Green Accounting (Tujuan, Karakteristik, Prinsip, Komponen dan Pengukuran)

Daftar Isi

Green accounting (akuntansi hijau) atau juga disebut akuntansi lingkungan (environmental accounting) adalah konsep akuntansi yang di dalamnya menghubungkan atau memasukkan biaya atau anggaran lingkungan dalam aktivitas perusahaan. Green Accounting merupakan akuntansi yang di dalamnya mengidentifikasi, mengukur, menyajikan, dan mengungkapkan biaya-biaya dan manfaat tidak langsung dari aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan dan sosial.

Green Accounting (Tujuan, Karakteristik, Prinsip, Komponen dan Pengukuran)

Konsep green accounting atau environmental accounting atau akuntansi hijau/lingkungan sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Green accounting muncul akibat adanya tekanan dari lembaga-lembaga non-pemerintah seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat. Melalui green accounting akan mendesak perusahaan bukan hanya fokus berkegiatan dalam industri demi bisnis saja, tetapi juga menerapkan pengelolaan lingkungan.

Green accounting adalah jenis akuntansi lingkungan yang menggambarkan upaya untuk menggabungkan manfaat lingkungan dan biaya ke dalam pengambilan keputusan ekonomi atau suatu hasil keuangan usaha. Melalui penerapan green accounting maka diharapkan lingkungan akan semakin terjaga kelestariannya. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit), serta menghasilkan efek perlindungan lingkungan (environmental protection).

Pengertian Green Accounting 

Berikut definisi dan pengertian green accounting (akuntansi hijau) atau environmental accounting (akuntansi lingkungan) dari beberapa sumber buku dan referensi:

  • Menurut Kusumaningtias (2013), green accounting adalah akuntansi yang di dalamnya mengidentifikasi, mengukur, menilai, dan mengungkapkan biaya-biaya terkait dengan aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan. 
  • Menurut Ikhsan (2008), green accounting adalah istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak yang timbul dari sisi keuangan mampu non-keuangan yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan. 
  • Menurut Ningsih dan Rachmawati (2017), green accounting adalah akuntansi berupaya menghubungkan sisi anggaran lingkungan dengan dana operasi bisnis. Akuntansi Hijau dapat meningkatkan kinerja lingkungan, mengendalikan biaya, berinvestasi dalam teknologi ramah lingkungan, dan mempromosikan proses produk ramah lingkungan. Akuntansi lingkungan atau akuntansi hijau juga menyediakan cara untuk peluang untuk meminimalkan energi, melestarikan sumber daya, mengurangi risiko kesehatan dan keselamatan lingkungan, dan mempromosikan keunggulan kompetitif. 
  • Menurut Lako (2018), green accounting adalah suatu proses pengakuan, pengukuran nilai, pencatatan, peringkasan, pelaporan, dan pengungkapan secara terintegrasi terhadap objek, transaksi, atau peristiwa keuangan, sosial, dan lingkungan dalam proses akuntansi agar menghasilkan informasi akuntansi keuangan, sosial, dan lingkungan yang utuh, terpadu, dan relevan yang bermanfaat bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan ekonomi dan non-ekonomi.

Tujuan Green Accounting 

Menurut Ikhsan (2008), green accounting bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit). Green accounting diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan dampak perlindungan lingkungan (environmental protection). Adapun beberapa tujuan pelaksanaan green accounting antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Mendorong pertanggung jawaban entitas dan meningkatkan transparansi lingkungan. 
  2. Membantu entitas dalam menetapkan strategi untuk menanggapi isu lingkungan hidup dalam konteks hubungan entitas dengan masyarakat dan terlebih dengan kelompok-kelompok penggiat (activist) atau penekan (pressure group) terkait isu lingkungan. 
  3. Memberikan citra yang lebih positif sehingga entitas dapat memperoleh dana dari kelompok dan individu, seiring dengan tuntutan etis dari investor yang semakin meningkat. 
  4. Mendorong konsumen untuk membeli produk hijau dan dengan demikian membuat entitas memiliki keunggulan pemasaran yang lebih kompetitif dibandingkan dengan entitas yang tidak melakukan pengungkapan. 
  5. Menunjukkan komitmen entitas terhadap usaha perbaikan lingkungan hidup. 
  6. Mencegah opini negatif publik mengingat perusahaan yang berusaha pada area yang berisiko tidak ramah lingkungan pada umumnya akan menerima tantangan dari masyarakat.

