Konseling Keluarga
Konseling keluarga adalah suatu metode dan proses interaktif dalam upaya memberi bantuan kepada individu anggota dalam memecahkan masalah melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga), agar potensinya berkembang se optimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.
Konseling keluarga merupakan bentuk konseling yang melibatkan bagian dari keluarga. Berbeda dengan konseling individual yang lebih menekankan pada permasalahan klien, sehingga memandang klien sebagai pribadi yang otonom, maka konseling keluarga menekankan permasalahan klien sebagai masalah sistem yang ada dalam keluarga, sehingga memandang klien sebagai bagian dari kelompok tunggal atau satu kesatuan dengan keluarganya.
Pengertian lain menyebutkan bahwa konseling keluarga adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan konselor yang berkaitan dengan permasalahan keluarga yang dialami anggota keluarga, sehingga klien atau individu tersebut mampu melakukan perencanaan, menentukan langkah positif, menyesuaikan diri serta mengembangkan potensinya dan menghasilkan perubahan diri yang positif (lebih baik) serta mampu menjadi keluarga yang harmonis.
Pengertian Konseling Keluarga
Berikut definisi dan pengertian konseling keluarga dari beberapa sumber buku dan referensi:
- Menurut Latipun (2008), konseling keluarga adalah metode yang dirancang dan difokuskan pada masalah-masalah keluarga dalam usaha untuk membantu memecahkan masalah pribadi klien.
- Menurut Ismaya (2015), konseling keluarga adalah suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagian.
- Menurut Willis (2009), konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat di atasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.
- Menurut Kamus Bimbingan dan Konseling (1997), konseling keluarga adalah konseling yang berkenaan dengan masalah-masalah keluarga (ayah, ibu, anak), peranan dan tanggungjawab masing-masing anggota keluarga.
Tujuan Konseling Keluarga
Menurut Latipun (2008), konseling keluarga bertujuan untuk membantu klien (anggota keluarga) untuk mencapai individualitas, menjadi dirinya sebagai hal yang berbeda dari sistem keluarga. Tujuan ini relevan dengan pandangannya tentang masalah keluarga yang berkaitan dengan kehilangan kebebasan anggota keluarga akibat dari peraturan dan kekuasaan keluarga.
Menurut Laela (2017), tujuan umum dan tujuan khusus dari konseling keluarga adalah sebagai berikut:
a. Tujuan umum
- Membantu, anggota keluarga untuk belajar menghargai secara emosional bahwa dinamika keluarga adalah kait-mengait diantara anggota keluarga.
- Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta, jika satu anggota keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada persepsi, ekspektasi dan interaksi anggota-anggota lain.
- Agar tercapai keseimbangan yang akan membuat pertumbuhan dan peningkatan setiap anggota.
- Untuk megembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh dari hubungan parental.
b. Tujuan khusus
- Untuk meningkatkan toleransi dan dorongan anggota-anggota keluarga terhadap cara-cara yang istimewa (idiocyncratic ways) atau keunggulan-keunggulan anggota lain.
- Mengembangkan toleransi terhadap anggotaanggota keluarga yang mengalami frustasi/kecewa, konflik dan rasa sedih yang terjadi karena factor system keluarga atau diluar system keluarga.
- Mengembangkan motif dan potensi-potensi, setiap anggota keluarga dengan cara mendorong (men-support), memberi semangat, dan mengingatkan anggota tersebut.
- Mengembangkan keberhasilan persepsi diri orang tua secara realistik dan sesuai dengan anggota-anggota lain.
Fungsi Konseling Keluarga
Konseling keluarga berfungsi untuk mengkondisikan peran agar lebih fleksibel, selain itu juga agar setiap anggota keluarga mampu mengeluarkan segala pikiran dan perasaan akan ketidak sesuaian yang dirasakan dengan anggota keluarga yang lainnya. Menurut Adz-Dzaky (2002), konseling keluarga memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut:
a. Remedial atau rehabilitatif
Secara historis konseling lebih banyak memberikan penekanan pada fungsi remedial karena sangat dipengaruhi oleh psikologi klinik dan psikiatri. Fungsi rehabilitatif berperan dalam penyesuaian diri antar anggota keluarga serta memberikan penyembuhan terhadap jiwa agar kesehatan mental tidak mengalami gangguan. Peranan remedial berfokus pada beberapa masalah, yaitu:
- Penyesuaian diri.
