Kemampuan Berpikir Geometris Van Hiele
Berpikir adalah kegiatan memproses atau mencermati suatu bahan berupa informasi, pertanyaan/masalah atau hal lain, di dalam kepala, dalam rangka untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. Tujuan tertentu yang dicapai dapat berupa pemahaman tentang informasi yang dihadapi, jawaban atau pemecahan atas pertanyaan atau masalah yang dihadapi, atau kesimpulan tentang apa yang dihadapi.
Berpikir geometris adalah kemampuan seseorang dalam memproses atau mencermati sifat-sifat geometri, yaitu titik, garis, sudut, bidang, dan ruang serta penggambaran dan keterkaitannya di dalam pikiran. Membangun konsep geometri pada anak dimulai dengan mengidentifikasi bentuk-bentuk, menyelidiki bangunan dan memisahkan gambar-gambar biasa, seperti segi empat, lingkaran, dan segitiga, serta belajar konsep letak, seperti di bawah, di atas, kanan, dan kiri.
Kemampuan berpikir geometri adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk melakukan proses mentransformasikan informasi geometri dalam memori, untuk membentuk konsep, pemecahan masalah, bernalar, membuat kesimpulan dan mampu menghubungkan ide-ide geometri.
Salah satu teori populer dalam pembelajaran geometri adalah teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof pada tahun 1957. Di dalam teori van Hiele diuraikan lima tingkatan dalam belajar geometri, dimulai dari tingkatan yang paling dasar yaitu tingkat visualisasi dan akan terus meningkat ke tingkat yang paling maju yaitu ketepatan.
Pengertian Geometri
Berikut definisi dan pengertian geometri dari beberapa sumber buku dan referensi:
- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), geometri adalah cabang matematika yang menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang.
- Menurut Suyanto (2005), geometri adalah pengenalan bentuk luas, volume, dan area. Konsep geometri berkaitan dengan ide-ide dasar yang selalu berkaitan dengan titik, garis, bidang, permukaan, dan ruang.
- Menurut Prihandoko (2006), geometri adalah salah satu sistem dalam matematika yang diawali oleh sebuah konsep pangkal, yakni titik. Titik kemudian digunakan untuk membentuk garis dan garis akan menyusun sebuah bidang. Pada bidang akan dapat mengonstruksi macam-macam bangun datar dan segi banyak. Segi banyak kemudian dapat dipergunakan untuk menyusun bangun-bangun ruang.
Tingkatan Berpikir Van Hiele
Menurut Tarigan (2006), terdapat lima level atau tingkat pemikiran geometri berdasarkan teori Van Hiele, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Pengenalan
Pada tahap ini peserta didik hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. Seandainya kita hadapkan dengan sejumlah bangun-bangun geometri, anak dapat memilih dan menunjukkan bentuk segitiga. Pada tahap pengenalan anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya itu. Sehingga bila kita ajukan pertanyaan seperti apakah pada sebuah persegi panjang, sisi-sisi yang berhadapan panjangnya sama? apakah pada suatu persegi panjang kedua diagonalnya sama panjang? Untuk hal ini, peserta didik tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus memahami betul karakter anak pada tahap pengenalan, jangan sampai, anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri tersebut, karena anak akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian.
b. Tahap Analisis
Bila pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, tidak demikian pada tahap Analisis. Pada tahap ini anak sudah mengenal sifat-sifat bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Seandainya kita tanyakan apakah kubus itu balok?, maka anak pada tahap ini belum bisa menjawab pertanyaan tersebut karena anak pada tahap ini belum memahami hubungan antara balok dan kubus. Anak pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
c. Tahap Pengurutan
Pada tahap ini pemahaman peserta didik terhadap geometri lebih meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat-sifatnya, maka pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Peserta didik yang berada pada tahap ini sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya, peserta didik sudah mengetahui jajaran genjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok. Pada tahap ini peserta didik sudah mulai mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum berkembang baik. Karena masih pada tahap awal peserta didik masih belum mampu memberikan alasan yang rinci ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang itu sama, mengapa kedua diagonal pada persegi saling tegak lurus.
d. Tahap Deduksi
Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan, membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif. Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut dalam jajar genjang adalah 360° secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajaran genjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi mungkin saja dapat keliru dalam mengukur sudut-sudut jajaran genjang tersebut.
e. Tahap Keakuratan
Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali anak yang sampai pada tahap berpikir ini sekalipun anak tersebut sudah berada di tingkat SMA.
