Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

City Branding

City branding adalah sebuah strategi manajemen citra kota sebagai tujuan destinasi dengan menciptakan atau membuat identitas tersendiri bagi wilayahnya agar dikenal oleh target pasar (investor, tourist, talent, event) melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural, dan peraturan pemerintah.

City Branding

City branding merupakan suatu cara atau strategi yang dijalankan suatu kota tertentu untuk memperkenalkan, mempromosikan ataupun memasarkan kotanya kepada publik. City branding merupakan sarana untuk mencapai keunggulan kompetitif dalam rangka meningkatkan investasi dari pariwisata, dan juga sebagai pencapaian pembangunan masyarakat.

City branding juga diartikan sebagai strategi sebuah kota atau daerah yang digunakan untuk mengungkap sebuah identitas kota, melalui keunggulan dan keunikan yang dimiliki oleh kota atau daerah tersebut. City branding dijalankan melalui tiga tahapan komunikasi, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Komunikasi primer mengacu pada kesan dari seluruh aspek yang dimiliki sebuah Kota. Komunikasi primer terdiri dari landscape, infrastructure, behavior, dan structure. Komunikasi sekunder mengacu pada komunikasi formal yang intens dilakukan oleh komunikator seperti, adverstising, publik relations, desain grafis, serta pembuatan logo.

City branding adalah bagian dari aktivitas pemasaran untuk memperkenalkan daerahnya dalam skala global dengan tujuan mempengaruhi wisatawan untuk berkunjung di suatu daerah. City branding merupakan upaya membangun sebuah kota dengan menggunakan teknik pemasaran untuk menemukan identitas dan positioning yang kuat agar dapat bersaing yang bertujuan menarik investor, penduduk, sumber daya yang baik, wisatawan yang dikomunikasikan melalui berbagai cara kepada pihak internal dan eksternal.

Pengertian City Branding 

Berikut definisi dan pengertian city branding dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Moilanen, dkk (2009), city branding adalah manajemen citra suatu destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural, dan peraturan pemerintah.
  • Menurut Aaker (2004), city branding adalah pendekatan yang berpusat pada konseptual dari suatu Kota sebagai Brand, dan Brand merupakan konstrul multidimensional, yang terdiri dari elemen fungsional, emosional, relasional, dan strategis yang memunculkan seperangkat asosiasi unik dalam bentuk publik. 
  • Menurut Anholt (2006), city branding adalah upaya pemerintah kota untuk menciptakan ataupun membuat identitas tersendiri bagi wilayahnya, dimana adanya identitas yang dimiliki oleh suatu kota disini digunakan untuk mempromosikan kota kepada public ataupun khalayak umum. 
  • Menurut Gustiawan (2011), city branding adalah sebuah strategi dari suatu negara atau kota sebagai positioning yang kuat dalam target pasar mereka, seperti halnya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga suatu negara dan kota/daerah tersebut akan dikenal secara luas di seluruh dunia. 
  • Menurut Putra (2015), city branding adalah sebuah proses pembentukan merek kota atau suatu daerah agar dikenal oleh target pasar (investor, tourist, talent, event) kota tersebut dengan menggunakan ikon, slogan, ekshibisi, serta positioning yang baik, dalam berbagai bentuk media promosi.