Karakteristik Green Accounting 

Menurut Lako (2018), informasi yang ada dalam green accounting harus memenuhi beberapa karakteristik kualitatif, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Para pengguna informasi akuntansi adalah para pemangku kepentingan, yaitu pihak manajemen, pemegang saham, investor atau pemilik, kreditor, pemasok, konsumen, karyawan, pemerintah, dan masyarakat luas yang memiliki kepentingan secara langsung maupun tidak langsung dengan entitas korporasi.
  2. Kendala informasi akuntansi hijau adalah perbandingan keterukuran antara biaya dan manfaatnya, upaya dan hasilnya, materialitas informasi yang disajikan, dan pengungkapan informasi akuntansi kuantitatif dan kualitatif secara terintegritas. 
  3. Syarat khusus dan pervasif yang dibutuhkan para pemakai informasi akuntansi adalah informasi akuntansi yang disajikan kepada para pihak pemakai harus dapat dipahami dan berguna dalam penilaian dan pengambilan keputusan ekonomi dan nonekonomi.

Masih menurut Lako (2018), kriteria atau syarat utama dalam penyajian informasi green accounting adalah: 

  1. Terintegrasi dan komprehensif, yaitu informasi akuntansi yang disajikan dalam pelaporan akuntansi hijau harus memperhitungkan, mengintegrasikan, dan mempertanggungjawabkan semua informasi akuntansi keuangan, sosial, dan lingkungan secara terpadu dalam satu paket pelaporan. 
  2. Relevan, yaitu informasi yang disajikan harus relevan dengan kebutuhan para pemakai dalam penilaian dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi akuntansi yang disajikan harus memiliki nilai umpan-balik dan nilai prediktif, serta disajikan tepat waktu.
  3. Reliabel, yaitu informasi akuntansi yang disajikan harus reliabel atau andal agar dapat dipercaya dan bermanfaat bagi bagi para pemakai dalam penilaian dan pengambilan keputusan ekonomi dan nonekonomi. Untuk itu, informasi akuntansi yang disajikan harus dapat diverifikasi, valid, akurat, dan netral. 
  4. Transparan, yaitu informasi akuntansi terintegrasi harus disajikan secara jujur, akuntabel, dan transparan agar tidak menyesatkan para pihak dalam evaluasi, penilaian, dan pengambilan keputusan ekonomi dan non ekonomi.
  5. Keterbandingan, yaitu informasi akuntansi yang disajikan memiliki daya banding antar periode dan disajikan secara konsisten dari waktu ke waktu.

Komponen Laporan Green Accounting 

Menurut Lako (2018), meskipun secara umum komponen-komponen laporan keuangan dalam akuntansi keuangan konvensional tidak jauh berbeda dengan komponen laporan keuangan green accounting, namun terdapat beberapa akun krusial yang membedakan antara green accounting dengan akuntansi keuangan konvensional, yaitu sebagai berikut:

  1. Dalam struktur asset entitas yang melaksanakan aktivitas tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan (TJSLP), CSR, dan green business akan muncul akun-akun baru seperti asset sumber daya alam, investasi sosial dan lingkungan, investasi hijau, atau investasi CSR dibawah kelompok asset tetap. Secara umum, struktur asset perusahaan dalam konstruksi Akuntansi Hijau meliputi asset lancar, investasi finansial, asset tetap, asset sumber daya alam, investasi sosial dan lingkungan, asset tak berwujud, dan asset lainnya. 
  2. Dalam struktur akun liabilitas entitas yang melaksanakan TJSLP, CSR, dan korporasi hijau akun muncul akun-akun baru seperti liabilitas sosial dan liabilitas lingkungan yang bersifat kontinjen. Liabilitas sosial kontinjen dan liabilitas lingkungan kontinjen tersebut bias bersifat jangka pendek atau jangka panjang tergantung pada komitmen perusahaan untuk memenuhinya. 
  3. Dalam struktur akun-akun ekuitas dari entitas korporasi yang melaksanakan aktivitas CSR yang bersifat sukarela, muncul akun baru yaitu akun donasi CSR, dibawah akun laba rugi periode berjalan. 
  4. Dalam struktur akun-akun biaya produksi dan biaya operasi entitas yang melaksanakan TJSLP, CSR dan green business akan muncul akun-akun biaya baru seperti biaya sosial dan biaya lingkungan, atau biaya penghijauan perusahaan (greening costs) yang bersifat periodic atau temporer. Misalnya, biaya bantuan sosial bencana alam, biaya pengelolaan limbah, biaya daur ulang, biaya audit lingkungan, biaya pencemaran, biaya pengendalian polusi, biaya kerusakan lingkungan, biaya pengungkapan informasi sosial-lingkungan.

Prinsip-Prinsip Green Accounting 

Menurut Lako (2018), terdapat beberapa akuntansi (accounting principles) yang mendasari akuntansi hijau atau green accounting, yaitu sebagai berikut:

a. Prinsip sustainabilitas atau kelestarian (sustainability principle) 

Akuntansi yang mengakui dan mengukur nilai, mencatat, meringkas dan melaporkan informasi terkait obyek-obyek, dampak-dampak, peristiwa-peristiwa atau transaksi-transaksi keuangan, sosial dan lingkungan secara terpadu dan sistematis dalam satu paket pelaporan akuntansi untuk mendukung keberlanjutan pertumbuhan laba korporasi, kesejahteraan sosial dan kelestarian ekologi. Proses akuntansi yang terpadu tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan laporan akuntansi hijau atau laporan keuangan hijau yang terintegrasi, relevan dan reliabel untuk membantu manajemen dan para pemakai lainnya dalam penilaian dan pertimbangan pengambilan keputusan ekonomi dan nonekonomi, terutama menyangkut risiko dan prospek keberlanjutan entitas korporasi.

b. Prinsip pengakuan aset (asset recognition) 

Pengorbanan sumber daya ekonomi entitas korporasi (costs) untuk melaksanakan green business dan green corporation, melaksanakan tanggung jawab sosial korporasi (CSR) yang bersifat sukarela maupun tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan (TJSLP) yang bersifat wajib dapat diakui sebagai pengorbanan investasi (aset) apabila pengorbanan tersebut dinilai dapat memberikan manfaat ekonomi (tangible benefits) dan nonekonomi (intangible benefits) yang cukup pasti di masa sekarang maupun di masa datang. Apabila tidak memenuhi kriteria tersebut maka pengorbanan tersebut harus segera diperlakukan sebagai beban periodik dalam laporan kinerja laba-rugi entitas.

c. Prinsip pengakuan kewajiban (liability recognition) 

Suatu kewajiban lingkungan (environment liability) atau kewajiban sosial (social liability) harus segera diakui ketika entitas korporasi diwajibkan oleh pemerintah atau pihak lain untuk menanggung kerugian atau mengganti biaya kerusakan lingkungan dan kerugian masyarakat yang diakibatkan oleh aktivitas operasi korporasi. Komitmen korporasi untuk bertanggung jawab mengatasi pencemaran dan polusi, memulihkan kerusakaan lingkungan, ikut menghijaukan dan melestarikan alam, serta ikut serta membantu pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar melalui program-program CSR juga dapat diakui sebagai kewajiban sosial dan lingkungan.

