Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Tanaman Porang (Morfologi, Syarat Tumbuh dan Budidaya)

Porang (Amorphophallus Muelleri) adalah tanaman umbi-umbian yang masuk ke kelompok famili Araceae (talas-talasan) serta masih satu famili dengan suweg, walur, dan iles-iles. Tanaman porang banyak tumbuh di daerah tropis dari Afrika sampai ke pulau-pulau Pasifik, kemudian menyebar ke daerah beriklim sedang seperti Cina dan Jepang. Porang di Indonesia berasal dari Kepulauan Andaman India, menyebar ke arah timur melalui Myanmar masuk ke Thailand dan ke Indonesia.

Tanaman porang merupakan jenis tanaman umbi-umbian yang banyak tumbuh di dalam hutan. Porang dapat tumbuh di bawah naungan, sehingga cocok dikembangkan sebagai tanaman sela di antara jenis tanaman kayu atau pepohonan. Porang mempunyai sifat khusus yaitu toleran yang sangat tinggi terhadap naungan atau tempat teduh, karena tanaman ini hanya membutuhkan cahaya 50-60%. Sinar matahari yang berlebihan dan dapat menyebabkan daun menjadi layu dan tanaman tidak tumbuh optimal bahkan mati. Sedangkan cahaya matahari yang kurang dari 40% menyebabkan porang mengalami dorman (tidak berkembang). Tanaman ini tumbuh dari dataran rendah sampai 1.000 m di atas permukaan laut, dengan suhu antara 25-35° C. Adapun curah hujan yang diperlukan antara 300 sd 500 mm per bulan selama periode pertumbuhan.

Tanaman porang memiliki dua siklus hidup dan bisa mengalami masa dorman. Dua siklus hidup tanaman porang yaitu siklus vegetatif dan siklus generatif. Siklus vegetatif dimulai pada musim penghujan yang diawali pertumbuhan tunas, akar, diikuti batang semu dan daun. Tanaman porang bisa mengalami masa dorman (istirahat) yang disebabkan oleh kemarau atau cahayanya matahari kurang dari 40%. Pada saat itu, batang semu dan daun tanaman porang mengering. Dorman bisa terjadi selama 5 sampai 6 bulan, tergantung kondisi curah hujan.

Bagian tanaman porang yang banyak diambil manfaatnya adalah bagian umbinya. Umbi porang mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin dan serat pangan. Karbohidrat merupakan komponen penting pada umbi porang yang terdiri atas pati, glukomanan, serat kasar dan gula reduksi. Tanaman porang saat ini banyak dikembangkan oleh petani karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Dalam 1 ha luas tanaman porang, bisa ditanam sebanyak 6.000 batang yang menghasilkan 24 ton umbi porang. Apabila setiap umbi dijual dengan harga Rp 2.500, maka dapat diperkirakan pendapatan petani bisa mencapai Rp 60 juta/ha per tahun (Yasin, 2001).

Klasifikasi Porang 

Tumbuhan porang termasuk ke dalam familia Araceae (talas-talasan) dan tergolong genus Amorphophallus. Di Indonesia, ditemukan beberapa spesies porang, yaitu; A. Campanulatus, A. oncophyllus, A. variabilis, A. spectabilis, A. decussilvae, A. muelleri dan beberapa jenis lainnya. Menurut Dawam (2010), klasifikasi tanaman porang adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Genus : Amorphophallus
Species : Amorphophallus Muelleri

Morfologi Porang 

Menurut Saleh, dkk (2015), morfologi tanaman porang adalah sebagai berikut:

