Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Spiritual Leadership (Pengertian, Aspek, Tugas dan Indikator)

Spiritual leadership adalah karakter seorang pemimpin yang membawa dimensi keduniawian kepada dimensi spiritual, seperti kemampuan untuk mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi, dan menggerakkan melalui keteladanan, pelayanan, kasih sayang, dan implementasi nilai dan sifat-sifat ketuhanan lainya sehingga memunculkan sikap seperti saling menghargai, saling menghormati, kejujuran, serta sikap saling membantu satu sama lain.

Spiritual Leadership (Pengertian, Aspek, Tugas dan Indikator)

Spiritual Leadership merupakan sosok seorang pemimpin yang dapat menerapkan nilai-nilai spiritual ke dalam praktik kepemimpinan sehari-hari. Tujuan dari spiritual leadership adalah membentuk values, attitude, dan behavior yang dibutuhkan untuk memotivasi diri sendiri dan orang lain sehingga menggapai rasa spiritual survival. Gagasan, energi, nilai, visi, dorongan dan panggilan hidup akan muncul dalam diri ketika spiritualitas tumbuh dan berkembang.

Kepemimpinan spiritual meliputi tugas menciptakan suatu visi dimana anggota-anggota organisasi mengalami perasaan terpanggil dalam hidupnya, menemukan makna dan membuat sesuatu yang berbeda, membangun suatu budaya sosial/organisasi berdasarkan cinta altruistik dimana pemimpin dan pengikut sungguh-sungguh saling perhatian, peduli dan menghargai satu sama lain sehingga menghasilkan keanggotaan, merasa dipahami dan dihargai.

Pengertian Spiritual Leadership 

Berikut definisi dan pengertian spiritual leadership atau kepemimpinan spiritual dari beberapa buku dan referensi: 

  • Menurut Pujiastutik (2014), spiritual leadership adalah pelaku yang jujur, mengemban misi sosial dan menjunjung keadilan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Memiliki amal saleh dan membenci formalitas, seorang pribadi yang sedikit bicara banyak kerja, mampu membangkitkan kebaikan di lingkungan dan mencintai perubahan menuju yang lebih baik. 
  • Menurut Tobroni (2005), spiritual leadership adalah kepemimpinan yang membawa dimensi keduniawian kepada dimensi spiritual (keilahian). Seorang pemimpin selain harus kompeten, juga harus memiliki sifat-sifat terpuji, seperti jujur, disiplin, amanah, bijaksana, aspiratif dan utamanya mampu memberikan teladan kepada setiap anak buahnya. Dengan demikian, di samping dia akan menjadi sosok pemimpin yang kredibel, dihormati dan berwibawa. 
  • Menurut Ludeman dan Hendricks (2003), spiritual leadership adalah kepemimpinan yang mampu mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi, dan menggerakkan melalui keteladanan, pelayanan, kasih sayang, dan implementasi nilai dan sifat-sifat ketuhanan lainya dalam tujuan, proses, budaya, dan perilaku kepemimpinan. 
  • Menurut Fry (2003), spiritual leadership adalah kumpulan sebuah nilai-nilai sikap, dan juga perilaku seseorang yang diperlukan serta digunakan untuk memotivasi atau mempengaruhi diri sendiri dan orang lain dalam mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan, dalam kepemimpinan spiritual akan memunculkan sikap seperti saling menghargai, saling menghormati, kejujuran, serta sikap saling membantu satu sama lain. 
  • Menurut Nawawi (2003), spiritual leadership adalah seseorang yang dalam hal ini adalah pemimpin yang mengarahkan bawahannya atau karyawannya dengan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama yang dipercayai sebagai pedoman kepemimpinannya.

Aspek-aspek Spiritual Leadership 

Menurut Wirawan (2010), kepemimpinan spiritual atau spiritual leadership memiliki beberapa aspek atau dimensi, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Visi (vission) 

Visi adalah segalanya bagi seorang pemimpin, karena visilah yang memimpin para pemimpin, melukiskan sasaran, memicu serta membakar semangat, dan mendorong untuk maju. Seorang pemimpin yang tidak memiliki visi tak akan kemana-mana, hanya akan berlari di tempat. Visi membuat orang lain mengikuti sang pemimpin. Visi dimulai dari dalam diri seorang pemimpin. Visi timbul dari pengalaman masa lalu seorang pemimpin atau sejarah orang-orang di sekelilingnya. Visi merupakan impian yang ingin diraih oleh setiap organisasi atau pemimpin. Visi yang diciptakan harus secara jelas menggambarkan suatu perjalanan yang bila dilaksanakan dapat memberikan rasa terpanggil dalam pekerjaan, individu menemukan makna hidup, dan membuat sesuatu yang berbeda.