d. Prinsip matching dalam pengukuran nilai costs-benefits (measurement principle) 

Pengukuran nilai dan perbandingan hasil terhadap costsbenefits dan upaya-pencapaian (efforts-accomplishments) tanggung jawab sosial dan lingkungan korporasi tidak hanya diberlakukan dalam periode akuntansi yang sama, tapi juga untuk periode-periode yang berbeda di waktu-waktu selanjutnya apabila pengorbanan sumber daya ekonomi (costs) dan daya-upaya (efforts) tersebut memiliki potensi manfaat ekonomi dan nonekonomi yang cukup pasti di masa datang. Hakikat dari prinsip pengukuran nilai tersebut juga menjadi basis dalam prinsip pengakuan biaya (expense recognition) dan pengakuan pendapatan (revenue recognition).

e. Prinsip proses akuntansi terintegrasi (integrated accounting process principle) 

Proses akuntansi, yaitu pengakuan pengukuran nilai, pencatatan, peringkasan dan pelaporan informasi akuntansi harus memadukan obyek-obyek, transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa keuangan/ekonomi, sosial dan lingkungan secara sistematis dan terintegrasi dalam satu paket pelaporan sehingga para pemakai dapat memperoleh informasi akuntansi yang lengkap, utuh, relevan dan handal serta berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi dan nonekonomi.

f. prinsip pelaporan dan pengungkapan informasi akuntansi yang terintegrasi (integrated reporting principle) 

Dalam pelaporan dan pengungkapan informasi akuntansi, entitas korporasi harus melaporkan dan mengungkapkan semua informasi akuntansi keuangan, sosial dan lingkungan, baik yang kuantitatif maupun yang bersifat kuantitatif, secara terpadu agar para pemakai internal dan eksternal dapat memperoleh informasi yang lengkap, relevan dan handal tentang posisi keuangan dan kinerja keuangan, risiko dan prospek, serta komitmen tanggung jawab sosial dan lingkungan dan keberlanjutan suatu entitas sebelum melakukan evaluasi, penilaian dan mengambil suatu keputusan.

Indikator Green Accounting 

Menurut Hansen dan Mowen (2009), terdapat beberapa biaya yang menjadi indikator penerapan green accounting atau akuntansi hijau, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Biaya pencegahan lingkungan (environmental prevention costs). Adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah dan atau sampah yang menyebabkan kerusakan lingkungan. 
  2. Biaya deteksi lingkungan (environmental detection costs). Adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan apakah produk, proses, dan aktivitas lainnya di perusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak.
  3. Biaya kegagalan internal lingkungan (environmental interna failure costs). Adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar. 
  4. Biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure costs). Adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke dalam lingkungan. Biaya kegagalan eksternal dapat dibagi lagi menjadi kategori yang direalisasi (realized external failure cost) dan yang tidak direalisasi (unrealized external failure cost).

Pengukuran Green Accounting 

Menurut Suratno, dkk (2006) kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green). Kinerja lingkungan perusahaan diukur dari prestasi perusahaan yang mengikuti program PROPER yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrument informasi.

Adapun kriteria penilaian PROPER yang telah ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup adalah sebagai berikut: 

a. Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan masyarakat (CD) 

  1. Perusahaan memiliki komitmen untuk memecahkan dampak penting yang diakibatkan oleh perusahaan dan memiliki upaya yang jelas untuk memitigasi dampak tersebut yang tercermin dalam kebijakan, struktur organisasi dan keuangan perusahaan. 
  2. Perusahaan memiliki strategi yang tertulis dan dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan untuk mengembangkan penghidupan masyarakat yang berkelanjutan.
  3. Perusahaan dapat menunjukkan bahwa dari segi pendanaan, program pengembangan masyarakat (CD) lebih besar dibandingkan dengan kegiatan yang bersifat karitatif.

