Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Banjir (Pengertian, Jenis, Penyebab dan Pengendalian)

Banjir adalah peristiwa aliran atau genangan air di suatu wilayah yang terjadi akibat meluapnya air dari saluran yang ada melebihi kapasitas pembuangan air disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa dataran rendah hingga cekung sehingga menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi.

Banjir (Pengertian, Jenis, Penyebab dan Pengendalian)

Banjir adalah hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi.

Penyebab banjir di suatu tempat bisa berbeda-beda tergantung dari kondisi fisik wilayah tersebut. Dalam hal ini, ada yang mengalami banjir lokal, banjir kiriman, maupun banjir rob. Banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air lantaran curah hujan yang di atas normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain.

Pengertian Banjir 

Berikut definisi dan pengertian banjir dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Khotimah, dkk (2013), banjir adalah aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa, sedangkan dalam istilah teknik diartikan sebagai aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai tersebut. 
  • Menurut Rahayu (2009), banjir adalah tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi.
  • Menurut Ligal (2008), banjir adalah peristiwa dimana daratan yang biasanya kering (bukan daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa dataran rendah hingga cekung. 
  • Menurut Yayasan IDEP (2007), banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi.

Jenis-jenis Banjir 

Banjir dalam diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Berdasarkan Asal Sumber Air 

Menurut Ristya (2012), berdasarkan sumber asal limbahan air yang menyebabkan banjir, terdapat dua jenis banjir, yaitu:

  1. Banjir Lokal. Banjir lokal disebabkan oleh tingginya intensitas hujan dan belum tersedianya sarana drainase memadai. Banjir lokal ini lebih bersifat setempat, sesuai dengan luas sebaran hujan lokal. Banjir ini semakin parah apabila saluran drainase tidak berfungsi secara optimal, dimana saluran tersebut tersumbat sampah, sehingga mengurangi kapasitas penyalurannya. 
  2. Banjir Kiriman. Banjir kiriman ini disebabkan oleh peningkatan debit air sungai yang mengalir. Banjir ini diperparah oleh kiriman dari daerah atas. Sebagian besar sebagai akibat bertambah luasnya daerah terbangun dan mengubah koefisien aliran di daerah tangkapan, sehingga semakin banyak air yang menjadi aliran permukaan, sebaliknya semakin sedikit air meresap menjadi air tanah.

b. Berdasarkan Jenis Air 

Menurut Kemenkes RI (2016), jenis-jenis banjir berdasarkan jenis air yang menyebabkan terjadinya banjir, adalah sebagai berikut: 

  1. Banjir air. Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air akan meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air.
  2. Banjir Cileunang. Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir cileunang ini disebabkan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir dadakan (langsung terjadi saat hujan tiba). 
  3. Banjir bandang. Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar pegunungan.
  4. Banjir rob (laut pasang). Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini kerap melanda kota Muara Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungai yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan. 
  5. Banjir lahar. dingin Salah satu dari macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.

Faktor Penyebab Banjir 

Menurut Siswoko (2002), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir, antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Curah hujan 

Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bila melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.

b. Erosi dan sedimentasi 

Erosi di DAS berpengaruh terhadap kapasitas penampungan sungai, karena tanah yang tererosi pada DAS tersebut apabila terbawa air hujan ke sungai akan mengendap dan menyebabkan terjadinya sedimentasi. Sedimentasi akan mengurangi kapasitas sungai dan saat terjadi aliran yang melebihi kapasitas sungai dapat menyebabkan banjir.

c. Kapasitas sungai 

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai disebabkan oleh pengendapan yang berasal dari erosi dasar sungai dan tebing sungai yang berlebihan karena tidak adanya vegetasi penutup.

d. Pengaruh air pasang 

Pengaruh air pasang air laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi, maka tinggi genangan/banjir menjadi lebih tinggi karena terjadi aliran balik.

e. Pendangkalan sungai 

Pendangkalan sungai bisa terjadi karena endapan lumpur yang terbawa dari daerah yang lebih tinggi atau karena tumpukan sampah. Hal ini jelas mengurangi kemampuan sungai menampung air, akhirnya air dari badan sungai meluap ke daratan.

f. Tidak berfungsinya saluran pembuangan air 

Saluran pembuangan air seperti selokan sering tidak berfungsi. Selain sempit, tersumbat sampah, juga mengalami pendangkalan. Akibatnya ketika hujan turun air pun akan melimpah.

g. Hilangnya lahan terbuka 

Ketika di atas tanah dibangun bangunan, dan keberadaan bangunan tidak memperhatikan masalah bagaimana penyerapan air. Sehingga ketika hujan turun air tidak dapat diserap karena hilangnya area untuk penyerapan dan mengalir begitu saja terutama ke area pemukiman warga.

h. Sampah 

Pembuangan sampah yang dilakukan secara sembarangan di alur sungai dan jaringan drainase dapat meninggikan muka air dan menghalangi aliran air sehingga menyebabkan terjadinya banjir dan genangan.

i. Drainase lahan 

Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada deerah bantuan banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit banjir.

j. Bendungan dan bangunan air 

Bendungan dan bangunan air lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena meningkatkan elevasi muka air karena efek aliran balik.

k. Kerusakan bangunan pengendali banjir 

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan tidak dapat berfungsi.

l. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat 

Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir yang besar. Sebagai contoh bangunan tanggul yang tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, hal ini menimbulkan kecepatan aliran air menjadi sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar.

