Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Sekolah Luar Biasa (SLB) - Pengertian, Sistem Pendidikan dan Jenis

Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah lembaga pendidikan yang merupakan bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional yang secara khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental sosial, tetapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Sekolah Luar Biasa (SLB) - Pengertian, Sistem Pendidikan dan Jenis

Sekolah luar biasa merupakan bagian dari lembaga pendidikan yang mampu mewadahi dan menyelenggarakan pendidikan secara khusus untuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus pula. Sekolah Luar Biasa menyelenggarakan pendidikan untuk peserta didik dengan kebutuhan khusus seperti tunanetra, tunarungu dan tunawicara, tunadaksa, tunalaras, tunaganda dan anak ter belakangan.

Pendidikan luar biasa berarti pembelajaran yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan fisik. pendidikan luar biasa adalah program pembelajaran yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa. Mungkin mereka memerlukan penggunaan bahan-bahan, peralatan, layanan, dan/atau strategi mengajar yang khusus.

Pengertian Sekolah Luar Biasa (SLB) 

Berikut definisi dan pengertian sekolah khusus atau Sekolah Luar Biasa (SLB), dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Suparno (2007), Sekolah Luar Biasa adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental sosial, tetapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 
  • Menurut Mangunsong (1998), Sekolah Luar Biasa adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional yang secara khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau kelainan perilaku.
  • Menurut Undang-undang RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengertian Sekolah Luar Biasa adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak tuna atau cacat. Negara kita telah memiliki Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra, tunarungu dan tunawicara, tunadaksa, tunalaras, tunaganda dan anak ter belakangan.

Sistem Pendidikan Sekolah Luar Biasa 

Menurut Santoso (2012), terdapat dua jenis sistem pendidikan di Sekolah Luar Biasa, yaitu sebagai berikut:

a. Sistem Pendidikan Segregasi 

Sistem pendidikan dimana anak berkelainan terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Penyelenggaraan sistem pendidikan segregasi dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal.

Keuntungan sistem pendidikan segregasi, yaitu: 

  1. Rasa ketenangan pada anak luar biasa.
  2. Komunikasi yang mudah dan lancar. 
  3. Metode pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak. 
  4. Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa.
  5. Sarana dan prasarana yang sesuai.

Kelemahan sistem pendidikan segregasi, yaitu: 

  1. Sosialisasi terbatas. 
  2. Penyelenggaraan pendidikan yang relatif mahal.

b. Sistem Pendidikan Integrasi 

Sistem pendidikan luar biasa yang bertujuan memberikan pendidikan yang memungkinkan anak luar biasa memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama dengan siswa normal agar dapat mengembangkan diri secara optimal.

Keuntungan sistem integrasi, sebagai berikut: 

  1. Merasa diakui haknya dengan anak normal terutama dalam memperoleh pendidikan. 
  2. Dapat mengembangkan bakat, minat dan kemampuan secara optimal. 
  3. Lebih banyak mengenal kehidupan orang normal. 
  4. Mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
  5. Harga diri anak luar biasa meningkat.

Jenis-jenis Sekolah Luar Biasa 

Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat disandingkan dengan anak-anak lainnya. Menurut Pratiwi dan Murtiningsih (2013), terdapat beberapa jenis sekolah luar biasa berdasarkan kebutuhan khusus anak, yaitu sebagai berikut:

a. Golongan A (Tunanetra) 

Tunanetra adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60. Pengertian tunanetra adalah tidak dapat melihat, namun pada umumnya orang mengira tunanetra identik dengan buta. Tunanetra dapat diklarifikasikan ke dalam beberapa kategori, yaitu; tunanetra sebelum dan sejak lahir, tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil, tunanetra pada usia sekolah atau masa remaja, tunanetra pada usia dewasa atau lanjut usia, dan tunanetra akibat bawaan.

b. Golongan B (Tunarungu) 

Tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat pendengaran yang bervariasi. seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB ISO atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti atau menangkap serta memahami pembicaraan orang lain. Sedangkan seorang dikatakan kurang dengar (Hard of Hearing) bila kehilangan pendengaran pada 35 dB ISO sehingga ia mengalami kesulitan memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa maupun dengan alat bantu dengar.