b. Cinta altruistik (altruistic love) 

Cinta altruistik di dalam spiritual leadership didefinisikan sebagai suatu rasa keseluruhan harmoni dan kesejahteraan yang diproduksi melalui kepedulian, perhatian dan apresiasi untuk diri sendiri dan orang lain. Cinta altruistik dan nilai-nilai mengenai hal tersebut dimanifestasikan melalui kepedulian tanpa kondisi, tak mementingkan diri sendiri, loyal dan baik hati, memperhatikan dan apresiasi untuk diri sendiri dan orang lain. Sebagai pemimpin, kepentingan orang lain menjadi prioritas pertama dan utama. Pemimpin adalah pelayan bagi anggotanya, wajib memberikan pelayanan yang terbaik. Pelayanan yang diberikan akan menunjukkan kecintaan pemimpin terhadap anggota-anggotanya, menjadikan anggota merasa nyaman bekerja sama dalam organisasi.

c. Hope/Faith (harapan dan Keyakinan) 

Harapan (hope) merupakan suatu hasrat dengan keinginan pemenuhan. Keyakinan (faith) menambah kemungkinan untuk mengharapkan dan merupakan suatu kepercayaan mengenai sesuatu dimana tak ada bukti. Kepercayaan berdasarkan nilai-nilai, sikap dan perilaku yang menunjukkan kepastian absolut dan kepercayaan apa yang diinginkan dan diharapkan akan datang. Hope merupakan keinginan atas sebuah pengharapan yang dipenuhi. Orang yang memiliki kepercayaan atau harapan memiliki tujuan kemana mereka akan pergi, dan bagaimana cara mencapainya. Mereka dapat menghadapi perlawanan, pertahanan dan penderitaan dalam mencapai tujuan. Hope/Faith merupakan dasar dari pendirian visi dan misi organisasi yang akan dipenuhi.

Indikator Spiritual Leadership 

Menurut Tobroni (2015), seseorang yang memiliki kemampuan spiritual leadership memiliki beberapa ciri atau indikator, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Kejujuran sejati. Rahasia sukses para pemimpin yang besar dalam mengemban misinya adalah memegang teguh kejujuran. Bahkan dalam berperangpun kejujuran tetap ditegakkan walaupun harus dilakukan secara taktis-diplomatis. 
  2. Membenci formalitas. Bagi seorang spiritualitas, formalitas tanpa isi bagaikan pepesan kosong. Tindakan formalitas perlu dilakukan untuk memperkokoh makna dari substansi tindakan itu sendiri dan dalam rangka merayakan sebuah kesuksesan, kemenangan.
  3. Membangkitkan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain. Sebagaimana dikemukakan di atas, pemimpin spiritual berupaya mengenali jati dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenali jati dirinya ia dapat membangkitkan segala potensinya dan dapat bersikap secara arif dan bijaksana dalam berbagai situasi. 
  4. Pemimpin yang dicintai. Pemimpin pada umumnya sering tidak peduli apakah mereka dicintai para karyawan atau tidak. Bahkan sebagian di antara mereka merasa tidak perlu dicintai karena hal itu akan menghalangi dalam mengambil keputusan yang sulit yang menyangkut persoalan karyawan. Akan tetapi bagi pemimpin spiritual, kasih sayang sesama justru merupakan cara di sebuah organisasi. 
  5. Keterbukaan menerima perubahan. Pemimpin spiritual berbeda dengan pemimpin pada umumnya. Ia tidak alergi dengan perubahan dan juga bahkan penikmat kemapanan. Pemimpin spiritual memiliki rasa hormat bahkan rasa senang dengan perubahan yang menyentuh diri mereka yang paling dalam sekalipun.

Tugas Spiritual Leadership 

Tujuan utama spiritual leadership adalah untuk mengembangkan budaya yang mendukung kemajuan terus-menerus, dan perbaikan dalam pelayanan pelanggan, melalui pemenuhan pergeseran budaya. Pemimpin berusaha membebaskan yang terbaik pada orang, dan hubungan yang terbaik untuk diri orang yang lebih tinggi serta mencari kedamaian batin bagi diri dan orang lain. Menurut Fairholm (1996), tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang spiritual leadership dalam sebuah perusahaan atau organisasi adalah sebagai berikut: 