Selain faktor-faktor di atas, banjir juga sering terjadi di wilayah rawan banjir, yaitu wilayah yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir sesuai karakteristik penyebab banjir. Menurut Pratomo (2008), wilayah tersebut dapat dikategorikan menjadi empat tipologi, yaitu sebagai berikut:

a. Daerah Pantai 

Daerah pantai merupakan daerah banjir karena daerah tersebut merupakan dataran rendah dengan elevasi pemukaan tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (mean sea level) dan tempat bermuaranya sungai yang biasanya mempunyai permasalahan penyumbatan muara.

b. Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) 

Daerah dataran banjir (Floodplain Area) adalah daerah di kanan kiri sungai yang muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat sehingga mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur sangat subur sehingga merupakan daerah pengembangan (pembudidayaan) seperti perkotaan, pertanian, permukiman, dan pusat kegiatan perekonomian, perdagangan, dan industri. Daerah ini bila dilalui sungai besar yang mempunyai daerah pengaliran sungai cukup besar, dan mempunyai debit cukup besar maka akan menimbulkan bencana banjir di daerah tersebut. Kondisi ini akan lebih parah apabila terjadi hujan cukup besar di daerah hulu dan hujan lokal di daerah tersebut.

c. Daerah Sempadan Sungai 

Daerah ini merupakan wilayah rawan banjir. Di daerah perkotaan yang padat penduduknya, daerah sempadan sungai sering dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha sehingga apabila terjadi banjir akan menimbulkan dampak bencana dan dapat membahayakan jiwa dan harta benda.

d. Daerah Cekungan 

Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi.

Pengendalian Banjir 

Menurut Grigg (1996), pengendalian banjir merupakan kegiatan perencanaan, eksploitasi dan pemeliharaan, pengaturan penggunaan daerah dataran banjir dan mengurangi atau mencegah adanya bahaya/kerugian akibat banjir. Terdapat empat strategi dalam pengendalian banjir, yaitu: 

  1. Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona atau pengaturan tata guna lahan). 
  2. Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bantuan pengontrol (waduk) atau normalisasi sungai. 
  3. Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknis mitigasi seperti asuransi, penghindaran banjir (flood profing).
  4. Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya seperti penghijauan.

Pengendalian banjir menggunakan metode struktur adalah pembuatan infrastruktur untuk mengendalikan banjir, di antaranya adalah sebagai berikut: 

  1. Bendungan (dam). Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai di sebelah hilir bendungan. 
  2. Kolam Penampungan (retention basin). Kolam penampungan (retention basin) berfungsi untuk menyimpan sementara volume air banjir sehingga puncak banjir dapat dikurangi dan dilepaskan kembali pada saat air surut. Wilayah yang digunakan untuk kolam penampungan biasanya didaerah dataran rendah. 
  3. Tanggul Penahan Banjir. Tanggul penahan banjir adalah penghalang yang didesain untuk menahan banjir di palung sungai untuk melindungi daerah sekitarnya. 
  4. Saluran By pass. Saluran bay pass adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan sebagian atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada daerah yang dilindungi. 
  5. Sistem pengerukan sungai/normalisasi sungai. Sistem pengerukan atau pengerukan saluran adalah bertujuan memperbesar kapasitas tampung sungai dan memperlancar aliran. Normalisasi di antaranya mencakup kegiatan melebarkan sungai, mengarahkan alur sungai dan memperdalam sungai (pengerukan).