Tujuan City Branding 

City branding yang berkembang pada sebuah kota dengan sendirinya akan membangun identitas kota. Identitas tersebut tentunya akan mencerminkan potensi kota dan upaya yang sedang dibentuk dalam pembangunan citra kota tersebut. Menurut Sugiarsono (2009), tujuan, manfaat dan keuntungan sebuah kota dalam menerapkan city branding antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Memperkenalkan kota/daerah lebih dalam. Penerapan city branding suatu kota akan memperkenalkan dirinya lebih dalam karena pihak eksternal harus mengetahui keberadaan suatu kota yang kemudian terdapat peningkatan kunjungan di suatu kota tersebut. 
  2. Memperbaiki citra. Citra suatu kota yang sudah dinilai buruk oleh pengunjung maupun penduduk kota sendiri, cukup sulit suatu kota memiliki daya tarik bagi pihak yang berkepentingan, namun salah satu strategi mengembalikan citra positif kota yaitu dengan city branding yang diimbangi dengan implementasi komprehensif, maka akan meningkatkan daya tarik kota sebagai tujuan para pemangku kepentingan. 
  3. Menarik wisatawan asing dan domestik. Penerapan city branding yang tepat dapat menarik pemangku kepentingan eksternal kota termasuk wisatawan domestik maupun wisatawan asing, hal ini dikarenakan wisatawan memandang merek merupakan pembeda satu dengan yang lainnya sehingga akan memilih suatu tempat dengan keunikan atau ciri khas yang tidak dimiliki kota lain. 
  4. Menarik minat investor untuk berinvestasi. Tujuan lain dari city branding untuk mendapatkan investasi guna meningkatkan pengembangan kota baik itu dari sektor ekonomi, sosial atau yang lainnya. 
  5. Meningkatkan perdagangan. Melalui penerapan city brand suatu kota akan dikenal luas oleh masyarakat baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri. Maka akan tercipta suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak eksternal kota maupun pihak internal kota yang menyebabkan terjadinya peningkatan perdagangan.

Syarat-syarat City Branding 

Layaknya suatu produk untuk membentuk brand yang kuat, sebuah kota perlu terlebih dahulu menentukan positioning yang ingin dibentuk. Positioning yang tepat sasaran dan didukung dengan diferensiasi yang solid akan kuat pula. Menurut Van Gelder (2003), terdapat beberapa syarat dalam pembentukan city branding, yaitu sebagai berikut: 

  1. City brand harus menunjukkan kondisi kualitas dari kota atau daerah yang sebenarnya bukan cita-cita atau visi semata yang ingin dicapai, tetapi adalah kenyataan yang sebenarnya yang menggambarkan kondisi kota tersebut. City brand juga bukan pula semata-mata suatu janji, tetapi adalah janji yang ditepati ketika orang tinggal, hidup dan menetap atau sekedar berkunjung di suatu kota.
  2. City brand harus mudah diucapkan, dikenal, diingat, dijiwai, dihayati dan dipahami oleh tidak hanya penduduk kota, tetapi juga bagi setiap orang yang melihat, membaca dan mendengarnya. 
  3. City brand harus dapat mudah terbedakan, oleh karena itu harus spesifik dan khas. 
  4. City brand harus mudah diterjemahkan dalam bahasa asing, khususnya bahasa Inggris harus menggambarkan pengertian yang sama dan identik, sehingga tidak membingungkan orang yang mengetahuinya. 
  5. City brand harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum.

Aspek-aspek City Branding 

Menurut Yuli (2011), terdapat beberapa aspek yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan city branding, yaitu sebagai berikut:

a. Attributes 

City branding mampu menggambarkan sebuah karakter, daya tarik, gaya dan personalitas kota. Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa atribut sebagai tanda pelengkap sebuah benda, sama hal nya seperti kota. Kota harus memiliki gambar sebuah karakter atau ciri yang dimiliknya.

b. Messages 

Menggambarkan sebuah cerita secara pintar, menyenangkan dan mudah atau selalu diingat. City branding tidak hanya sebuah slogan atau logo, tetapi juga harus memiliki makna dan arti dari sebuah logo dan slogannya.

c. Differentiation 

Memberikan kesan unik dan berbeda dari kota-kota yang lain. City branding dibuat unik dan memiliki makna sesuai potensi yang dimilikinya. Ciri apa yang berbeda dengan kota lain dan membuat orang ingin datang dan melihat keunikan yang dimilikinya.

d. Ambassadorship 

Menginspirasi orang untuk datang dan ingin tinggal di kota tersebut. Sebuah kota yang mempunyai kriteria ambassadorship menggambarkan kota yang baik sehingga sangat menarik bagi semua orang untuk ingin datang dan tinggal di kota tersebut.