Morfologi Tanaman Porang

a. Batang 

Batang tumbuh tegak, lunak, halus berwarna hijau atau hitam dengan belang-belang putih tumbuh di atas umbi yang berada di dalam tanah. Batang tersebut sebetulnya merupakan batang tunggal dan semu, berdiameter 5 sampai 50 mm tergantung umur/periode tumbuh tanaman, memecah menjadi tiga batang sekunder dan selanjutnya akan memecah lagi menjadi tangkai daun. Tangkai berukuran 40 sampai 180 cm x 1 sampai 5 cm, halus, berwarna hijau hingga hijau kecokelatan dengan sejumlah belang putih kehijauan (hijau pucat). Pada saat memasuki musim kemarau, batang porang mulai layu dan rebah ke tanah sebagai gejala awal dormansi, kemudian pada saat musim hujan akan tumbuh kembali. Tergantung tingkat kesuburan lahan dan iklimnya, tinggi tanaman porang dapat mencapai 1,5 m.

b. Akar 

Tanaman porang hanya mempunyai akar primer yang tumbuh dari bagian pangkal batang dan sebagian tumbuh menyelimuti umbi. Pada umumnya sebelum bibit tumbuh daun, didahului dengan pertumbuhan akar yang cepat dalam waktu 7 sampai 14 hari kemudian tumbuh tunas baru. Jadi tanaman porang tidak mempunyai akar tunggang.

c. Daun 

Daun porang termasuk daun majemuk dan terbagi menjadi beberapa helaian daun (menjari), berwarna hijau muda sampai hijau tua. Anak helaian daun berbentuk elips dengan ujung daun runcing, permukaan daun halus bergelombang. Warna tepi daun bervariasi mulai ungu muda (pada daun muda), hijau (pada daun umur sedang), dan kuning (pada daun tua). Pada pertumbuhan yang normal, setiap batang tanaman terdapat 4 daun majemuk dan setiap daun majemuk terdapat sekitar 10 helai daun. Lebar kanopi daun dapat mencapai 25 sampai 150 cm, tergantung umur tanaman.

d. Bulbil/katak 

Pada setiap pertemuan batang sekunder dan ketiak daun akan tumbuh bintil berbentuk bulat simetris, berdiameter 10 sampai 45 mm yang disebut bulbil atau katak yaitu umbi generatif yang dapat digunakan sebagai bibit. Besar kecilnya bulbil tergantung umur tanaman. Bagian luar bulbil berwarna kuning kecokelatan sedangkan bagian dalamnya berwarna kuning hingga kuning kecokelatan. Adanya bulbil atau katak tersebut membedakan tanaman porang dengan jenis Amorphophallus lainnya. Jumlah bulbil tergantung ruas percabangan daun, biasanya berkisar antara 4 sampai 15 bulbil per pohon.

e. Umbi 

Umbi porang merupakan umbi tunggal karena setiap satu pohon porang hanya menghasilkan satu umbi. Diameter umbi porang bisa mencapai 28 cm dengan berat 3 kg, permukaan luar umbi berwarna coklat tua dan bagian dalam berwarna kuning-kuning kecoklatan. Bentuk bulat agak lonjong, serabut akar. Bobot umbi beragam antara 50 sampai 200 g pada satu periode tumbuh, 250 sampai 1.350 g pada dua periode tumbuh, dan 450 sampai 3.350 g pada tiga periode tumbuh.

f. Bunga 

Bunga tanaman porang akan tumbuh pada saat musim hujan dari umbi yang tidak mengalami tumbuh daun (flush). Bunga tersusun atas seludang bunga, putik, dan benang sari. Seludang bunga berbentuk agak bulat, agak tegak, tinggi 20 sampai 28 cm, bagian bawah berwarna hijau keunguan dengan bercak putih, bagian atas berwarna jingga berbercak putih. Putik berwarna merah hati. Benang sari terletak di atas putik, terdiri atas benang sari fertil (di bawah) dan benang sari steril (di atas). Tangkai bunga panjangnya 25 sampai 45 cm, garis tengah 16 sampai 28 mm, berwarna hijau muda sampai hijau tua dengan bercak putih kehijauan, dan permukaan yang halus dan licin. Bentuk bunga seperti ujung tombak tumpul, dengan garis tengah 4 sampai 7 cm, tinggi 10 sampai 20 cm.

g. Buah dan Biji 

Termasuk buah berdaging dan majemuk, berwarna hijau muda pada waktu muda, berubah menjadi kuning kehijauan pada waktu mulai tua dan oranye sampai merah pada saat tua (masak). Bentuk tandan buah lonjong meruncing ke pangkal, tinggi 10 sampai 22 cm. Setiap tandan mempunyai buah 100 sampai 450 biji (rata-rata 300 biji), bentuk oval. Setiap buahnya mengandung 2 biji. Umur mulai pembungaan (saat keluar bunga) sampai biji masak mencapai 8 sampai 9 bulan. Biji mengalami dormansi selama 1 sampai 2 bulan.