b. Perencanaan 

  1. Terjadi pelembagaan proses perencanaan pengembangan masyarakat (CD).
  2. Keterlibatan pihak-pihak terkait dalam perencanaan pengembangan masyarakat (CD) meliputi actor dan kualitas keterlibatan. Kualitas partisipasi tertinggi adalah kategori citizen power yang terdiri dari partnership, delegated power, dan citizen control. Sedangkan dari sisi actor terdiri dari tiga yakni pemerintah, masyarakat, dan organisasi masyarakat sipil (NGO, Community based organization). 
  3. Terjadi konsolidasi perencanaan program pengembangan masyarakat (CD) dengan perencanaan wilayah. 
  4. Terjadi kesesuaian program dengan potensi penghidupan berkelanjutan.

c. Impelementasi 

  1. Keberhasilan program mencapai tujuan yang ditetapkan dalam perencanaan. 
  2. Partisipasi dalam implementasi program yang dilihat dari keterlibatan aktor dan kualitas keterlibatannya. 
  3. Partisipasi kelompok rentan dalam implementasi program. 
  4. Perbandingan cakupan (kualitas dan target sasaran) program tahun berjalan dengan tahun sebelumnya.

d. Monitoring dan Evaluasi 

  1. Modifikasi program terhadap dinamika kebutuhan masyarakat. 
  2. Tingkat kepuasan masyarakat. 
  3. Inklusifitas penerima program. 
  4. Perubahan perilaku dan atau mindset sebelum dan setelah program. 
  5. Kualitas hubungan community development officer (atau nama lainnya) dengan masyarakat dan pemerintah.

e. Keberlanjutan 

  1. Keberlanjutan Ekonomi. Berhasil memandirikan masyarakat, menunjukkan peningkatan pendapatan masyarakat. Institusi ekonomi lokal baru karena program pengembangan masyarakat (lahirnya institusi baru, keberlanjutan institusi, perkembangan institusi). Penerima program kelompok sasaran mampu mengembangkan kapasitas dari program yang diberikan oleh perusahaan. Kelompok sasaran mampu mengembangkan kapasitas kepada kelompok lain. 
  2. Keberlanjutan Sosial. Adanya institusi sosial (lahirnya instutusi sosial baru dan atau revitalisasi institusi sosial yang sudah ada). 
  3. Perusahaan memiliki kategori tingkat ketergantungan penerima program terhadap perusahaan.

f. Hubungan Sosial 

  1. Adanya mekanisme komunikasi antara perusahaan dengan masyarakat yang melembaga. 
  2. Kemampuan penerima program mengembangkan jaringan (eksternal). 
  3. Program pengembangan masyarakat (CD) meningkatkan solidaritas sosial masyarakat.
  4. Konflik dalam masyarakat yang terkait dengan perusahaan 1 tahun terakhir. 
  5. Konflik antara perusahaan (termasuk rekanan) dengan masyarakat selama 1 tahun terakhir. 
  6. Konflik antara perusahaan (termasuk rekanan) dengan masyarakat selama 1 tahun terakhir. 
  7. Konflik hubungan industrial selama satu tahun terakhir (internal relation).

Daftar Pustaka

  • Kusumaningtias, Rohmawati. 2013. Green Accounting, Mengapa dan Bagaimana?. Procedding Seminar Nasional dan Call for Paper Sancall 2013 Surakarta.
  • Ikhsan, Arfan. 2008. Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Ningsih, W.F., dan Rachmawati, R. 2017. Implementasi Green Accounting dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Journal of Applied Business and Economics, Vol.4, No.2.
  • Lako, Andreas. 2018. Akuntansi Hijau: Isu, Teori & Aplikasi. Jakarta: Salemba Empat.
  • Hansen dan Mowen. 2009. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.
  • Suratno, dkk. 2006. Pengaruh Environmental Performance terhadap Environmental Disclosure dan Economic Performance (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2004). Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.