e. Layaknya suatu produk untuk membentuk brand yang kuat 

Sebuah kota perlu terlebih dahulu menentukan positioning yang ingin dibentuk. Positioning yang tepat sasaran dan didukung dengan diferensiasi yang solid akan kuat pula. Ekonomi dan budaya masyarakat menjadi hal yang penting bagi penduduk suatu kota. Sedangkan bagi seorang investor, selain kedua hal tersebut, regulasi pemerintah menjadi kriteria penting dari suatu kota. Berbeda dengan kriteria yang dinilai oleh wisatawan. Mereka hanya melihat sisi budaya masyarakat dan lingkungan.

Strategi City Branding 

Keberhasilan branding suatu kota dapat dilihat dari promosi wisata, budaya, brandbrand yang dipasarkan keluar negara, kebijakan, masyarakat dan investasi. Menurut Simon Anholt (2006), terdapat enam kriteria untuk mengukur efektivitas city branding yang dikenal dengan istilah City Branding Hexagon, yaitu sebagai berikut:

a. Keakraban (Presence) 

Mengukur status Internasional dari sebuah kota di dunia, yang terdiri atas keakraban global (popularitas) dan pengetahuan tentang kota (profil) tersebut. Hal ini mengukur kontribusi global kota dalam ilmu pengetahuan, budaya dan pemerintahan.

b. Potensi (Potential) 

Mengukur persepsi peluang ekonomi dan pendidikan yang berada dalam kota tersebut, seperti bagaimana mudahnya untuk mencari pekerjaan, baik tempat untuk melakukan bisnis atau mengejar pendidikan yang lebih tinggi.

c. Tempat (Place) 

Mengukur persepsi masyarakat tentang aspek fisik dari masing-masing kota seperti iklim, kebersihan lingkungan dan bagaimana keunikan bangunan dan taman yang ada.

d. Orang/Masyarakat Penduduk (People) 

Mengukur kenyamanan berada di tengah masyarakat sebuah penduduk kota. Parameter yang digunakan adalah sikap dari penduduk yang ada seperti sambutan yang hangat terhadap wisatawan atau pengunjung serta kemudahan untuk masuk dalam sebuah komunitas yang berada dalam masyarakat tersebut.

e. Daya Tarik (Pulse) 

Mengukur persepsi bahwa sebuah kota memiliki daya tarik tertentu, daya tarik tersebut mampu menarik pengunjung untuk mencoba hal-hal baru yang berada di dalam suatu kota tersebut. Sebuah kota dianggap menarik untuk dikunjungi maupun ditinggali karena berkaitan dengan hal-hal baru yang tidak dimiliki kota lain.

Indikator City Branding 

Menurut Dinnie (2011), strategi city branding dapat dilihat dari empat indikator yaitu: identity (identitas), objective (penentuan tujuan), communication (komunikasi) dan coherence. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Identity (identitas) 

Identitas merupakan salah satu hal yang penting dalam city branding, karena identitas merupakan hal yang perlu diangkat untuk menjadi bahan penyusunan city branding, adanya suatu identitas yang dimiliki oleh suatu kota akan dapat memunculkan keunggulan kompetitif pada suatu kota. Suatu kota untuk memunculkan keunggulan kompetitifnya perlu membangun identitas yang dimilikinya. Untuk membangun suatu identitas pada kota terdapat beberapa komponen, yaitu:

