Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Workplace Spirituality (Pengertian, Dimensi, Indikator dan Manfaat)

Workplace spirituality atau spiritualitas di lingkungan atau tempat kerja adalah bentuk kesadaran dan pemahaman individu sebagai makhluk spiritual dalam membangun kerangka kerja dari nilai-nilai budaya organisasi seperti jujur, disiplin, ikhlas, bertanggung jawab, semangat dan peduli. Organisasi yang mendukung kultur spiritual mengakui bahwa manusia memiliki pikiran dan jiwa untuk mencari makna dalam pekerjaan mereka, hasrat untuk berhubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari sebuah komunitas.

Workplace Spirituality (Pengertian, Dimensi, Indikator dan Manfaat)

Workplace spirituality bukan merupakan suatu pelaksanaan keagamaan tertentu, atau tentang membawa agama ke dalam ranah pekerjaan, melainkan kemampuan karyawan sebagai makhluk spiritual untuk menghadirkan keseluruhan dirinya untuk bekerja. Spiritualitas di tempat kerja adalah tentang mengekspresikan keinginan diri untuk mencari makna dan tujuan dalam hidup dan juga merupakan sebuah proses menghidupkan nilai-nilai pribadi yang sangat dipegang oleh seseorang.

Spiritualitas di tempat kerja terfokus pada toleransi, kesabaran, tujuan dan pemikiran terkait norma-norma organisasi untuk membentuk nilai-nilai pribadi. Spiritualitas di tempat kerja, sama sekali tidak terkait dengan praktik-praktik religius yang terorganisasi, bukan tentang Tuhan ataupun teologi. Spiritualitas di tempat kerja menyadari bahwa manusia memiliki kehidupan batin yang tumbuh dan ditumbuhkan oleh pekerjaan yang bermakna yang berlangsung dalam konteks komunitas.

Workplace spirituality atau spiritualitas tempat kerja merupakan implimentasi atas nilai-nilai agama yang mana membawa dampak positif di tempat kerja. Spiritualitas yang muncul di tempat kerja bersumber dari dalam dan berasal dari nilai dan keyakinan yang dimiliki individu. Spiritualitas di tempat kerja harus diawali dengan pengakuan bahwa setiap orang memiliki suatu kehidupan pribadi (inner) dan kehidupan luaran (outer) dan bahwa pengembangan kehidupan pribadi dapat mengakibatkan kehidupan luar yang lebih bermakna dan lebih produktif.

Pengertian Workplace Spirituality 

Berikut definisi dan pengertian workplace spirituality atau spiritualitas di tempat kerja dari beberapa sumber buku dan referensi:

  • Menurut Robbins (2008), workplace spirituality adalah bentuk kesadaran manusia memiliki kehidupan batin yang tumbuh dan ditumbuhkan oleh pekerjaan yang bermakna yang berlangsung dalam konteks komunitas. Organisasi yang mendukung kultur spiritual mengakui bahwa manusia memiliki pikiran dan jiwa, berusaha mencari makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka, hasrat untuk berhubungan dengan orang lain, serta menjadi bagian dari sebuah komunitas.
  • Menurut Ashmos dan Duchon (2000), workplace spirituality adalah pemahaman diri individu sebagai sebagai makhluk spiritual yang jiwanya membutuhkan pemeliharaan di tempat kerja dengan segala nilai yang ada di dalam dirinya, mengalami pengalaman akan rasa bertujuan dan bermakna dalam pekerjaannya, serta juga mengalami perasaan saling terhubung dengan orang lain dan komunitas di tempat kerja. 
  • Menurut Rachman, dkk (2014), workplace spirituality adalah wujud dari disiplin kerja, ikhlas dalam bekerja, bekerja mengikuti aturan dan bertanggung jawab, tidak mengedepankan kepentingan pribadi, kreatif dan semangat dalam bekerja, jujur, dan peduli dengan rekan kerja. Selain itu, terdapat tiga aspek yang mempengaruhi, yaitu; imbalan (materi dan non mater), budaya organisasi (interaksi antar anggota organisasi, kebiasaan), dan fasilitas ibadah. 
  • Menurut Nurtjahjanti (2010), workplace spirituality adalah kerangka kerja dari nilai-nilai budaya organisasi yang mendorong pengalaman transenden para karyawan melalui proses bekerja, memfasilitasi perasaan terhubung mereka dengan orang lain sekaligus memberikan mereka perasaan lengkap dan bahagia. 
  • Menurut Ivancevich, dkk (2010), workplace spirituality adalah karyawan memiliki kehidupan personal yang berkembang dan dikembangkan dengan melakukan pekerjaan yang relevan, berarti dan menantang.