- Menyembuhkan masalah psikologis yang dihadapi.
- Mengembalikan kesehatan mental dan mengatasi gangguan emosional.
b. Fungsi educatif atau pengembangan
Fungsi pengembangan lebih berperan dalam mengidentifikasi permasalahan keluarga dan pemecahannya, serta dapat mengasah diri klien dengan memberikan nilai-nilai dasar dalam menyikapi permasalahan, ketegasan sikap, mengendalikan kecemasan, meningkatkan komunikasi antar pribadi dan lain sebagainya. Fungsi ini berfokus kepada masalah:
- Membantu meningkatkan ketrampilan-ketrampilan dalam kehidupan.
- Mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah hidup.
- Membantu meningkatkan kemampuan menghadapi transisi dalam kehidupan.
- Untuk keperluan jangka pendek, konseling membantu individu-individu menjelaskan nilai-nilai, menjadi lebih tegas, mengendalikan kecemasan, meningkatkan ketrampilan komunikasi antar pribadi, memutuskan arah hidup, menghadapi kesepian dan semacamnya.
c. Fungsi preventif atau pencegahan
Fungsi ini membantu individu agar dapat berupaya aktif untuk melakukan pencegahan sebelum mengalami masalah-masalah kejiwaan karena kurangnya perhatian. Upaya preventif meliputi pengembangan strategi-strategi dan program-program yang dapat digunakan untuk mencoba mengantisipasi dan mengelakkan resiko-resiko hidup yang tidak perlu terjadi. Fungsi pencegahan berperan dalam mengembangkan strategi-strategi dalam menyikapi permasalahan yang dialaminya sehingga klien lebih siap serta mampu mengantisipasi dalam menghadapi berbagai permasalahan keluarga yang akan dihadapi.
Asumsi Dasar dan Prinsip-prinsip Konseling Keluarga
Menurut Ismaya (2015), pelaksanaan konseling keluarga sebagai salah satu layanan dari seorang konselor memiliki asumsi dasar yaitu sebagai berikut:
- Terjadinya perasaan kecewa ,tertekan atau sakitnya seorang anggota keluarga bukan hanya disebabkan oleh dirinya sendiri, melainkan oleh interaksi yang tidak sehat sehingga anggota keluarga yang lain.
- Ketidaktahuan individu dalam keluarga tentang peranannya dalam menjalani kehidupan keluarga.
- Situasi hubungan suami istri dan antar keluarga lainnya.
- Penyesuaian diri yang kurang sempurna dalam sebuah keluarga sangat mempengaruhi situasi psikologis dalam keluarga.
- Konseling keluarga diharapkan mampu membantu keluarga mencapai penyesuaian diri yang tinggi diantara seluruh anggota keluarga.
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan konseling keluarga adalah sebagai berikut:
- Kedudukan setiap anggota adalah sejajar artinya tidak ada satu anggota keluarga yang lebih penting dibandingkan dengan anggota yang lain.
- Situasi saat ini merupakan penyebab masalah keluarga sehingga yang harus diubah adalah prosesnya.
- Konselor tidak perlu memperhatikan diagnostik dari permasalahan keluarga.
- Selama intervensi berlangsung, konselor harus melibatkan dirinya secara utuh sebagai bagian dalam dinamika keluarga klien.
- Konselor harus berupaya menimbulkan keberanian setiap anggota keluarga agar berani mengungkapkan pendapatnya dan dapat berinteraksi satu sama lain sehingga menjadi intra family involved.
- Relasi konselor dengan anggota keluarga bersifat sementara karena relasi yang permanen akan berdampak negatif bagi penyelesaian konseling.
- Supervisi dilakukan secara nyata.
