Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kebisingan (Jenis, Sumber, Pengukuran dan Pengendalian)

Kebisingan adalah semua suara atau bunyi yang tidak dikehendaki atau diinginkan karena dapat menimbulkan ketidaknyamanan serta memberi pengaruh negatif bagi kesehatan dan keselamatan pendengarnya. Kebisingan dapat bersumber dari aktivitas alam maupun aktivitas buatan manusia seperti penggunaan mesin.

Kebisingan (Jenis, Sumber, Pengukuran dan Pengendalian)

Kebisingan adalah suara apa saja yang sudah tidak diperlukan dan memiliki efek yang buruk untuk kualitas kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan. Kebisingan merupakan bunyi atau suara yang tidak diinginkan yang bersumber dari usaha atau kegiatan manusia yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian.

Menurut PERMENAKER No.5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat yang digunakan pada proses produksi atau alat-alat kerja yang digunakan pada tingkat tertentu dan dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada manusia. Adapun menurut Kepmen Lingkungan Hidup No.48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Menkes/Per/XI/1987 tentang Pokok-Pokok Kesehatan, pengertian kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan.

Pengertian Kebisingan 

Berikut definisi dan pengertian kebisingan dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Sucipto (2014), kebisingan adalah segala bunyi yang tidak dikehendaki keberadaannya yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang atau bahkan populasi. 
  • Menurut Anizar (2009), kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. 
  • Menurut Harrianto (2009), kebisingan adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri, kebisingan berarti bunyi yang sangat mengganggu dan menjengkelkan serta sangat membuang energi.
  • Menurut Marisdayana (2016), kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pendengarnya. Bising dapat diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari aktivitas alam seperti bicara dan aktivitas buatan manusia seperti penggunaan mesin. 
  • Menurut Aperti (2018), kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki. Pada suatu kegiatan industri bunyi dan suara yang tidak dikehendaki tersebut dapat berasal dari getaran alat-alat yang digunakan pada proses produksi.

Jenis-jenis Kebisingan 

Menurut Tambunan (2005), berdasarkan hubungan tingkat bunyi sebagai waktu, kebisingan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut: 

  1. Kebisingan Kontinu. Kebisingan yang fluktuasi intensitas kebisingan tidak lebih dari 6 dB dengan spektrum frekuensi yang luas. Contohnya misalnya seperti suara mesin gergaji. 
  2. Kebisingan terputus-putus. Kebisingan yang dimana bunyi mengeras dan melemah secara perlahan. Contohnya misalnya seperti jalan raya dan bunyi yang dihasilkan dari kereta api. 
  3. Kebisingan impulsif berulang. Kebisingan dimana waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncaknya tidak lebih dari 65 ms dan waktu yang dibutuhkan untuk penurunan intensitasnya sampai 20 dBA di bawah puncaknya tidak lebih dari 500 ms. Contohnya seperti suara mesin tempa di pabrik. 
  4. Steady-state noise. Kebisingan dengan tingkat tekanan bunyi stabil terhadap perubahan waktu dan tak mengalami kebisingan yang stabil. Contohnya seperti kebisingan sekitar air terjun dan kebisingan pada interior pesawat terbang saat sedang diudara. 
  5. Fluctuating noise. Kebisingan yang kontinu namun berubah-ubah tingkat tekanan bunyinya.

Menurut Sucipto (2014), berdasarkan frekuensi tingkat tekanan bunyi, kebisingan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: 

  1. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan), yaitu bising yang ditimbulkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misalnya bising dari mesin ketik, bunyi genset, bunyi mesin gergaji, dll. 
  2. Audible noise (bising pendengaran), yaitu bising yang disebabkan oleh adanya frekuensi bunyi antara 31,5 sd 8.000 Hz. 3. Impuls noise (bising impulsif), yaitu bising yang disebabkan oleh adanya bunyi yang menyentak, misalnya ledakan meriam, pukulan palu, tembakan bedil, dll.