Syarat Tumbuh Tanaman Porang 

Menurut Saleh, dkk (2015), syarat tumbuh tanaman porang adalah sebagai berikut:

a. Ketinggian 

Porang umumnya terdapat di lahan kering pada ketinggian hingga 800 mdpl, namun yang baik adalah daerah dengan tinggi 100 sampai 600 mdpl. Pertumbuhan tanaman porang memerlukan suhu 25 sampai 35°C, dan curah hujan 1.000 sampai 1.500 mm/tahun yang tersebar rata sepanjang tahun. Pada suhu di atas 35°C, daun tanaman akan terbakar, sedangkan pada suhu rendah menyebabkan tanaman dorman. Kondisi hangat dan lembab diperlukan untuk pertumbuhan daun, sementara kondisi kering diperlukan untuk perkembangan umbi.

b. Tekstur Tanah 

Tanaman porang akan tumbuh dan menghasilkan umbi yang baik pada tanah bertekstur ringan hingga sedang, gembur, subur, dan kandungan bahan organiknya cukup tinggi karena tanaman porang menghendaki tanah dengan aerasi udara yang baik. Pada budidaya porang diperlukan sistem drainase yang baik sehingga air tidak menggenang. Tanaman porang tumbuh baik pada tanah dengan pH netral yaitu antara 6 sampai 7.

c. Naungan 

Tanaman porang mempunyai sifat khusus yaitu toleran terhadap naungan antara 40 persen sampai 60 persen, oleh karena itu dapat ditumpang-sarikan dengan tanaman keras (pepohonan). Di Indonesia, porang banyak tumbuh liar di pekarangan atau di pinggiran hutan, di bawah naungan pepohonan lain seperti pada tegakan pohon jati, sonokeling, atau mahoni. Pada kondisi tumpang sari tersebut jarak tanam yang dianjurkan adalah 90 cm x 90 cm, sehingga populasinya sekitar 5.000 sampai 9.000 tanaman/ha, tergantung jarak tanam tanaman pokok dan tingkat penutupan kanopi tanaman.

d. Kelembaban Tanah dan Curah Hujan 

Kelembaban tanah tidak berpengaruh terhadap perkecambahan (sprouting) umbi, namun berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tunas. Apabila kelembaban tanah sepanjang periode pertumbuhan tercukupi, tanaman porang akan menghasilkan umbi yang besar. Curah hujan antara 1.000 sampai 1.500 mm/tahun adalah optimal untuk pertumbuhan tanaman porang. Pada daerah dengan musim hujan kurang dari empat bulan, untuk menghasilkan umbi secara optimum diperlukan penambahan air irigasi. Pengairan secara sering dan teratur akan menghasilkan daun yang besar dan masa hidup yang lebih panjang dibanding pada kondisi pengairan yang terbatas.

Budidaya Tanaman Porang 

Menurut Dika (2014), tahapan budidaya tanaman porang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pembersihan lahan 

Tahapan pertama di dalam budidaya tanaman porang secara intensif yaitu kegiatan pembersihan lahan dari rumput-rumput yang tumbuh pada lahan. Tujuan dari kegiatan pembersihan adalah lahan menjadi bersih dari rumput-rumput yang tumbuh di lahan sehingga lahannya dapat ditanami bahan tanaman porang. Pembersihan lahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara manual dan dengan bahan kimia. Proses pembersihan rumput harus dilakukan sampai akar-akar rumput mati. Setelah itu, rumput dikumpulkan menjadi satu dan dikubur di dalam tanah agar rumput membusuk dan menjadi pupuk untuk tanaman porang yang akan ditanam di lahan.