Teknik-teknik Konseling Keluarga
Menurut Willis (2009), teknik-teknik pendekatan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan konseling keluarga adalah sebagai berikut:
a. Scluping (mematung)
Teknik scluping adalah teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga untuk menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai masalah hubungan di antara anggota-anggota di keluarga. Klien diberi izin menyatakan isi hati dan persepsinya tanpa rasa cemas. Scupling digunakan konselor untuk mengungkapkan konflik keluarga melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasaan melalui tindakan (perbuatan). Hal ini bisa dilakukan dengan the family relationship tableau yaitu anggota keluarga yang mematung tidak memberikan respon apa-apa, selama seorang anggota menyatakan perasaannya secara verbal.
b. Role playing (bermain peran)
Role playing adalah suatu teknik dengan memberikan peran tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain dikeluarga itu, misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu anak akan terlepas atau terbebas dari perasaan-perasaan penghukuman, perasaan tertekan dan lain-lain. Peran itu bisa dikembalikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya jika ia menghadapi suatu prilaku ibunya yang mungkin kurang ia sukai.
c. Silence (diam)
Apabila anggota keluarga dalam konflik dan frustrasi karena ada salah satu anggota lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang ke hadapan konselor dengan tutup mulut. Keadaan ini harus dimanfaatkan konselor untuk menunggu suatu gejala perilaku yang akan muncul menunggu munculnya pikiran baru, respon baru, atau ungkapan perasaan baru. Disamping itu diam juga digunakan dalam menghadapi klien yang cerewet, banyak omongan dan lain-lain.
d. Confrontation (konfrontasi)
Konfrontasi adalah suatu teknik yang digunakan konselor untuk mempertentangkan pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling keluarga. Tujuan agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang, dan jujur sertakan menyadari perasaan masing-masing. Contohnya respon konselor; "siapa biasanya yang banyak bicara?" konselor bertanya dalam situasi yang mungkin saling tuding.
e. Teching via Questioning
Teching via questioning adalah suatu teknik mengajar anggota keluarga dengan cara bertanya; "bagaimana kalau sekolah mu gagal?", "apakah kau senang kalau ibumu menderita?".
f. Listening (mendengarkan)
Teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota keluarga didengarkan dengan sabar sabar oleh yang lain. Konselor menggunakan teknik ini untuk mendengarkan dengan perhatian terhadap klien. Perhatian tersebut terlihat dari cara duduk konselor yang menghadapkan muka kepada klien, penuh perhatian terhadap setiap pernyataan klien, tidak menyela selagi klien bicara serius.
g. Recapitulating (mengikhtisarkan)
Teknik ini dipakai konselor untuk mengikhtiarkan pembicaraan yang bergantung pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara itu kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan fokus. Misalnya konselor mengatakan "Rupanya ibu merasa rendah diri dan tak mampu menjawab jika suami anda berkata kasar".
h. Summary (menyimpulkan)
Dalam suatu fase konseling kemungkinan konselor akan menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar konseling bisa berlanjut secara progresif.
i. Clarification (klarifikasi)
Klarifikasi yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar. Klarifikasi juga terjadi untuk memperjelas perasaan yang diungkapkan secara samar-samar. Misalnya konselor mengatakan kepada Jenny "katakan kepadanya Jenny, bukan kepada saya". Biasanya klarifikasi lebih menekankan kepada aspek makna kognitif dari suatu pernyataan verbal klien.
j. Refection (refleksi)
Refleksi adalah cara konselor untuk merefleksikan perasaan yang dinyatakan klien, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya; "tampaknya anda jengkel dengan perilaku seperti itu".
Daftar Pustaka
- Ismaya. 2015. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Refika Aditama
- Thantawy, R. 1997. Kamus Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Pamator.
- Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
- Willis, S.S. 2009. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta.
- Laela, F.N. 2017. Bimbingan Konseling Keluarga dan Remaja. Malang: UIN Sunan Ampel Press.
- Adz-Dzaky, H.B. 2002. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.