Adapun menurut Gabriel (1996), berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, kebisingan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: 

  1. Bising yang mengganggu (irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur. 
  2. Bising yang menutupi (masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja, karena teriakan isyarat atau tanda bahaya tenggelam dari bising dari sumber lain. 
  3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise), adalah bunyi yang melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak/menurunkan fungsi pendengaran.

Sumber-sumber Kebisingan 

Menurut Sucipto (2014), berdasarkan bentuknya, sumber kebisingan dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 

  1. Sumber titik (berasal dari sumber diam), penyebaran kebisingan dalam bentuk bola-bola konsentris, sumber kebisingan yang menjadi pusatnya memiliki kecepatan sekitar 360 m/detik. 
  2. Sumber garis (berasal dari sumber bergerak), penyebaran kebisingan dalam bentuk silinder-silinder konsentris, sumber kebisingan yang menjadi sumbunya memiliki kecepatan sekitar 360 m/detik.

Menurut Suroto (2014), sumber kebisingan menurut letak lokasi dalam ruangan, dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

  1. Bising Interior (dalam). Bising interior atau bising dalam yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-alat rumah tangga, atau mesing-mesin gedung.
  2. Bising Outdoor (luar). Bising outdoor atau bising luar yaitu sumber bising yang berasal dari aktivitas lalu lintas, transportasi, industri, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar ruangan atau gedung.

Sumber kebisingan juga dapat dikelompokkan berdasarkan wilayah kebisingan, yaitu: 

  1. Bising Industri. Industri besar termasuk di dalamnya pabrik, pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bising industri dapat dirasakan oleh karyawan maupun masyarakat di sekitar industri. 
  2. Bising Rumah Tangga. Umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan tidak terlalu tinggi tingkat kebisingannya. 
  3. Bising Spesifik. Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan.

Sedangkan menurut Babba (2007), sumber kebisingan berdasarkan lingkungan kerja secara spesifik dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu: 

  1. Mesin. Kebisingan dapat dihasilkan dari suara mesin produksi yang sedang beroperasi. Contohnya: Mesin pembangkit tenaga listrik (genset), mesin diesel, boiler, dan lainnya.
  2. Benturan antara alat kerja dengan alat lainnya. Kebisingan dapat dihasilkan juga dari benturan antar alat. Contohnya: Proses penggerindaan, penyemprotan, memalu (hammering), pemotongan (cutting), penggergajian, dan lainnya.
  3.  Aliran Material. Aliran material seperti fluida dalam pipa distribusi material di tempat kerja dapat menghasilkan kebisingan. Contohnya: pada proses transportasi material, atau pembuangan gas ke udara melalui pipa. 
  4. Manusia. Kebisingan di tempat kerja dapat pula berasal dari manusia, karena adanya komunikasi antar pekerja, sehingga sumber suara dari manusia juga diperhitungkan.

Ambang Batas dan Pengukuran Kebisingan 

Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar atau intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaannya sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. PERMENAKER No.5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, NAB kebisingan yang diperbolehkan di Indonesia adalah sebagai berikut:

Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Intensitas kebisingan dinyatakan dalam dBA atau dB(A). desiBel Ampere (dBA) adalah satuan yang dipakai untuk menyatakan besarnya pressure yang disebabkan oleh karena adanya benda yang bergetar. Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas bunyi di tempat kerja/perusahaan, yang nantinya hasil pengukuran tersebut digunakan untuk mengendalikan kebisingan sehingga mengurangi intensitas kebisingan yang ada, sehingga tidak menimbulkan gangguan.

Sound Level Meter

Untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter. Alat ini mengukur kebisingan di antara 30 - 130 dB dan dari frekuensi 20 - 20.000 Hz. Mekanisme kerja SLM yaitu apabila benda bergetar, maka akan mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara yang ditangkap oleh alat, kemudian perubahan tekanan udara diubah menjadi energi yang menggerakkan meter petunjuk pada skala yang telah dilakukan kalibrasi dengan satuan decibel (dBA).

Metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja, adalah sebagai berikut:

a. Pengukuran dengan titik sampling 

Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan.

b. Pengukuran dengan peta kontur 

Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas di bawah 85 dBA, warna oranye untuk tingkat kebisingan yang tinggi di atas 90 dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85 - 90 dBA.

Dampak Kebisingan 

Menurut Sucipto (2014), dampak kebisingan bagi kesehatan dan keselamatan manusia antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Gangguan Fisiologis 

Bising dengan intensitas yang tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit pada kepala. Hal ini disebabkan karena bising dapat merangsang reseptor dan vestibular dalam telinga dalam yang akan menyebabkan adanya efek pusing/vertigo. Sedangkan mual, susah tidur, dan sesak nafas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit. Gangguan pada fisiologis dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

b. Gangguan Psikologis 

Gangguan psikologis biasanya dengan gejala ringan berupa rasa tidak nyaman, susah tidur, kurang konsentrasi, dan cepat marah. Apabila hal ini dibiarkan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan, dan lain-lain.

c. Gangguan Komunikasi 

Gangguan komunikasi biasanya menyebabkan pembicaraan dapat dilakukan dengan cara berteriak, hal ini disebabkan karena masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai dapat juga terjadi kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya.

d. Gangguan Keseimbangan 

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan seseorang seperti berjalan di ruang angkasa atau melayang-layang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa pusing atau biasa disebut dengan vertigo dan mual-mual.

e. Efek pada Pendengaran 

Efek terbesar dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indra pendengaran, yang dapat menyebabkan seseorang menjadi tuli progresif. Pada mulanya efek kebisingan pada pendengaran bersifat sementara dan pemulihannya dapat dilakukan dengan cepat setelah dihentikan di tempat kerja bising. Tetapi, apabila bekerja secara terus-menerus di tempat yang bising mengakibatkan kehilangan daya dengar yang permanen.

Pengendalian Kebisingan 

Menurut Fredianta, dkk (2013), kebisingan dapat dikendalikan melalui beberapa teknik dan metode antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Pengurangan kebisingan pada sumbernya 

Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan dengan menempatkan peredam pada sumber getaran yang menyebabkan kebisingan. Selain itu pengurangan kebisingan juga dapat dilakukan dengan memodifikasi mesin. Berikut ini beberapa cara pengendalian kebisingan pada sumbernya: 

  1. Subtitusi. Dalam pengendalian kebisingan subtitusi dapat dilakukan dengan cara mengganti seluruh alat atau mesin yang mengeluarkan kebisingan tinggi dengan alat atau mesin yang mengeluarkan kebisingan rendah. 
  2. Modifikasi. Dalam pengendalian kebisingan modifikasi dapat dilakukan dengan cara mengganti atau mengubah komponen tertentu pada alat atau mesin yang menyebabkan alat atau mesin mengeluarkan kebisingan yang tinggi dengan komponen yang mengeluarkan kebisingan yang rendah.
  3. Silencer. Silencer atau peredam suara dipasang pada peralatan atau mesin yang memiliki tingkat kebisingan tinggi agar dapat menurunkan tingkat kebisingan menjadi rendah. 
  4. Perawatan. Perawatan berkala dengan alat atau mesin dengan cara pelumasan atau perbaikan bagian-bagian yang rusak. 

b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi 

Isolasi tenaga kerja atau mesin atau unit operasi adalah upaya untuk mengurangi kebisingan. Material yang dipakai untuk isolasi harus mampu menyerap suara sehingga tidak menimbulkan kebisingan. Beberapa teknik pengendalian kebisingan melalui jalan atau media transmisi adalah sebagai berikut: 