b. Penanaman 

Tahap kedua adalah kegiatan penanaman bahan tanaman porang. Dalam kegiatan penanaman, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 

  1. Waktu penanaman. Bahan tanaman mempunyai waktu tanam berbeda antara satu dengan yang lain. Bahan tanaman dari umbi dan bulbil yang berukuran diameter 2,5cm sebaiknya langsung ditanam pada musim kemarau dan tidak perlu dipersemaikan terlebih dahulu. Sedangkan biji, cabutan, bulbil berukuran kecil, stek daun dan stek umbi tidak dapat ditanam langsung ke lahan dan memerlukan proses persemaian serta menunggu waktu yang sesuai untuk menanam bahan tanaman tersebut ke lahan. Waktu musim penghujan adalah waktu yang sesuai untuk menanam cabutan, biji, stek daun dan stek umbi setelah dilakukan persemaian. 
  2. Cara penanaman. Cara penanaman dapat dilakukan dengan berbeda-beda cara pada setiap bahan tanaman yang digunakan. Cara penanaman umbi dilakukan dengan cara tunas pada umbi dibalik maupun tidak dibalik dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan bulbil dilakukan penanaman di lahan dengan cara mata-mata bulbil tidak dibalik agar tanaman porang dapat tumbuh. Adapun cara penanaman biji, stek daun dan stek umbi, harus disemaikan terlebih dahulu agar terbentuk tanaman porang yang siap dipindahkan ke lahan. Penanaman dilakukan dengan memasukkan akarnya secara utuh ke dalam lubang tanam, kemudian menutup lubang tersebut dengan tanah. Saat pemindahan harus memperhatikan keutuhan akar agar tanaman tidak mati. 
  3. Lubang kedalaman tanam. Setelah kita mengetahui waktu penanaman dan cara penanaman yang sesuai dengan bahan tanaman, kita membuat lubang atau kedalaman tanah untuk bahan tanaman ditanam. Untuk mendapatkan lubang atau kedalaman tanah yang baik adalah sesuai dengan ukuran bulbil dan umbi yang digunakan untuk tanaman porang. Selain itu, cabutan tanaman porang yang berasal dari biji, stek daun dan stek umbi ditanam pada lahan dengan kedalaman tanah menutupi akarnya. 
  4. Jarak tanam. Jarak tanam tanaman porang tergantung bahan tanaman. Untuk bulbil atau katak menggunakan jarak tanam optimum 35 sd 70 cm dan umbi menggunakan jarak tanam optimum 35 sd 90 cm. 

c. Penyiangan 

Kegiatan penyiangan dilakukan setelah tanaman porang hidup di lahan sampai tanaman porang siap panen. rumput dapat mengganggu pertumbuhan tanaman porang sehingga umbi yang dihasilkan akan berkurang atau tidak akan menghasilkan umbi. Selain itu, rumput-rumput selalu dapat tumbuh lagi setelah dilakukan penyiangan serta rumput tumbuh pada dua masa siklus hidup dan masa dorman. Oleh karena itu, kegiatan penyiangan selalu dilakukan secara rutin apabila rumput dapat tumbuh di sekitar tanaman porang.

d. Pemupukan 

Kegiatan pemupukan dilakukan pada saat tanaman porang mengalami siklus vegetatif saja. Tanaman porang yang siap dipanen harus mengalami tiga siklus vegetatif. Oleh karena itu, Budidaya tanaman porang secara intensif menggunakan kegiatan pemupukan sebanyak tiga kali pada saat tanaman porang mengalami siklus vegetatif. Kegiatan pemupukan harus dilakukan setelah kegiatan penyiangan agar pupuk dapat digunakan oleh tanaman porang secara keseluruhan dan tidak bersaing dengan rumput. Jenis-jenis pupuk yang digunakan adalah sebagai berikut: 