Dimensi Workplace Spirituality 

Menurut Milliman, Czaplewski, dan Ferguson dalam Prakoso, dkk (2018), menyebutkan bahwa workplace spirituality terdiri dari tiga aspek atau dimensi, dimana setiap dimensi beroperasi pada level individu, level komunitas, dan level organisasi. Adapun penjelasan dari masing-masing dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Meaningful Work 

Meaningful work beroperasi pada level individu, dimensi ini merupakan aspek fundamental dari workplace spirituality yang mana terdiri dari kemampuan untuk merasakan makna terdalam serta tujuan dari suatu pekerjaan. Dimensi ini merepresentasikan bagaimana pekerja berinteraksi dengan pekerjaan mereka dari hari ke hari pada tingkatan individu. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia memiliki motivasi terdalamnya sendiri, kebenaran, dan hasrat untuk melakukan aktivitas yang mendatangkan makna bagi kehidupannya dan juga kehidupan orang lain. Spiritualitas melihat pekerjaan tidak hanya sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menantang, tetapi juga tentang hal-hal seperti mencari makna dan tujuan terdalam, menghidupkan mimpi seseorang, memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup seseorang dengan mencari pekerjaan yang bermakna, dan memberikan kontribusi bagi orang lain.

b. Sense of Community 

Sense of community mewakili level kelompok. Dimensi ini merujuk pada tingkat kelompok dari perilaku manusia dan fokus pada interaksi antara pekerja dan rekan kerja mereka. Pada level ini spiritualitas terdiri dari hubungan mental, emosional, dan spiritual pekerja dalam sebuah tim atau kelompok di dalam organisasi. Inti dari komunitas ini adalah adanya hubungan yang dalam antar manusia, termasuk dukungan, kebebasan untuk berekspresi dan pengayoman.

c. Alignment with Organizational Values 

Alignment with organizational values beroperasi pada level organisasi. Alignment with organizational values merupakan penyelarasan antara nilai-nilai pribadi karyawan dengan misi dan tujuan dari perusahaan. Hal ini berhubungan dengan premis bahwa tujuan organisasi itu lebih besar dari pada tujuan pribadi dan seseorang harus memberikan kontribusi terbaiknya untuk organisasi. Keselarasan juga berarti bahwa individu percaya bahwa manajer dan karyawan dalam organisasi mereka memiliki nilai-nilai yang sesuai, memiliki hati nurani yang kuat, dan konsisten tentang kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.

Adapun menurut Ashmos dan Duchon (2000), terdapat tiga dimensi di dalam spiritualitas di tempat kerja atau workplace spirituality, yaitu sebagai berikut:

a. Inner life 

Kehidupan batin (inner life) merupakan spiritualitas yang dapat memberikan ekspresi terhadap sesuatu yang ada dalam diri kita, yang dilakukan dengan perasaan, dengan kekuatan yang datang dari dalam, dengan mengetahui kedalaman diri kita dan apa yang suci menurut kita.

b. Meaningful work 

Meaningful work atau pekerjaan yang bermakna berkaitan dengan sejauh mana seorang individu dalam pekerjaannya berusaha mencari sesuatu yang lebih penting dalam rangka mencari makna atau tujuan hidupnya, menjalani impiannya, mengekspresikan kebutuhan hidup yang mendalam melalui pencarian arti penting sebuah pekerjaan, dan dalam rangka memberikan kontribusi dan manfaat bagi orang lain.

c. Belonging to the community 

Belonging to the community berkaitan dengan bagaimana seorang pekerja memiliki hubungan dengan rekan kerjanya. Meliputi hubungan yang mendalam dengan orang lain. Tempat kerja diakui memiliki suatu jenis komunitas sendiri. Perasaan menjadi bagian dari komunitas merupakan suatu elemen esensial bagi perkembangan spiritualitas. Banyak tradisi keagamaan yang menekankan aspek persahabatan dari perkembangan spiritual.

Indikator Workplace Spirituality 

Menurut Milliman, Czaplewski, dan Ferguson (2003), berdasarkan aspek-aspek dan dimensi workplace spirituality yang sudah dijelaskan sebelumnya, ciri-ciri atau indikator dari spiritualitas tempat kerja atau workplace spirituality adalah sebagai berikut: 

a. Meaningful Work (pekerjaan yang bermakna) 

  1. Merasa nyaman sehingga dapat menggunakan bakat dan talenta pribadi. 
  2. Merasakan spirit yang dibangkitkan oleh pekerjaan.
  3. Merasa bahwa pekerjaan berhubungan dengan hal yang penting dalam hidup. 
  4. Melihat hubungan antara pekerjaan dengan hal-hal yang baik secara sosial. 
  5. Memahami makna pribadi (belajar dan berkembang) yang diberikan oleh pekerjaan. 
  6. Iklim membuat individu menyukai pekerjaan.

b. Sense of Community (perasaan terhubung dengan komunitas) 