  1. Enclosure. Pengendalian kebisingan dilakukan dengan cara menutup sumber bising dalam sungkup yang dilengkapi dengan peredam suara sehingga antara sumber bising dengan operator dapat terpisah. 
  2. Accoustic wall and ceiling. Pengendalian kebisingan dilakukan dengan cara memasang bahan akustik di plafon dan dinding sehingga suara bising yang dihasilkan oleh mesin dapat diserap oleh plafon dan dinding akustik. 
  3. Remote control. Pengendalian kebisingan dilakukan dengan cara pengoperasian alat atau mesin yang ditempatkan dalam operation room, dimana mesin tersebut ditempatkan pada lokasi yang lebih tinggi serta dilengkapi dengan dinding akustik dan kaca lebar sehingga pengamatan mesin hanya dilakukan pada saat operator turun ke lokasi untuk perawatan. 

c. Administratif 

Pengendalian ini dilakukan dengan mengurangi waktu pemajanan terhadap pekerja dengan cara pengaturan waktu kerja dan istirahat, sehingga waktu kerja dari pekerja masih berada dalam batas aman. Yang dimaksud dengan pengaturan waktu kerja dan istirahat adalah jika pekerja sudah berada di lingkungan kerja yang bising sesuai dengan batas waktu yang diperbolehkan, maka pekerja harus istirahat meninggalkan tempat kerja selama beberapa menit dan kembali lagi ke tempat kerja untuk bekerja. Pengendalian administratif lainnya dilakukan dengan cara mengatur jadwal kerja, rotasi kerja dan membuat peraturan perundangan dari setiap langkah operasional maintenance yang mengikuti Standar Operation Procedure (SOP) sesuai dengan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

d. Proteksi dengan sumbat telinga atau tutup telinga 

Pengendalian dengan pemberian dan kewajiban pekerja dalam pemakaian alat pelindung telinga merupakan alternatif terakhir yang harus dilakukan jika urutan hierarki pengendalian bahaya tidak bisa berjalan. Alat pelindung telinga yang digunakan dalam pengendalian kebisingan berupa earplug ataupun earmuff. Beberapa alat proteksi dan perlindungan diri terhadap kebisingan antara lain yaitu: 

  1. Sumbat telinga (ear plug). Sumbat telinga terbuat dari bahan karet atau plastik yang lentur dengan bentuk yang sedemikian rupa jenisnya sehingga sumbat telinga dapat dimasukkan ke dalam lubang telinga. 
  2. Tutup telinga (ear muff). Tutup telinga dibuat dengan berbagai bentuk yang dapat menutup telinga dengan penghubung berupa head set berfungsi sebagai pengencang. Dengan menggunakan tutup telinga, kebisingan dapat dikurangi sampai tingkat kebisingan 25 dBA. 

Daftar Pustaka

  • Sucipto, CD. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
  • Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Harrianto, Ridwan. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC.
  • Marisdayana, R. 2016. Hubungan Intensitas Paparan Bising dan Masa Kerja dengan Gangguan Pendengaran Pada Karyawan PT. X. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia.
  • Aperti, A. 2018. Perancangan Enclosure Untuk Mereduksi Kebisingan di Unit Steam Turbine Blok I–Pltgu PT. X. Jurnal Teknologia.
  • Tambunan. 2005. Kebisingan di Tempat Kerja (Occupational Noise). Yogyakarta: Andi.
  • Gabriel. 1996. Fisika Kedokteran. Bali: Udayana Press.
  • Babba, J. 2007. Hubungan Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah. Semarang: Universitas Diponegoro.
  • Fredianta, D., Huda, L. N., & Ginting, E. 2013. Analisis Tingkat Kebisingan untuk Mereduksi Dosis Paparan Bising di PT.XYZ. Jurnal Teknik Industri USU.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Kebisingan (Jenis, Sumber, Pengukuran dan Pengendalian). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2022/07/kebisingan.html