Konformitas (Ciri, Aspek, Jenis dan Faktor yang Mempengaruhi)

Daftar Isi

Konformitas adalah perubahan sikap, perilaku atau kepercayaan seseorang disebabkan oleh tekanan kelompok atau pengaruh sosial yang didorong oleh keinginan sendiri karena setiap orang lain menampilkan perilaku tersebut agar dapat tetap dapat bersosialisasi sesuai dengan norma sosial yang ada.

Konformitas (Ciri, Aspek, Jenis dan Faktor yang Mempengaruhi)

Konformitas merupakan perubahan sikap dan perilaku individu sebagai akibat dari adanya tekanan yang dibentuk oleh suatu kelompok, dimana individu berusaha agar sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam kelompok tersebut. Konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain.

Konformitas juga dapat diartikan sebagai pengaruh sosial dalam bentuk penyamaan pendapat atau pola tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang mempengaruhinya. Konformitas merupakan bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok. Tekanan untuk melakukan konformitas berakar dari kenyataan bahwa di berbagai konteks ada aturan-aturan eksplisit ataupun tak terucap yang mengindikasikan bagaimana kita seharusnya atau sebaiknya bertingkah laku.

Konformitas pada norma kelompok terjadi bila norma tersebut jelas dinyatakan, individu berada di bawah pengawasan kelompok, kelompok memiliki sanksi yang kuat, kelompok memiliki sifat kohesif yang tinggi, dan kecilnya dukungan terhadap penyimpangan dari norma. Konformitas dapat berjalan apabila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama.

Pengertian Konformitas 

Berikut definisi dan pengertian konformitas dari beberapa sumber buku: 

  • Menurut Sarwono (2005), konfomitas adalah perilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh keinginan sendiri. 2. Menurut Baron (2005), konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. 
  • Menurut Rakhmat (1996), konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju norma kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang real atau yang dibayangkan. 
  • Menurut O’Sears (1985), konformitas adalah bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena setiap orang lain menampilkan perilaku tersebut. 
  • Menurut Myers (2012), konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan seseorang sebagai akibat dari tekanan kelompok. 
  • Menurut Kulsum dan Jauhar (2014), konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada dan yang berlaku dalam sebuah komunitas tempat individu hidup bersosialisasi.

Ciri-ciri Konformitas 

Menurut Sarwono (2005), konformitas yang terjadi pada kelompok memiliki beberapa ciri-ciri, antara lain yaitu sebagai berikut:

  • Besarnya kelompok, kelompok yang kecil lebih memunginkan melakukan konformitas daripada kelompok yang besar. 
  • Suara bulat, lebih mudah mempertahankan pendapat jika banyak kawannya 3. Keterpaduan, semakin besar keterpaduan maka akan tinggi keinginan individu untuk melakukan konformitas terhadap kelompok.
  • Tanggapan umum perilaku yang terbuka sangat dapat di dengar atau dilihat secara umum lebih mendorong konformitas dari pada perilaku yang dapat didengar atau dilihat oleh orang-orang tertentu. 
  • Komitmen umum, konformitas akan lebih mudah terjadi pada orang yang tidak mempunyai komitmen apa-apa.
  • Status. Bila status individu dalam kelompok tidak ada maka individu akan melakukan konformitas agar dirinya dapat memperoleh status sesuai harapannya.

Aspek–aspek Konformitas 

Menurut O’Sears, dkk (1985), konformitas yang ada dalam kelompok terdiri dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut: 

a. Kekompakan Kelompok

Kekompakan kelompok adalah jumlah total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila seseorang merasa dekat dengan anggota kelompok lain akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui kita, dan semakin menyakitkan bila mereka mencela kita. Kekompakan dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: 

  1. Penyesuaian diri. Kekompakan yang tinggi dapat menimbulkan tingkat konformitas yang tinggi. Alasannya adalah apabila individu merasa dekat dengan anggota kelompok lain, akan menyenangkan bagi individu tersebut untuk mengakuinya, dan semakin menyakitkan apabila anggota kelompok mencelanya. Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar, apabila individu mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok tertentu.
  2. Perhatian terhadap kelompok. Peningkatan konformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai orang yang menyimpang, dan penyimpangan disebut sebagai orang yang menyimpang, dan penyimpangan menimbulkan risiko ditolak. Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok, semakin tinggi tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompok.

b. Kesepakatan Kelompok 

Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapatkan tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun bila kelompok tidak bersatu akan nada penurunan tingkat konformitas. Penurunan konformitas ini juga terjadi dalam kondisi dimana orang yang berbeda pendapat memberikan jawaban yang salah. Bila orang menyatakan pendapat yang berbeda setelah mayoritas mayoritas menyatakan pendapatnya, maka konformitas akan menurun. Kesepakatan kelompok biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut: 

  1. Kepercayaan. Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun apabila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap kelompok, maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan. 
  2. Persamaan pendapat. Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain, maka konformitas akan menurun. Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan serta berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi dengan persamaan antar kelompok maka konformitas akan semakin tinggi.
  3. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok. Apabila individu mempunyai pendapat yang berbeda dengan individu lain, maka individu tersebut akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam padangan sendiri maupun pandangan orang lain. jadi individu yang menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan.