  1. Komponen Strategi. Komponen strategi merupakan sebuah komponen untuk mengetahui dan melihat apa dan dimana suatu tempat (sebuah kota) dipersepsikan oleh pemangku kepentingan. Artinya disini dapat diketahui bahwa komponen strategi merupakan sebuah dasar ataupun pijakan bagi suatu tempat ataupun kota bagaimana ke depannya diarahkan oleh pemangku kepentingan. 
  2. Komponen Substansi. Komponen substansi merupakan bentuk eksekusi dari strategi yang dipilih. Artinya pada komponen substansi ini merupakan tindak lanjut dari komponen strategi yang telah ditetapkan oleh suatu Kota. Bentuk dari eksekusi dari strategi yang dipilih dapat berupa menjalankan suatu kegiatan, inovasi, peraturan/kebijakan, reformasi yang mempunyai kaitan dengan identitas untuk branding suatu Kota.

b. Communication (Komunikasi) 

Komunikasi pada city branding merupakan proses penyampaian city branding kepada khalayak umum. Pada proses komunikasi, berinteraksi dengan pihak yang berkepentingan dengan sebuah kota. Komunikasi yang dilakukan bukan hanya one way communication, tetapi semua bentuk baik online maupun offline communication. Komunikasi city branding terdiri dari tiga jenis, yaitu:

  1. Komunikasi primer. Komunikasi primer merupakan sebuah komunikasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang ada dalam kota untuk membangun sebuah citra yang ditampilkan pada city branding, dimana komunikasi primer hanya berfokus pada tampilan kota (landscape).
  2. Komunikasi sekunder. Komunikasi sekunder merupakan sebuah komunikasi yang dilakukan secara formal, dimana komunikasi sekunder ini dilakukan terencana melalui berbagai media. 
  3. Komunikasi tersier. Komunikasi tersier merupakan komunikasi yang terjadi dan menimbulkan pertukaran pesan yang tidak terkontrol bentuk komunikasi tersier contohnya adalah laporan media ataupun pesan dari mulut ke mulut.

c. Objective (Penentuan Tujuan)

Pada indikator penentuan tujuan membahas mengenai tujuan dari adanya city branding yang dilaksanakan oleh suatu kota. Keberadaan city branding yang dilakukan suatu kota memiliki tujuan-tujuan yang berbeda-beda, yang mana tujuan pelaksanaan city branding didasarkan pada kepentingan suatu Kota. Pada umumnya tujuan dari adanya city branding adalah untuk Menarik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara untuk berkunjung pada suatu kota. Selain itu tujuan city branding ini ini erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, karena pada dasarnya city branding suatu kota yang kuat akan dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang kuat. 

d. Coherence 

Coherence pada city branding merupakan proses implementasi yang memastikan apapun bentuk program dari suatu kota terintegrasi, konsisten dan menyampaikan pesan yang sama dengan apa yang ada dalam city branding.

Daftar Pustaka

  • Moilanen, T., dan Rainisto. 2009. How to Brand Nations, Cities and Destinations, A Planning Book for Place Branding. USA: Palgrave Maemillan.
  • Aaker, D. 2004. Managing Brand Equity Capitalizing On The Value Of Brand Name. New York: The Free Press.
  • Anholt, Simon. 2006. The Anholt - GMI City Brands Index. How the world sees theworld’s cities. Place Branding, Vol.2, No.1.
  • Gustiawan, Willson. 2011. City Branding untuk Bukittinggi. Jurnal Politeknik Negeri Universitas Andalas Padang.
  • Putra, Hendra Setia. 2015. Pengaruh Event Marketing terhadap City Branding Kota Bandung. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
  • Sugiarsono, Joko. 2009. City Branding Bukan Sekedar membuat Logo dan Slogan. Jakarta: Majalah SWA.
  • Van Gelder, Sicco. 2003. Global Brand Strategy - Unlocking Brand Potential Across Countries, Cultures & Markets. London: Pentonville Road.
  • Yuli, A. 2011. City Branding sebagai Strategi Pengembangan Pariwisata ditinjau dari Aspek Hukum Merek (Study Kasus City Branding Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Daerah Tujuan Wisata Unggulan di Indonesia). Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTI
  • Dinnie, Keith. 2011. City Branding: Theory and Cases. London: Palgrave Macmillan.

PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). City Branding. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2022/09/city-branding.html