  1. Merasakan adanya masa depan yang lebih baik bersama dengan rekan kerja. 
  2. Merasa sebagai bagian dari komunitas. 
  3. Percaya bahwa rekan kerja saling mendukung. 
  4. Merasa bebas mengekspresikan pendapat. 
  5. Merasa bahwa karyawan terhubung dengan tujuan bersama dalam pekerjaan.
  6. Percaya bahwa karyawan saling peduli. 
  7. Merasa sebagai satu keluarga.

c. Alignment with Organizational Values (penyelarasan dengan nilai-nilai organisasi) 

  1. Merasa sejalan dengan nilai-nilai organisasi. 
  2. Merasakan bahwa organisasinya peduli pada kaum yang kesusahan atau tertindas. 
  3. Merasakan bahwa organisasinya memberi perhatian pada semua karyawan. 
  4. Merasakan bahwa organisasinya memiliki consciente/hati nurani yang tertuang dalam tujuan dan pengelolaan organisasi. 
  5. Merasa tergerak dengan tujuan-tujuan organisasi. 
  6. Merasa bahwa organisasi peduli terhadap kesehatan karyawan.
  7. Merasa terhubung dengan misi organisasi.
  8. Merasa bahwa organisasi peduli pada kehidupan spiritual karyawan.

Nilai-nilai Workplace Spirituality 

Menurut Jurkiewicz dan Giacalone (2004), terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam spiritualitas di tempat kerja atau workplace spirituality, yaitu sebagai berikut: 

  1. Benevolence. Organisasi adalah arena emosional yang harus dipahami sebagai suatu fenomena di dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas kebaikan di dalamnya akan menimbulkan emosi positif pada perilaku karyawan yang berdampak pada peningkatan kinerja karyawan.
  2. Generativity. Karyawan yang generativity-nya tinggi senang memberikan atau menurunkan sesuatu pada orang atau pihak yang mengikutinya. Salah satu bentuk perilaku dari generativity adalah mentoring atau pendampingan yang mana secara positif berhubungan dengan peningkatan kepuasan kerja. 
  3. Humanism. Humanism memiliki arti dalam perspektif duniawi bahwa memperkuat kemampuan dan tanggung jawab tiap individu untuk hidup adalah dengan cara membawa kebaikan kemanusiaan yang lebih besar. 
  4. Integrity. Bermacam-macam nilai maupun etika sering menimbulkan gesekan antar kehidupan personal di dalam organisasi. Penyatuan nilai-nilai di dalam organisasi akan membawa kebaikan pada kehidupan organisasi. 
  5. Justice. Prinsip atau nilai ini adalah tentang bagaimana karyawan memandang adil tidaknya perlakuan yang diterimanya dari organisasi. 
  6. Mutuality. Karyawan yang saling terhubung dan saling tergantung seperti yang dialami melalui rasa kemasyarakatan dan kerja yang bermakna akan meningkatkan komitmen organisasi dan self-esteem. Prinsip ini menekankan pada hubungan yang terjadi antar karyawan. 
  7. Receptivity. Prinsip ini terlihat melalui pandangan karyawan terhadap bagaimana peran dewan jabatan, peran atasan, maupun peran manajer dalam menghadapi situasi dan kondisi dalam lingkungan kerjanya. 
  8. Respect. Nilai workplace spirituality ini menekankan pada penghormatan yang diberikan oleh organisasi kepada karyawannya. 
  9. Responsibility. Ketika karyawan diizinkan untuk segera mandiri dalam pencapaian tujuan, ditunjukkan dengan adanya peningkatan dalam produktivitas kerja dan komitmen organisasi. 
  10. Trust. Organisasi dengan tingkat trust yang tinggi menunjukkan berkurangnya perilaku politis dan interaksi kelompok yang kooperatif dan suportif serta komitmen karyawan yang lebih besar. Nilai trust tampak pada tidak adanya rasa curiga pada diri karyawan terhadap elemen-elemen yang ada di dalam perusahaan.

Karakteristik Workplace Spirituality 

Menurut Robbins (2008), perusahaan atau organisasi yang mendukung spiritual di tempat kerja atau workplace spirituality, memiliki beberapa karakteristik, antara lain yaitu sebagai berikut:

  1. Kesadaran akan tujuan yang kuat. Organisasi spiritual mendasarkan kultur mereka pada suatu tujuan yang bermakna. Meskipun penting, laba bukanlah nilai utama organisasi. Orang dapat terilhami oleh tujuan yang mereka yakini penting dan bermakna.
  2. Fokus terhadap pengembangan individual. Organisasi spiritual menyadari makna dan nilai setiap manusia. Mereka tidak hanya menyediakan pekerjaan. Mereka mencoba menciptakan kultur dimana karyawan dapat terus belajar dan tumbuh. 
  3. Kepercayaan dan respek. Organisasi spiritual dicirikan oleh tumbuhnya sikap saling percaya, jujur, dan terbuka. Para manajer tidak takut mengakui kesalahan.
  4. Praktik kerja yang manusiawi. Praktik-praktik yang dianut oleh organisasi spiritual ini meliputi jadwal kerja yang fleksibel, imbalan berbasis kelompok dan organisasi, penyempitan kesenjangan gaji dan status, jaminan hak-hak pekerja, pemberdayaan karyawan, dan keamanan kerja. 
  5. Toleransi dan ekspresi karyawan. Karakteristik terakhir yang membedakan organisasi berbasis spiritual adalah bahwa mereka tidak menekan sisi emosional karyawan. Perusahaan memberi ruang bagi karyawan untuk menjadi diri mereka sendiri untuk mengutarakan suasana hati dan perasaan mereka.

Dampak dan Manfaat Workplace Spirituality 

Menurut Krishnakumar dan Neck (2002), penerapan spiritualitas tempat kerja memberi dampak positif dan meningkatkan performa organisasi atau perusahaan yang menjalankannya, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Kreativitas. Spiritualitas dapat menimbulkan kesadaran, kesadaran menimbulkan intuisi, dan intuisi menimbulkan kreativitas. Spiritualitas menimbulkan kegembiraan dan kepuasaan sehingga karyawan dapat lebih kreatif. Lebih lanjut, hal ini dapat meningkatkan performansi organisasi dan kesuksesan finansial.
  2. Kejujuran dan kepercayaan. Kejujuran dan kepercayaan tidak dapat diragukan ada di seluruh transaksi bisnis. Kepercayaan antara organisasi dan karyawan memegang peran vital dalam performansi perusahaan. Kepercayaan dapat menimbulkan performansi organisasi yang lebih baik, memperlancar pengambilan keputusan, komunikasi yang lebih baik, fokus pada pelanggan dan inovasi yang lebih baik. 
  3. Pemenuhan personal. Penerapan spiritualitas akan menuntun karyawan merasa lengkap saat mereka datang ke tempat kerja. Hal ini akan menghasilkan derajat pemenuhan personal yang tinggi dan meningkatkan moral. Lebih lanjut, hal ini dapat meningkatkan performansi organisasi dan kesuksesan finansial. 
  4. Komitmen. Spiritualitas meningkatkan komitmen dengan menciptakan iklim penuh kepercayaan di tempat kerja. Komitmen tampak dalam bentuk komitmen afektif, yaitu karyawan mampu mengidentifikasi diri dengan tujuan organisasi dan karyawan mahu membantu organisasi mencapai tujuan tersebut.
  5. Performansi organisasi. Performansi organisasi dan kesuksesan finansial dapat meningkat seiring penerapan spiritualitas di tempat kerja. Hal ini disebabkan organisasi yang menerapkan spiritualitas secara nyata mendorong karyawan untuk membawa diri secara keseluruhan ke pekerjaan.

Daftar Pustaka

  • Robbins, S. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenhallindo. 
  • Ashmos, D.P., dan Duchon, D. 2000. Spirituality at Work: A Conceptualization & Measure. Journal of Management Inquiry.
  • Rachman, S., Zauhar, S., & Saleh, C. 2014. Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (Studi Pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik). Jurnal Sosial dan Humaniora.
  • Nurtjahjanti, Harlina. 2010. Spiritualitas Kerja Sebagai Ekspresi Keinginan Diri Karyawan Untuk Mencari Makna dan Tujuan Hidup Dalam Organisasi. Jurnal Psikologi UNDIP.
  • Ivancevich, J.M., Konopaske, R., dan Matteson, M.T. 2006. Perilaku Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Erlangga.
  • Prakoso, A.R., dkk. 2018. Pengaruh Spiritualitas di Tempat Kerja (Workplace Spirituality) terhadap Komitmen Organisasional (Studi pada Karyawan PT. Bank BRI Syariah Kantor Cabang Malang Soekarno Hatta). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol.65, No.1.
  • Milliman, J., Czaplewski, A.J., & Ferguson, J. 2003. Workplace Spirituality and Smployee Work Attitudes: An Exploratory Empirical Assessment. Journal of Organizational Change Management.
  • Jurkiewicz, C.L., & Giacalone, R.A. 2004. A Values Framework for Measuring the Impact of Workplace Spirituality on Organizational Performance. Journal of Business Ethics.
  • Krishnakumar, S., & Neck, C.P. 2002. The What Why and How of Spirituality in the Workplace. Journal of Managerial Psychology, Vol.17, No.3.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Workplace Spirituality (Pengertian, Dimensi, Indikator dan Manfaat). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2022/05/workplace-spirituality.html