c. Ketaatan Kelompok 

Ketaatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Orang yang secara terbuka dan sungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap perilaku kelompok yang berlawanan. Ketaatan merupakan kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Secara khusus ketaatan dapat dipandang sebagai perasaan terikat pada suatu pendapat. Ketaatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

  1. Tekanan karena ganjaran, ancaman atau hukuman. Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah meningkatkan perilaku yang diinginkan melalu ganjaran, ancaman atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan intensif pokok untuk mengubah perilaku seseorang. 
  2. Harapan orang lain. Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut mengharapkannya. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, segala sesuatu yang diatur sehingga ketidak-taatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin terjadi.

Jenis-jenis Konformitas 

Menurut Myers (2012), konformitas dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Pemenuhan (compliance) 

Complience diartikan sebagai perilaku konformitas dimana individu berperilaku sesuai dengan tekanan kelompok, walaupun secara pribadi ia tidak setuju dengan perilaku tersebut. Konformitas ini dilakukan agar individu diterima dalam kelompok untuk menghindari penolakan. Compliance adalah jenis konformitas yang bersifat taat, dimana individu mengikuti perilaku kelompok meski ia tidak menyetujuinya. Jenis komformitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 

  1. Rasa takut terhadap penyimpangan. Rasa takut dianggap sebagai orang yang menyimpang, merupakan alasan utama terjadinya konformitas compliance. Rasa takut ini diperkuat oleh tanggapan kelompok terhadap perilaku menyimpang. Penyimpangan yang terjadi dalam kelompok, dapat mengakibatkan seseorang menerima risiko yang tidak menyenangkan seperti dikucilkan atau ditolak oleh kelompok.
  2. Kekompakan kelompok. Semakin kuat ketertarikan individu terhadap kelompok, maka semakin kuat juga konformitas yang terjadi. Ketika anggota-anggota kelompok bekerja untuk satu tujuan yang sama mereka cenderung untuk konform dibandingkan mereka tidak berada dalam satu kesatuan. Dan ketika rasa suka anggota kelompok yang satu terhadap yang lain semakin besar, maka semakin besar pula harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok dan kelompok tersebut semakin kompak. Kekompakan yang semakin tinggi akan mempertinggi tingkat konformitas. 
  3. Kesepakatan kelompok. Anggota kelompok yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat, akan merasa mendapat tekanan yang kuat untuk dapat menyesuaikan pendapat atau perilakunya. Namun bila ada satu orang saja yang tidak sependapat dengan anggota lainnya, tingkat konformitas dalam kelompok itu pun akan menurun.

b. Penerimaaan (acceptance) 

Acceptance adalah bentuk konformitas dimana perilaku dan keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok. Pada bentuk acceptence ini, konformitas terjadi karena kelompok menyediakan informasi penting yang tidak dimiliki oleh individu. Acceptance adalah jenis konformitas yang bersifat kompak, dimana individu mengikuti perilaku kelompok karena percaya dan setuju pada putusan kelompok. Konformitas Acceptance ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 

  1. Kepercayaan terhadap kelompok. Masalah utamanya apakah individu mempercayai informasi yang dimiliki kelompok atau tidak. Semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan atau mengikuti kelompok. Salah satu faktor penentu kepercayaan terhadap kelompok adalah keahlian dan kompetisi yang dimiliki oleh anggota kelompok lainnya. Semakin tinggi tingkat keahlian dan kompetisi kelompok, maka kepercayaan penghargaan individu terhadap kelompok semakin besar.
  2. Kepercayaan terhadap diri sendiri. Konformitas akan menurun jika individu mempunyai kepercayaan yang kuat terhadap penilaian perilakunya sendiri. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri adalah tingkat penilaian individu terhadap kemampuan yang dimilikinya. Faktor lain adalah kesulitan, semakin sulit hal yang harus dihadapi, maka semakin rendah rasa percaya diri yang dimiliki individu.

Selain dua jenis konformitas tersebut, menurut Prayitno (2009), membagi konformitas menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Konformitas membabi buta 

Konformitas membabi buta adalah bersifat tradisional dan primitif. Konformitas tradisional diwarnai oleh sikap masa bodoh, dalam arti atau mengikuti apa yang menjadi kemauan orang lain tanpa pemahaman atau penghayatan, tanpa pertimbangan, pemikiran atau perasaan apalagi keyakinan atau kebenaran tentang kebenaran ataupun kesahihan dari sesuatu yang diikutinya itu. Kita lihat dari sisi lain bahwa konformitas membabi buta ini sebenarnya banyak mendapat imbalan atas kepatuhannya.

