharapkan dapat meningkatkan asertivitas pada seorang individu.

Daftar Pustaka

  • Hamzah, R., dan Ismail, F. 2008. Asertif Program Mengajar. Malaysia: UTM Press.
  • Zulkaida, A. 2005. Tingkah Laku Asertif, Seminar Nasional PESAT. Depok: Universitas Gunadarma.
  • Cawood, D. 1997. Manajer yang Asertif: Terampil Mengelola Karyawan dan Efektif dalam Komunikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
  • Alberti, R.E, & Emmons, M.L. 2002. Your Perfect Right: Panduan Praktis Hidup Lebih Ekspresif dan Jujur pada Diri Sendiri. Jakarta: Elex Media Komputindo.
  • Santosa, Slamet. 1999. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Galassi, M.D., & Galassi, J.P. 1977. Assess Yourself: How to be Your Own Person. New York: Human Sciences Press.
  • Marini, L., dan Andriani, E. 2005. Perbedaan Assertivitas Remaja Ditinjau Dari Pola Asuh Orang Tua. Jurnal Psikologia, Vol.2.

PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Perilaku Asertif (Pengertian, Aspek, Komponen dan Manfaat) . Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2022/05/perilaku-asertif.html