  1. Pupuk organik. Pupuk dengan dosis 200 gram per satuan luas 0,001 ha merupakan dosis yang efektif dan terbaik untuk meningkatkan bobot umbi tanaman porang. Apabila kita menggunakan pupuk kandang harus memakai dosis 200 gram atau dengan kata lain 2 ton per 1 ha. 
  2. Pupuk anorganik. Untuk menghasilkan tanaman porang dengan hasil umbi terbaik maka dosis pupuk anorganik yang digunakan meliputi pupuk Urea dengan dosis 300 kg dicampur pupuk Ponska dengan dosis 300 kg per satuan luas 1 ha. 
  3. Campuran pupuk organik dan anorganik. Campuran pupuk organik dan anorganik dapat menghasilkan umbi terbaik dari tanaman porang, maka campuran pupuk yang digunakan per hektar meliputi pupuk dengan unsur N dengan dosis 40 kg N, pupuk dengan unsur P2O5 dengan dosis 40 kg dan pupuk dengan unsur K2O dengan dosis 80 kg. Serta ditambah pupuk kandang dengan dosis 5 ton.

e. Pendangiran 

Kegiatan pendangiran dengan cara membalikkan dan menumpukkan tanah pada sekitar tanaman porang. Tujuan kegiatan pendangiran yaitu menggemburkan tanah di sekitar tanaman dalam upaya memperbaiki sifat fisik tanah (aerase tanah) dan memacu pertumbuhan tanaman porang. Apabila pertumbuhan tanaman porang terpacu maka umbi yang dihasilkan akan lebih berat. Kegiatan pendangiran dilakukan setelah kegiatan pemupukan dilakukan pada tanaman porang. Proses kegiatan pendangiran yang dilakukan setelah kegiatan pemupukan bertujuan pupuk yang di sekitar tanaman porang dapat tertutup dengan tanah dari kegiatan pendangiran. Pupuk yang tertutup dengan tanah mengakibatkan pupuk dapat terserap oleh tanaman porang dan pupuk tidak tergerus hilang oleh angin atau gangguan yang lain. Kegiatan pendangiran di dalam tanaman porang harus dilakukan dengan hati-hati agar akar-akar tanaman porang tidak terganggu dan mati.

f. Pemanenan 

Kegiatan pemanenan dengan cara mengambil umbi yang dihasilkan tanaman porang pada musim kemarau. Waktu panen yang tepat ialah setelah tanaman mengalami masa pertumbuhan vegetatif minimal tiga kali dan masa istirahat (dorman) dua kali (24 bulan). Selanjutnya masa vegetatif tanaman porang yang siap panen ditandai dengan batang semu atau tangkai daun tanaman terkulai disertai helaian daun berwarna kuning. Umbi yang dihasilkan lebih baik dan optimal setelah tanaman porang berumur 3 tahun. Oleh karena itu, kegiatan pemanenan di dalam budidaya tanaman porang secara intensif dilakukan setelah berumur 3 tahun dari penanaman tanaman porang.

Daftar Pustaka

  • Dewanto, J., dan Purnomo, B.H. 2009. Pembuatan Konyaku dari Umbi Iles-iles(Amorphophallus oncophyllus). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
  • Yasin, I. 2021. Sosialisasi Budidaya Tanaman Porang Di Lahan Kosong Pada Masyarakat Dan Petani Di Kecamatan Praya Barat Lombok Tengah. Jurnal Siar Ilmuwan Tani.
  • Dawam. 2010. Kandungan Pati Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus) pada Berbagai Kondisi Tanah di Daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
  • Saleh, N., dkk. 2015. Tanaman Porang: Pengenalan, Budidaya, dan Pemanfaatannya. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
  • Dika, M.A. 2014. Modul Petani Porang Pemula, Sekolah Porang Online Untuk Petani Pemula. Madiun: Desa Sumberbendo Kec. Saradan.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Tanaman Porang (Morfologi, Syarat Tumbuh dan Budidaya). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2022/05/tanaman-porang.html