Langkah Pembelajaran Geometri Teori Belajar Van Hiele
Menurut Huda (2014), langkah-langkah pembelajaran geometri berdasarkan teori Van Hiele adalah sebagai berikut:
a. Tahap 1: Informasi
Pada tahap ini, konsep-konsep baru geometri diperkenalkan melalui interaksi antara guru dan siswa. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa, pertanyaan yang diajukan diharapkan akan mendorong siswa untuk meneliti dan mengamati tentang perbedaan dan kesamaan objek. Tujuan kegiatan ini antara lain digunakan untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan awal siswa untuk materi yang akan dipelajari dan dapat mengarahkan siswa pada pembelajaran selanjutnya.
b. Tahap 2: Orientasi terarah
Pada tahap ini guru mengarahkan siswa untuk meneliti karakteristik khusus dari objek-objek yang dipelajari. Tujuan pembelajaran pada tahap ini adalah agar 1) Siswa secara aktif melakukan kegiatan eksplorasi objek-objek (seperti mengukur, melipat) untuk menentukan hubungan-hubungan sifat-sifat dari bentuk-bentuk bangun, 2) Mengarahkan siswa dan membimbingnya dalam kegiatan eksplorasi sehingga mendapatkan hubungan sifat-sifat dari bentuk geometri.
c. Tahap 3: Penjelasan
Pada tahap ini guru memberikan kesempatan pada siswa untuk membagi pengelamannya tentang bangun datar yang diamati dengan menggunakan bahasa sendiri. Pada fase ini siswa diberikan peluang untuk menguraikan pengelamannya, mengeksperesikan dan mengubah pengetahuan intuitif mereka yang tidak sesuai dengan struktur bangun yang diamati. Peran guru pada tahap ini adalah mengarahkan siswa ke tahap pemahaman pada objek-objek, ide-ide geometri, hubungan, pola-pola dan sebagainya melalui diskusi antar siswa dengan menggunakan bahasa sendiri.
d. Tahap 4: Orientasi Bebas
Pada tahap ini siswa mendapatkan tugas-tugas dalam bentuk pemecahan masalah, dimana mereka diarahkan agar dapat menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri dalam berbagai cara. Tahap ini bertujuan agar siswa memperoleh pengelaman menyelesaikan permasalahan dengan strategi sendiri. Guru berperan memfasilitasi soal-soal geometri yang memungkinkan siswa untuk menyelesaikan permasalahan.
e. Tahap 5: Integrasi
Pada tahap ini siswa direncanakan untuk membuat review dan ringkasan dari apa yang dipelajarinya. Dalam hal ini guru berperan mendorong siswa untuk membuat ringkasan dan mengkonsolidasikan hasil pengamatan maupun penemuan mereka yang telah didiskusikan dan mengklarifikasi pengetahuan mereka.
Karakteristik Teori Belajar Van Hiele
Menurut Aisyah (2007), agar proses pembelajaran geometri menggunakan teori belajar Van Hiele dapat berjalan dengan baik, terdapat beberapa karakteristik yang perlu diketahui, yaitu sebagai berikut:
- Rangkaian urutan (Sequential). Memperhatikan tahap berpikir geometri siswa yang harus maju dari satu tahap ke tahap berikutnya, maka para pengajar dapat menyusun langkah pembelajaran sesuai dengan tahap berpikir geometri siswa.
- Pengembangan (Advancement). Kemajuan tahap berpikir geometri siswa dari satu tahap ke tahap berikutnya, sangat bergantung pada hasil pembelajaran dengan lima fase pembelajaran van Hiele, bukan tergantung pada usia. Tidak ada metode pembelajaran yang memperbolehkan siswa untuk melompati tahapan berikutnya tanpa melalui tahapan sebelumnya.
- Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik (Intrinsic and Extrinsic). Objek dan sifat-sifat berikutnya yang dipahami pada satu tahap menjadi obyek pada tahap berikutnya. Pada tahap pengenalan (visualisasi) hanya sosok bentuk yang dipahami. Sosok bentuk tersebut dipertimbangkan oleh sifat-sifatnya tetapi tidak kepada tahap analisis, sosok bentuk tersebut dianalisis sehingga tiap komponen dan sifat-sifatnya ditemukan pada tahap berikutnya.
- Kebahasaan (Linguistics). Setiap tahap berpikir geometri mempunyai lambang dan bahasa masing-masing, mempunyai sistem hubungan antar lambang itu. Hubungan yang benar pada satu tahap, mungkin dimodifikasi pada tahap yang lain. Sebagai contoh, sebuah persegi adalah juga persegi panjang (dan juga merupakan jajar genjang).
- Ketaksepadanan (Mismatch). Jika siswa berada pada satu tahap berpikir geometri tertentu dan pembelajaran pada tahap yang lain, minat dan kemajuan belajar mungkin tidak akan terjadi. Secara khusus terutama jika guru, bahan ajar, kosakata, dll berada pada tahap yang lebih tinggi dari pembelajaran, maka siswa tidak akan mengikuti tahap berpikir yang sedang digunakan.
Daftar Pustaka
- Prihandoko, A.C. 2006. Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
- Suyanto, Slamet. 2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
- Tarigan, Daitin. 2006. Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Departemen Pendidikan
- Nasional
- Aisyah. 2007. Pendidikan Matematika di SD. Jakarta: Depdiknas.
- Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.