Adapun pengendalian banjir non struktur dapat dilakukan dengan beberapa hal, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Pengamatan tinggi muka air pada pos-pos pengamat. Cara ini dilakukan dengan melakukan pengamatan tinggi muka air sungai pada beberapa pos pengamatan. Pos duga muka air sungai diperlukan minimal dua buah, yang ada di sebelah hulu dan daerah yang diamankan. Apabila tinggi muka air banjir pada pos hulu diketahui, maka dapat diramalkan waktu yang diperlukan untuk banjir sampai pada daerah yang diamankan berdasarkan analisa flood routing. Selang waktu sebelum banjir tiba dipergunakan untuk mengabarkan pada instansi terkait. 
  2. Telemetering (Pengamatan curah hujan). Untuk daerah yang bahaya banjirnya tinggi, biasanya menggunakan peramalan yang lebih dini, yaitu menggunakan radar pencatat hujan di daerah aliran sungai. Berdasar radar tersebut, informasi tinggi hujan dikirimkan pada pos pengolah data, yang akan meramalkan besarnya banjir pada daerah yang akan diamankan. Cara ini bekerja otomatis dan menggunakan peralatan yang modern, sehingga hanya dipakai pada sungai-sungai yang berbahaya.
  3. Pemberitaan Banjir. Sebelum banjir tiba, perlu adanya persiapan penanggulangan banjir di antaranya kegiatan pemberitaan bahaya banjir. Pemberitaan ini diinformasikan ke kantor-kantor terlebih dahulu untuk diteruskan ke masyarakat. Gejala awal akan terjadinya banjir pada umumnya dapat diketahui dari kedudukan tinggi muka air sungai dan kondisi banjir terhadap tanggul. Tingkat bahaya suatu sungai dapat ditentukan berdasarkan kedua hal tersebut. Pemberitaan dilakukan pada awal masing-masing tingkat siaga (1, 2, dan 3). 
  4. Tinjauan hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk memperoleh besarnya debit banjir rencana suatu wilayah. Debit banjir rencana merupakan debit maksimum dengan periode ulang tertentu yaitu besarnya debit maximum yang rata-rata terjadi satu kali dalam periode ulang yang ditinjau. 
  5. Analisis Curah Hujan yang Mewakili DAS. Untuk keperluan perencanaan sistem pengendalian banjir pada suatu wilayah, perlu diketahui besarnya curah hujan yang mewakili DAS, dimana dapat diperoleh dari analisa data curah hujan harian maksimum tahunan dari beberapa stasiun penakar hujan yang ada di wilayah tangkapan hujan (catchment area). 
  6. Curah Hujan Rencana. Setelah mendapatkan curah hujan wilayah dari beberapa stasiun yang berpengaruh di daerah aliran sungai tersebut, selanjutnya dianalisis secara statistik untuk mendapatkan pola sebaran yang sesuai dengan sebaran curah hujan wilayah tersebut. Jenis distribusi sebaran yang terpilih merupakan dasar untuk menentukan Curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu.
  7. Analisis Intensitas hujan Rencana. Intensitas adalah laju hujan atau tinggi air per satuan waktu (mm/menit, mm/jam, mm/hari). Sedangkan curah hujan jangka pendek biasanya dinyatakan dengan intensitas per-jam yang disebut intensitas curah hujan. Hubungan intensitas hujan dengan waktu hujan yang banyak dirumuskan, yang pada umumnya tergantung pada parameter setempat. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda disebabkan oleh lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas curah hujan digunakan sebagai parameter perhitungan debit banjir dengan cara Rasional dan Storage Function. 
  8. Debit Banjir Rencana. Penentuan debit banjir rencana dapat dilakukan melalui analisis debit banjir yang pernah terjadi. Hal ini merupakan data banjir yang tercatat secara akurat dengan waktu pencatan data misalnya 20 tahun. Selanjutnya dari seri data banjir tersebut dilakukan analisis frekuensi dan ditentukan jenis sebarannya, sehingga dihasilkan debit banjir rencana.

Daftar Pustaka

  • Khotimah, N.S., dan Nurhadi. 2013. Analisis Kerentana Banjir Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Code Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
  • Rahayu, Harkunti P. 2009. Banjir dan Upaya Penanggulangannya. Bandung: Promise Indonesia.
  • Ligal, Sebastian. 2008. Pendekatan Pencegahan dan Penanggulangan Banjir. Jurnal Dinamika Teknik Sipil.
  • Yayasan IDEP. 2007. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Jakarta: Yayasan IDEP.
  • Ristya, Wika. 2012. Kerentanan Wilayah Terhadap Banjir di Sebagian Cekungan Bandung. Jakarta: Universitas Indonesia.
  • Kemenkes RI. 2016. Sudah Siapkah Kita Menghadapi Banjir?  Buku Penanggulangan Pusat Krisis Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.
  • Siswoko. 2002. Banjir, Masalah Banjir dan Upaya Mengatasinya. Jakarta: Himpunan Ahli Teknik Hidraulika Indonesia (HATHI).
  • Pratomo, A.J. 2008. Analisis Kerentanan Banjir di Daerah Aliran Sungai Sengkarang Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah dengan Bantuan Sistem Informasi Geografis. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
  • Grigg, N.S. 1996. Water Resources Management: Principles, Regulations, and Cases. New York: McGraw-Hill.

PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Banjir (Pengertian, Jenis, Penyebab dan Pengendalian). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2022/07/banjir.html