c. Golongan C (Tunagrahita) 

Tunagrahita adalah keadaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Retardasi mental adalah kondisi sebelum usia 18 tahun yang ditandai dengan lemahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Ciri utama retardasi mental adalah lemahnya fungsi intelektual. Selain intelegensinya rendah anak retardasi mental juga sulit menyesuaikan diri dan berkembang. Sebelum muncul tes formal untuk menilai kecerdasan, orang retardasi mental di anggap sebagai orang yang tidak dapat menguasai keahlian yang sesuai dengan umurnya dan tidak merawat dirinya sendiri.

d. Golongan D (Tunadaksa) 

Anak tunadaksa adalah Anak yang mengalami cacat tubuh, anggota gerak tubuh tidak lengkap, bentuk anggota tubuh dan tulang belakang tidak normal, kemampuan gerak sendi terbatas, ada hambatan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari hari.

e. Golongan E (Tunalaras) 

Anak tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari 5 (lima) komponen berikut ini, yaitu; tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan, tidak bisa berhubungan baik dengan teman-teman dan guru, bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya. Secara umum mereka selalu dalam keadaan tidak gembira atau depresi dan bertendensi ke arah simtom fisik seperti merasa sakit atau ketakutan yang berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah.

f. Golongan F (Tunawicara) 

Anak tunawicara adalah individu yang mengalami kesulitan berbicara dikarenakan tidak berfungsinya alat-alat organ tubuh seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara. Tunawicara juga sering disebut bisu, biasanya tunawicara diikuti dengan tunarungu dimana fungsi pendengarannya juga tidak dapat berfungsi.

g. Golongan G (Tunaganda) 

Anak Tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius, sehingga anak tunaganda tidak hanya dapat di atas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja. Departemen pendidikan Amerika Serikat pada tahun 1988 memberikan pengertian anak-anak yang tergolong tunaganda adalah anak-anak yang mempunyai masalah-masalah jasmani, mental atau emosional yang sangat berat atau kombinasi dari beberapa masalah tersebut.

h. Golongan H (HIV & AIDS) 

Anak yang menginap penyakit HIV & AIDS bukan dikarenakan pergaulan bebas saja, tapi bisa jadi dikarenakan orang tuanya yang menginap penyakit ini terlebih dahulu.

i. Golongan I (Gifted) 

Anak yang tergolong berpotensi memiliki kepintaran di atas rata-rata anak pada umumnya, memiliki kecerdasan di atas (IQ lebih dari 125).

j. Golongan J (Talented) 

Anak yang berpotensi memiliki bakat istimewa, biasanya hanya memiliki satu bakat istimewa seperti Multiple Intelligences Language, Logicomathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Natural Spiritual.

k. Golongan K (Kesulitan Belajar) 

Anak yang tergolong mengalami Hyperactive, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasis/bicara, Dyspraxia/Motorik sehingga mengalami kesulitan di dalam pembelajaran di sekolah atau di lingkungan sosial.

l. Golongan L (Lambat Belajar) 

Anak yang tergolong memiliki IQ = 70 sampai 90 sehingga mengalami proses yang lambat dalam memahami atau menangkap pelajaran.

m. Golongan M (Autis) 

Anak autisme merupakan kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita dengan gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar. Merupakan gangguan perkembangan yang kompleks mempengaruhi perilaku dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain.

n. Golongan N (Korban Penyalahgunaan Narkoba) 

Anak yang mengalami depresi, masalah pribadi atau karena faktor-faktor sekitar yang mendorong anak menggunakan narkoba, sehingga anak terpaksa direhab untuk memulihkan kondisi mental dan kesehatan.

o. Golongan O (Indigo) 

Anak indigo adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan anak yang diyakini memiliki kemampuan atau sifat spesial, tidak biasa dan bahkan supernatural.

Daftar Pustaka

  • Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
  • Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta: LPSP3 UI.
  • Santoso, Hargio. 2012. Cara memahami & mendidik Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
  • Pratiwi, R.P., dan Murtiningsih, Afin. 2013. Kiat Sukses Mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Sekolah Luar Biasa (SLB) - Pengertian, Sistem Pendidikan dan Jenis. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2022/09/blog-post_07.html