  1. Penetapan visi. Merupakan bentuk rasa dan membuat janji. Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin, adalah menciptakan makna dan tujuan. Pekerja merasa terhubung dengan misi organisasi melalui perasaan terhubung pada pribadi, dengan tingkatan yang mendalam.
  2. Pelayanan (kepemimpinan melayani). Pemimpin memimpin, karena mereka memilih untuk melayani yang lain. Seorang pemimpin tidak dapat mengerjakan seluruh pekerjaan dalam organisasi. Karena itu mereka harus mendelegasikan pekerjaan kepada orang lain. Pemimpin menjadi pelayan bagi pengikutnya, menyediakan informasi, waktu, perhatian, materi, dan sumber daya yang lain yang dibutuhkan untuk kesuksesan, serta pemanfaatan yang lebih tinggi dalam perusahaan, yang memberikan makna dalam bekerja. 
  3. Kompetensi tugas. Kompetensi dalam empat macam tugas yaitu; mengajar (teaching), kepercayaan (trusting), menginspirasi (inspiring) dan menguasai ilmu pengetahuan (acquiring knowledge) tentang pekerjaan yang aktual. Tugas tim atau kelompok adalah vital dalam kepemimpinan. Pemimpin adalah seorang guru dengan keyakinan dan kepercayaan.
  4. Membangun komunitas. Kepemimpinan berbasiskan spiritualitas menciptakan keharmonisan dari sebuah keberagaman, kadang-kadang beroposisi/bertentangan, sistem, organisasi, dan faksi-faksi manusia. Manusia mengupayakan kebebasan yang dimiliki untuk komunitas. Spiritual leadership mengakui kebutuhan yang simultan, bebas bertindak dan menjadi bagian sebuah kelompok.
  5. Keutuhan. Pemimpin spiritual meniktiberatkan pada orang secara utuh. Orang datang ke tempat kerja secara utuh dalam pikirannya, emosinya, mental, fisik, dan dimensi spiritualitas, tidak hanya keterampilan khusus yang dibutuhkan untuk pekerjaan mereka. 
  6. Menetapkan standar moral yang lebih tinggi. Spiritual leadership bergerak naik pada tingkat hubungan anggota dan menetapkan standar tinggi untuk keunggulan kelompok. Seorang pemimpin adalah sebuah model kekuatan moral dari pengikut, serta merupakan karakter dari perusahaan. Mereka mempertimbangkan konsekuensi alami dan logis dari keputusan mereka, dan tindakan didasarkan pada kehidupan dan karier serta keuntungan, dan secara alami, dunia akan terang yang merupakan dampak keputusan jangka panjang mereka, daripada melihat situasi langsung yang berfokus pada keuntungan jangka pendek.

Dampak dan Manfaat Spiritual Leadership 

Menurut Krishnakumar dan Neck (2002), pelaksanaan kepemimpinan spiritual dalam sebuah organisasi atau perusahaan memiliki beberapa dampak atau manfaat, yaitu sebagai berikut: 

  1. Intuisi dan kreativitas. Kepemimpinan spiritualitas dapat membantu individu untuk memperluas batas kesadarannya melalui batas normal, yang menyebabkan meningkatnya intuisi dan kreativitas bisa menjadi alat yang ampuh dalam pemecahan masalah. 
  2. Kejujuran dan kepercayaan. Kepercayaan dan kejujuran dua hal yang memiliki peran penting dalam komitmen organisasi untuk ke depannya. Banyak organisasi berbasis spiritual menjadikan kejujuran sebagai fokus utama mereka. 
  3. Pemenuhan pribadi. Membina spiritualitas akan menyebabkan karyawan merasa puas atas terpenuhi saat mereka mulai bekerja. Hal tersebut akan menghasilkan tingkat pemenuhan pribadi dan semangat kerja yang tinggi. 
  4. Kinerja organisasi. Organisasi yang menolong spiritualitas dapat mengelami peningkatan kinerja karyawan. Spiritualitas diakui salah satu dimensi penting kepribadian manusia.

Daftar Pustaka

  • Pujiastutik, Ratna. 2014. Karakteristik Spiritual Leadership Perangkat Desa di Kabupaten Banyumas Berdasar Teori Spiritual Leadrership Fry. Jurnal Seminar Nasional dan Call Paper.
  • Tobroni. 2005. The Spiritual Leadership. Malang: UMM Press.
  • Ludeman, Kate dan Hendricks, Gay. 2003. The Corporate Mystic: Sukses Berbisnis dengan Hati. Bandung: Mizan Pustaka.
  • Fry, L.W. 2003. Toward a Theory of Spiritual Leadership. The Leadership Quartely Journal, Vol.64, No.6.
  • Nawawi, Hadari. 2003. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Raja Grafindo Persada. 
  • Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika.
  • Krishnakumar, S., & Neck, C.P. 2002. The What Why and How of Spirituality in the Workplace. Journal of Managerial Psychology, Vol.17, No.3.
  • Fairholm, Gilbert W. 1996. Spiritual Leadership: Fulfilling Whole Self Need at Work. Leaders Organizational Development Journal.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Spiritual Leadership (Pengertian, Aspek, Tugas dan Indikator) . Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2022/05/spiritual-leadership.html