Pada dasarnya konformitas membabi buta didasarkan karena adanya kekuasaan yang memaksa untuk adanya persetujuan atau penerimaan dari orang-orang yang terkena pengaruh. Kekuasaan tersebut dapat bersifat nyata atau dibayangkan yang memberikan sanksi atau ancaman bagi orang yang melanggar konformitas. Orang yang mengalami konformitas akan mengalami kondisi kepasrahan, kepatuhan dan ke penurutan, dan pengharapan akan belas kasihan.

b. Konformitas teridentifikasi 

Konformitas identifikasi didasarkan karena adanya karisma yang terpancar dari seorang pemimpin atau ketua ataupun juga yang dirasakan berada di atas sana. Dan orang tersebut adalah sang idola, tokoh panutan, tokoh identifikasi yang harus dipercayai, ditiru, dan di iya-kan segala sesuatunya.

Terbentuknya karisma ini dilandasi oleh sikap mempercayai, mengakui, menerima secara sukarela, tanpa sedikit rasa takut, terancam akan dikenai sanksi atas sikap non-konformitas, dan pula tanpa harapan akan adanya imbalan atas posisi konformitas. Di samping itu, rasa senang dan puas sering menyertai konformitas identifikasi.

c. Konformitas Internalisasi 

Konformitas internalisasi didasarkan oleh pertimbangan rasional yaitu pikiran, perasaan, pengalaman, hati nurani dan semangat, untuk menentukan pilihan-pilihan dalam bersikap dan bertingkah laku, juga dalam berpikir dan berpendapat. Keputusan sepenuhnya terletak di tangan orang yang hendak mendudukkan diri pada posisi tertentu.

Orang-orang yang bersangkutan memahami, menghayati dan meyakini melalui kajian rasional (melalui kajian rasional dan ke dalam pengalaman) tingkat kebenaran atas hal-hal yang berasal dari orang lain yang berkemungkinan mempengaruhinya.

Faktor yang Mempengaruhi Konformitas 

Menurut Myers (2012), konformitas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut: 

  1. Budaya. Dari beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa individu yang tinggal di sebuah negara dengan budaya kolektivitas memiliki tingkat individualitas yang rendah dan cenderung hidup berkelompok dan berorientasi pada nilai kelompok. Sebagai anggota maupun ketua dalam kelompok tertentu individu cenderung akan memiliki tendensi untuk menyesuaikan sikap dan perilaku agar sesuai dengan norma dan nilai yang dianut kelompok tersebut. 
  2. Pengaruh dari orang-orang yang disukai. Orang-orang yang disukai akan memberikan pengaruh lebih besar. Perkataan dan perilaku mereka cenderung akan diikuti oleh orang lain yang menyukai dan dekat dengan mereka. 
  3. Kekompakan kelompok. Kekompakan kelompok sering disebut sebagai kohesivitas. Semakin kohesif suatu kelompok, maka akan semakin kuat pengaruhnya dalam membentuk pola pikir dan perilaku anggota kelompoknya. 
  4. Ukuran kelompok atau tekanan sosial. Konformitas akan meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota kelompok. Semakin besar kelompok tersebut, maka semakin besar pula kecenderungan kita untuk ikut serta, walaupun mungkin kita akan menerapkan sesuatu yang berbeda dari yang kita inginkan. 
  5. Norma sosial deskriptif dan norma sosial injungtif. Norma deskriptif adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu. Norma ini akan mempengaruhi tingkah laku kita dengan cara memberitahu kita mengenai apa yang umumnya dianggap efektif atau bersifat adaptif dari situasi tertentu tersebut. Sementara itu, norma injungtif akan mempengaruhi kita dalam menetapkan apa yang harusnya dilakukan dan tingkah laku apa yang diterima dan tidak diterima pada situasi tertentu.

Selain itu menurut Sarwono (2005), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa individu tertarik untuk melakukan konformitas, yaitu sebagai berikut: 

  1. Keinginan untuk disukai. Akibat dari internalisasi dan proses belajar di masa kecil, banyak individu melakukan konformitas untuk membantunya mendapatkan persetujuan dari banyak orang agar individu mendapatkan pujian. Pada dasarnya, kebanyakan orang senang akan pujian, yang membuatnya berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. 
  2. Rasa takut akan penolakan. Konformitas sering dilakukan agar individu mendapatkan penerimaan dari kelompok atau lingkungan tertentu. Jika individu memiliki pandangan dan perilaku yang berbeda, maka dirinya akan dianggap bukan termasuk dari anggota kelompok dan lingkungan tersebut. 
  3. Keinginan untuk merasa benar. Banyak keadaan yang menyebabkan individu berada dalam posisi yang dilematis karena tidak mampu mengambil keputusan. Jika ada orang lain dalam kelompok ternyata mampu mengambil keputusan yang dirasa benar, maka dirinya akan ikut serta agar dianggap benar. 
  4. Konsekuensi kognitif. Kebanyakan individu yang berpikir melakukan konformitas adalah konsekuensi kognitif akan keanggotaan mereka terhadap kelompok dan lingkungan di mana mereka berada.

Daftar Pustaka

  • Baron, R.A. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
  • Rakhmat, J. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • O’Sears, D., dkk. 1985. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
  • Myers, D.G. 2012. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
  • Kulsum, U., dan Jauhar, M. 2014. Pengantar Psikologi Sosial. Jakarta: Pustakaraya.
  • Sarwono, S.W. 2005. Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Prayitno, E.A. 2009. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.